tag:blogger.com,1999:blog-69017422086664737662024-03-08T10:45:20.390-08:00hadza sabilunaUmmu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comBlogger41125tag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-67476404252545051732009-04-06T02:27:00.001-07:002009-04-06T03:04:19.131-07:00Jihad Melawan Penguasa Murtad<div style="font-weight: bold; text-align: center;"><span style="font-size:130%;">JIHAD MELAWAN PEMERINTAH YANG MURTAD<br /></span></div><div style="font-weight: bold; text-align: justify;"><div style="text-align: center;">Oleh Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz<br /></div><br /></div><div style="text-align: justify;">Jika pemerintah melakukan kekafiran dan ia mempertahankan diri dengan kekuatan, maka wajib memeranginya, dan peperangan ini adalah fardlu ‘ain yang lebih diutamakan dari pada yang lainnya.<br /><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">A.Hal ini sebagaimana yang terjadi pada para penguasa yang menjalankan pemerintahannya dengan selain syari’at Islam di berbagai nageri kaum muslimin. </span><br /></div><br />Mereka itu kafir berdasarkan firman Alloh:<br />“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir. (QS. 5:44)<br /><br />Dan juga firman Alloh:<br />“Kemudian orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb mereka. (QS. 6:1)<br /><br />Dan berdasarkan ayat-ayat yang lain. Sedangkan kebanyakan mereka mangaku Islam, maka dengan demikian mereka murtad lantaran kekafiran mereka.<br /><br />Dan pada hakekatnya para penguasa itu, selain mereka menjalankan hukum selain hukum yang diturunkan Alloh, mereka juga membuat syari’at bagi manusia sesuai dengan kemauan mereka. Dengan demikian mereka mengangkat diri mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) bagi manusia selain Alloh. Sebagaimana firman Alloh:<br />“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah,. (QS. 9:31)<br /><br />Dengan demikian maka kekafiran mereka bertumpuk-tumpuk, selain mereka juga menghalang-halangi manusia dari jalan Alloh.<br /><br />Dan permasalahan ini telah saya jabarkan dalam risalah yang lain yang berjudul “Risalah Da’watut Tauhid”. Di buku itu saya jawab sanggahan-sanggahan yang terdapat pada seputar ayat dalam surat Al-Maidah, yang berbunyi:<br />“Dan barang siapa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan oleh Alloh, maka mereka itu orang-orang kafir.”<br /><br />Di sana saya terangkan bahwasanya ayat ini merupakan nash secara umum dipandang dari berbagai segi. Dan sesungguhnya kafir yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kufur akbar. Dan apabila perkataan para sahabat jika saling berselisih dalam menafsirkan sebuah ayat, maka kita pilih yang dikuatkan oleh dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagai mana hal itu ditetapkan dalam ushul fikih. Dan saya jelaskan pula, bahwa apa yang terjadi di kebanyakan negeri kaum muslimin sekarang ini sama dengan kejadian yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut, yaitu menghapus hukum syari’at serta membuat hukum baru yang dijadikan syari’at baru yang harus diikuti oleh manusia. Sebagai mana orang yahudi menghapus hukum taurot yang berupa merajam orang yang berzina, lalu mereka membuat hukum sebagai pengganti. Dan saya sebutkan dalam risalah tersebut bahwa kejadian yang menjadi sebab turunnya ayat itu secara qoth’ii masuk ke dalam pengertian ayat, sebagaimana yang ditetapkan dalam ushul fikih.<br /><br />Dan inilah yang disinggung oleh Isma’il Al-Qodli sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar: “Isma’il Al-Qodli mengatakan dalam kitab Ahkamul Qur’an, setelah ia menceritakan perselisihan pendapat tentang dzohinya ayat, ia menunjukkan bahwa barangsiapa melakukan sebagaimana yang mereka lakukan, dan membuat sebuah hukum yang menyelisihi hukum Alloh, lalu hukum yang ia buat itu dia jadikan ajaran yang diamalkan, maka dia juga mendapatkan ancaman yang tersebut dalam ayat tersebut sebagaimana yang mereka dapatkan. Baik orang itu hakim atau yang lainnya.” (Fathul Bari XIII/120)<br /><br />Maka semua orang yang ikut serta dalam membuat undang-undang positif itu atau memutuskan perkara dengan menggunakan hukum tersebut, maka ia kafir, kufur akbar, ia keluar dari agama Islam, meskipun dia melakukan rukun Islam yang lima dan amalan yang lainnya. Dan inilah yang ditetapkan oleh kebanyakan ulama’ mu’ashirin (masa sekarang), sebagaimana yang saya nukil dalam kitab ini (Al-Jami’) pada bab III dari Ahmad Syakir, Muhammad Hamid Al-Faqi dan Muhammad bin Ibrohim Alusy Syaikh.<br /><br />Dan telah saya sebutkan dalam risalah tersebut di atas, siapa saja yang masuk dalam pengertian “Hakim” secara syar’ii.<br /><br /><br /><div style="text-align: center; font-weight: bold;">B.Penguasa murtad ini jika tidak mempunyai kekuatan, maka wajib untuk dipecat dengan segera, lalu dihadapkan ke qodli (hakim syar’iy).<br /></div><br />Jika dia tidak mau bertaubat, maka dia dibunuh. Dan jika dia bertaubat ia tidak memegang kekuasaannya kembali, sebagaimana sunnah Abu Bakar dan Umar ra.<br /><br />Sedangkan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., bersabda:<br />“Hendaknya kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para kholifah risyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham.” Hadits ini diriwayatkan At-Tirmidzi, dan beliau menshohihkan hadits ini.<br /><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Umar, bahkan begitu juga Abu Bakar tidak pernah mengangkat pegawai yang mengurusi urusan kaum muslimin, seorang munafik, atau dari kerabat beliau berdua, dan beliau berdua tidak terpengaruh oleh celaan orang. Bahkan ketika keduanya memerang irang-orang murtad dan mengembalikan mereka ke dalam Islam, mereka dilarang untuk mengendarai kuda dan membawa senjata, sampai nampak ketulusan taubat mereka. Dan Umar pernah mengatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqosh yang menjabat sebagai gubernur Irak; Jangan kau angkat seorangpun dari sebagai pegawai , dan jangan kau mintai pendapat dalam urusan perang. Sesungguhnya mereka itu adalah para pemuka seperti Thulaihah Al-Asadi, Al-Aqro’ bin Habis, Uyainah bin Hish-n dan Al-Asy’ats bin Qois Al-Kindi. Orang-orang semacam mereka ini ketika dikhawatirkan oleh Abu Bakar dan Umar ada sifat kemunafikan pada mereka, maka mereka tidak diberi jabatan untuk memegang urusan kaum muslimin.” (Majmu’ Fatawa XXXV/65).<br /><br /><br /><div style="text-align: center; font-weight: bold;">C.Jika penguasa yang murtad itu mempertahankan diri dengan sebuah kelompok yang berperang membelanya, maka mereka wajib diperangi.<br /></div><br />Dan setiap orang yang berperang membelanya ia kafir sebagaimana penguasa itu.<br /><br />Berdasarkan firman Alloh;<br />“Dan barangsiapa yang berwala’ kepada mereka, maka dia termasuk golongan mereka.” (Al-Maidah: 51)<br /><br />Sedangkan kata “barangsiapa” dalam ayat ini adalah bentuk kata yang bersifat umum mencakup siapa saja yang berwala’ kepada orang kafir dan menolongnya baik dengan perkataan atau perbuatan. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan yang lainnya mengatakan tentang hal-hal yang membatalkan Islam, (diantaranya adalah): “Menolong dan membantu orang-orang musyrik dalam menghadapi kaum muslimin, dan dalilnya adalah:<br />“Dan barangsiapa yang berwala’ kepada mereka, maka dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim.” (Al-Maidah: 51)<br />(Majmu’atut Tauhid tulisan Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 38)<br /><br />Maka orang-orang murtad itu diperangi meskipun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan menampakkan beberapa syi’ar Islam, karena mereka melakukan perbuatan yang membatalkan pokok agama Islam. Alloh berfirman:<br />“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut.” (QS. 4:76)<br /><br />Maka setiap orang yang menolong orang kafir, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan dalam rangka membela kekafirannya, maka ia kafir juga. Dan ini merupakan hukum secara dzohir di dunia bagi orang yang mempertahankan diri dari kekuatan orang-orang beriman dan berjihad (mukminin mujahidin). Dan bisa jadi ia dalam hatinya masih muslim, karena mungkin masih terdapat penghalang kekafiran padanya, atau terdapat syubhat atau yang lainnya. Namun hal ini tidak menghalangi untuk menvonis kafir karena pada orang tersebut terdapat penyebab yang menuntut untuk dikafirkan. Dan inilah sunnah yang berlaku dalam menvonis orang-orang yang mumtani’ (mempertahankan diri). Permasalahan ini telah saya jabarkan dalam risalah yang lain. Dan ilmu tentang ini harus disebar luaskan dikalangan manusia, supaya orang yang celaka ia celakan dengan jelas dan orang yang selamat ia selamat dengan jelas.<br /><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">D.Adapun dalil yang menjadi landasan untuk memberontak kepada pemerintah jika ia kafir adalah hadits Ubadah Ibnush Shomit Radliyallahu ‘anhu,:</span><br /></div><br />“Rosululloh memanggil kami, lalu kami berbai’at kepadanya untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan senang atau tidak senang, baik dalam keadaan susah atau mudah, dan baik pemimpin itu lebih mengutamakan dirinya. Dan agar kami tidak menggulingkan penguasa dari kekuasaannya.” Beliau bersabda: “Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata mempunyai alasan dari Alloh.” (Hadits ini Muttafaq ‘Alaih sedangkan lafadznya menggunakan lafadz Muslim).<br /><br />An-Nawawi berkata: “Berkata Al-Qodli ‘Iyadl; para ulama’ berijma’ bahwasanya kepemimpinan itu tidak boleh diberikan kepada orang kafir. Dan jika seorang pemimpin itu kafir, ia dipecat – sampai perkataannya – jika pemimpin itu kafir, atau mengganti syari’at atau dia berbuat bid’ah, maka gugurlah kekuasaannya dan gugur pula kewajiban taat kepadanya. Dan kaum muslimin wajib untuk mencopot kekuasaannya lalu menggantinya dengan imam yang ‘adil jika hal itu memungkinkan. Dan jika hal itu hanya bisa dilakukan oleh sekelompok orang, maka wajib kelompok itu untuk menggulingkan penguasa yang kafir. Sedangkan pemimpin yang melakukan bid’ah tidak wajib digulingkan kecuali jika mereka memperkirakan mampu untuk menggulingkannya. Namun jika mereka benar-benar tidak mampu, maka mereka tidak wajib melaksanakannya, dan orang Islam harus berhijroh dari negerinya itu ke negeri lainnya untuk menyelamatkan agamanya.” (Shohih Muslim Bisyarhin Nawawi XII/229).<br /><br />Saya katakan; Ijma’ yang disebutkan oleh Al-Qodli ‘Iyadl ini juga dinukil oleh Ibnu Hajar dari Ibnu Bathol (Fathul Bari XIII/7), dan dari Ibnut Tin dan Ad-Dawudi (Fathul Bari XIII/8) dan dari Ibnut Tin (Fathul Bari XIII/116) dan Ibnu Hajar sendiri menyatakannya (Fathul Bari XIII/123).<br /><br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">E.Jika kaum muslimin tidak mampu melaksanakannya, maka wajib untuk melakukan persiapan (I’dad)</span>.<br /></div><br />Ibnu Taimiyah berkata: “Sebagaimana mengadakan persiapan untuk berjihad dengan mempersiapkan kekuatan dan kuda yang ditambatkan itu wajib ketika jihad tidak mampu dilaksanakan karena lemah. Karena sesungguhnya kewajiban yang tidak bisa sempurna kecuali dengan sebuah sarana, maka sarana itupun hukumnya juga wajib.” (Majmu’ Fatawa XXVIII/259).<br /><br />Dan Alloh berfirman:<br />“Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi (QS. 8:59-60)<br /><br />Dan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., bersabda:<br />“Ingatlah bahwa kekuatan itu adalah melempar.” Beliau mengatakan tiga kali. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Uqbah bin Amir.<br /><br />Saya katakan; dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwasanya kewajiban kaum muslimin terhadap para thogut itu telah ditetapkan berlandaskan nas syar’ii, sehingga tidak boleh seorang muslimpun keluar dari ketetapan itu.<br /><br />Nash itu adalah:<br />“Dan agar kami tidak menggulingkan penguasa dari kekuasaannya.” Beliau bersabda: “Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata yang kalian mempunyai alasan dari Alloh.”<br />Dan telah terjadi ijma’ atas wajibnya memberontak mereka, sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Dengan demikian maka tidak diperbolehkan untuk berijtihad dalam masalah cara untuk menghadapi para thoghut itu, karena ada nas dan ijma’ dalam masalah itu. Dan sesungguhnya orang yang berijtihad dalam permasalahan ini yang mana masalah ini telah ada nas dan ijma’, maka orang tersebut telah benar-benar sesat.<br /><br />Sebagaimana orang yang berusaha untuk merealisasikan syari’at Islam melalui kesyirikan parlemen dan cara yang semacam itu. Jika ada orang yang mengatakan bahwa ketidak mampuan menghalangi kita untuk memberontak, maka kami katakan kepadanya, sesungguhnya kewajiban kita ketika tidak mampu adalah melakukan persiapan, bukan mengikuti mereka dalam kesyirikan parlemen mereka. Dan jika benar-benar tidak mampu maka wajib untuk hijroh.<br /><br />Dan jika tidak mampu untuk hijroh maka tinggallah dia sebagaimana orang yang lemah yang tunduk berdo’a kepada Alloh,:<br /><br />“Orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo'a:"Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau". (QS. 4:75)<br /><br />Dan seorang muslim tidak akan ikut dalam parlemen perundang-undangan mereka. Karena ikut serta didalamnya berarti rela dengan sistem demokrasi yang menjadikan kedaulatan ditangan rakyat. Artinya pendapat mayoritas rakyat itulah yang menjadi syari’at yang harus diikuti oleh umat.<br /><br />Ini adalah kekafiran yang disebutkan dalam firman Alloh:<br />“Dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Robb selain Allah. (QS. 3:64)<br /><br />Anggota-anggota parlemen ini adalah Robb-robb (tuhan-tuhan) yang disebutkan dalam ayat ini, dan ini adalah kekafiran. Dan barang siapa yang tidak mengetahui hal ini wajib untuk diberi tahu.<br /><br />Alloh berfirman:<br />"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS. 4:140)<br /><br />Jadi, barang siapa yang duduk bersama mereka dan menyaksikan kekufuran mereka, maka ia kafir seperti mereka.<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">F. Jihad melawan pemerintah murtad dan para pembelanya tersebut hukumnya adalah fardlu ‘ain, wajib setiap muslim untuk melaksanakannya kecuali orang yang mempunyai udzur syar’ii</span>.<br /></div><br />Dan telah saya jelaskan sebelumnya bahwa jihad itu fardlu ‘ain dalam tiga keadaan. Di antaranya adalah jika musuh menduduki negeri kaum muslimin. Dan begitulah keadaan orang-orang murtad yang berkuasa atas kaum muslimin. Mereka adalah musuh yang kafir yang menduduki negeri kaum muslimin. Dengan demikian maka memerangi mereka hukumnya adalah fardlu ‘ain.<br /><br />Oleh karena itu Al-Qodli ‘Iyadl mengatakan: “Wajib bagi setiap muslim untuk melaksanakannya.”<br /><br />Sedangkan perkataan Ibnu Hajar lebih jelas dalam menjelaskan keumuman kewajiban itu, ia berkata: “Ringkasnya bahwa penguasa itu dipecat jika melakukan kekafiran menurut ijma’, maka wajib kepada setiap muslim untuk melaksanakan hal itu.” (Fathul Bari XIII/123)<br /><br />Dan inilah pengertian hadits Ubadah bin Shomit ra.<br /><br />Saya katakan; Kewajiban setiap muslim untuk berjihad melawan para thoghut itu merupakan ilmu yang harus disebar luaskan di kalangan kaum muslimin secara umum. Supaya setiap orang Islam mengetahui bahwa mereka secara pribadi diperintahkan Robbnya untuk memerangi pemerintah tersebut. Sesungguhnya para thoghut itu telah membuat pemisah yang mematikan antara orang Islam yang awam dan antara orang-orang Islam yang multazimin (berpegang teguh dengan agamanya), supaya para thoghut itu dapat menekan orang-orang multazimin (yang berpegang teguh dengan agamanya) ditengah-tengah kebodohan dan sikap diam orang awam. Pada saat semua orang awam tersebut mendapatkan perintah yang sama, selama dia sebagai orang Islam meskipun dia orang fasik dan melakukan dosa-dosa besar. Karena kefasikan itu tidak dapat menggugurkan kewajiban syar’iy jihad (lihat lampiran ke 4).<br /><br />Maka orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya harus menghancurkan pembatas yang mengasingkan mereka dari orang awam, dengan cara mengajarkan jihad ini kepada mereka secara dakwah individu dan dakwah umum. Supaya jihad itu menjadi permasalah seluruh kaum muslimin dan bukan hanya menjadi permasalahan jama’ah-jama’ah tertentu yang bisa dimusnahkan dalam waktu sehari semalam. Dan agar jihad ini berubah menjadi permasalahan orang awam, yang sebelumnya hanya menjadi permasalahan orang tertentu. Dengan demikian bencana itu akan berbalik kepada para thoghut dan para pembelanya, sehingga mereka akan terpisahkan setelah tersingkap kekafiran dan kejahatannya.<br /><br />Alloh berfirman:<br />“Dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu.” (QS. 2:191)<br /><br />Dan Alloh mengatakan kepada NabiNya:<br />“Usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu.” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Irbadl bin Himar.<br /><br />Sebagaimana para thoghut itu mengusir orang-orang yang komitmen dengan agama mereka dari kalangan orang-orang umum, dengan propaganda dan mengatakan mereka sebagai orang yang bodoh terhadap agama mereka, maka orang-orang komitmen dengan agama mereka haruslah juga mengasingkan para thoghut itu dari kalangan orang umum, dengan cara menyebarluaskan ilmu syar’ii dan kewajiban untuk berjihad melawan mereka.<br /><br />Sebagaimana para thoghut itu memboikot harta dan mempersempit sumber penghidupan mereka, sebagaimana firman Alloh:<br />“(Juga) bagi orang-orang faqir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka, “ (QS. 59:8)<br /><br />Maka wajib juga terhadap orang-orang yang komitmen terhadap agama mereka untuk mengusir para thoghut itu dari harta yang digunakan untuk memperkuat tentara mereka yang mereka gunakan untuk memerangi Alloh dan RosulNya.<br /><br />Oleh karena itu Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., mendo’akan bencana atas orang-orang Quraisy yang berada di Al-Muja’ah. Dalam hal ini Abdulloh bin Mas’ud mengatakan:<br />“Sesungguhnya orang-orang Quraisy ketika mereka mengalahkan nabi, beliau berdo’a; Ya Alloh bantulah aku menghadapi mereka dengan menimpakan paceklik sebagaimana yang Engkau timpakan pada masa Yusuf. Maka orang quraisy pun tertimpa paceklik sampai-sampai mereka maka tulang dan bangkai pada masa itu.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori no. 4822.<br /><br />Dan haram bagi orang Islam untuk membayarkan harta mereka kepada para thoghut itu dalam bentuk apapun seperti pajak dan lain-lain, kecuali darurat atau mukroh (dipaksa).<br /><br />Alloh berfirman:<br />“Dan janganlah kalian saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2)<br /><br />Dan Alloh berfirman:<br />“Dan janganlah kau berikan harta kalian kepada sufaha’ (orang-orang bodoh).” (An-Nisa’: 5)<br /><br />Dan harus diketahui, bahwa pemerintahan thoghut dan undang-undangnya itu tidak syah secara syar’ii.<br /><br />Sungguh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., telah bersabda:<br />“Barangsiapa yang beramal dengan amalan yang bukan ajaran kami maka amalan itu tertolak.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim).<br /><br />Hal ini telah saya sebutkan dalam pembahasan dasar-dasar berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam dasar yang keenam. Dan wajib pula bagi kaum muslimin untuk menguasai harta orang-orang kafir dengan paksaan (sebagai ghonimah) atau dengan tipu daya dan yang lainnya (sebagai fai’). Dan Rosululloh telah keluar untuk menguasai harta orang-orang Quraisy untuk dipergunakan kaum muslimin, maka terjadilah perang Badar.<br /><br />Kesimpulannya secara umum adalah hendaknya permasalahan jihad itu dirubah dari permasalahan orang-rang tertentu menjadi permasalahan umum. Karena membatasi jihad dalam permasalahan orang-orang tertentu tidak akan mendatangkan perubahan yang diharapkan karena hal ini bertentangan dengan kaidah yang tidak akan berubah:<br />“Sesungguhnya Alloh tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai mereka merubah keadaan diri mereka sendiri.” (Ar-Ro’d: 11)<br /><br />Hal ini bukan berarti semua rakyat harus ikut serta dalam permasalahan ini, karena hal ini tidak mungkin. Akan tetapi yang diharapan adalah hendaknya dilaksanakan oleh sejumlah orang yang membangun kekuatan yang mampu untuk melaksanakan pemerintahan Islam kemudian menjaganya dari musuh-musuh yang berada di dalam dan di luar. Adapun yang lainnya cukup untuk menjadi pendukung atau minimal menjadi orang yang netral, sampai kebenaran itu jelas bagi mereka.<br /><br />Dan wajib pula untuk menyadarkan orang awam, jika mereka tidak bisa memberikan peran positif maka jangan sampai mereka memberikan peran negatif. Hal ini dapat dilakukan dengan tidak memberikan bantuan kepada para thoghut, dan meningkatkan pertentangan terhadap thoghut. Lalu akan meningkat pula keganasan dan gangguan mereka terhadap orang-orang yang beriman. Dengan demikian permasalahan jihad ini setiap hari akan memasuki rumah baru dari rumah-rumah kaum muslimin, yang akan mendapatkan para pembela baru sampai datang janji Alloh, sesungguhnya Alloh tidak akan mengingkari janjiNya.<br /><br />Alloh berfirman:<br />“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan. (QS. 28: 5-6)<br /><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">G.Memerangi para penguasa murtad itu lebih diutamakan dari pada memerangi orang-orang kafir asli (yang kekafirannya bukan karena disebabkan murtad-pent.) seperti yahudi, nasrani dan penyembah berhala. </span><br /></div><br />Hal ini ditinjau dari tiga sisi:<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pertama;</span><br />jihad semacam ini merupakan jihadu daf’i (defensif) yang hukumnya adalah fardlu ‘ain, sehingga jihad semacam ini lebih diutamakan daripada jihaduth tholab (ofensif). Jihad ini adalah jihadu daf’i karena para penguasa tersebut adalah orang-orang kafir yang menguasai negeri kaum muslimin. Ibnu Taimiyah berkata: “Adapun qitalu daf’i, perang ini merupakan yang paling besar dalam rangka melawan penyerang yang merusak agama dan dunia. Tidak ada yang lebih wajib setelah beriman selain melawannya. Tidak disyaratkan lagi dengan syarat apapun, akan tetapi mereka dilawan sesuai dengan kemampuan.” (Al-Ikhtiyarot Al-Fiqhiyah, hal 309).<br /><br />Dan disebutkan pada faqroh ke 7 bahwa jihad menjadi fardlu ‘ain ketika musuh menduduki negeri kaum muslimin.<span style="color: rgb(204, 0, 0);">(1)</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kedua: </span><br />Mereka adalah orang-orang murtad, dan telah berlalu penjelasannya dalam Faqroh ke 14<span style="color: rgb(204, 0, 0);">(2)</span>bahwa memerangi orang murtad itu lebih diutamakan dari pada memerangi orang kafir asli.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ketiga: </span><br />"Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, “(QS. 9:123)<br /><br />Penjelasan masalah ini telah berlalu dalam faqroh ke 13<span style="color: rgb(204, 0, 0);">(3)</span><br /><br /><br /><div style="text-align: center; font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;">Makalah ini diterjemahkan dari kitab Al-‘Umdah Fii I’daadil ‘Uddah Lil Jihaadi Fii Sabiilillaah, Bab IV, Lampiran ke 2, Faqroh ke 15, karangan Abdul Qodir bin Abdul Aziz, diambil dari situs Mimbarut Tauhid Wal Jihad www. almaqdese.com<br /><br /></span></div><br /><br />----------------------------------------------------------------------<br />FootNote:<br /><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">1 -</span></span> (Pada faqroh ketujuh beliau menukil perkataan Ibnu Qudamah sebagai berikut-.pent.)<br /><br />Ibnu qudamah berkata: “Dan jihad itu fardlu ‘ain pada tiga keadaan;<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pertama;</span><br />Jika dua pasukan telah bertemu, maka haram bagi orang yang ada di situ untuk meninggalkan tempat, dan dia harus tetap teguh dan bertahan.<br /><br />Berdasarkan firman Alloh;<br />"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka tetap teguhlah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmt dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anfal: 45-46)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kedua; </span><br />Apabila orang-orang kafir menduduki sebuah negeri (umat Islam-pent.), maka wajib bagi penduduk negeri tersebut untuk memerangi dan melawan mereka.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ketiga; </span><br />Jika imam memerintahan suatu kaum untuk berangkat berperang, maka wajib bagi kaum tersebut untuk berperang bersama imam tersebut.<br />Berdasarkan firman Alloh;<br />Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu :"Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu meresa berat dan ingin tinggal ditempatmu. (QS. 9:38)<br /><br />Dan ayat setelahnya. Dan rosululloh bersabda;<br />“Dan jika kalian diperintahkan untuk berangkat berperang, maka berangkatlah.” (Al-Mugh-ni Wasy Syarhil Kabir X/365-366)<br /><br />Saya katakan (Abdul Qodir bin Abdul Aziz-pent.); Dan dalil yang menjadi landasan untuk keadaan yang kedua adalah sama dengan dalil yang digunakan untuk dalil pada keadaan yang pertama.<br /><br />"apabila kamu bertemu pasukan (musuh), maka tetap teguhlah kamu"<br /><br />"apabila kamu bertemu orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)"<br /><br />Karena jika orang-orang kafir menduduki sebuah negeri itu sama dengan telah bertemunya dua pasukan.<br /><br /><br /><br /><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(204, 0, 0);">2 -</span> </span>(Yang beliau maksud adalah berikut ini- pent.) :<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="font-size:85%;"> <span style="font-weight: bold;">Faqroh ke 14</span></span><br /></div><span style="font-size:85%;"><br />Memerangi orang-orang murtad yang mumtani’in (mempertahankan diri) lebih diutamakan dari pada memerangi orang-orang kafir asli (yang kekafirannya bukan karena murtad).<br />Karena murtad adalah kejahatan yang besar dan yang paling membahayakan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Telah ditetapkan dalan As-Sunnah bahwa hukuman orang murtad itu lebih besar dari pada hukuman orang kafir asli dari berbagai sisi. Di antaranya orang murtad itu dibunuh bagaimanapun keadaanya, ia tidak dikenakan untuk membayar jizyah, dan tidak dijadikan ahludz dzimmah. Lain halnya dengan orang kafir asli (mereka boleh menjadi ahludz dzimmah dengan membayar jizyah-pent.).<br /><br />Di antaranya adalah orang murtad itu harus dibunuh meskupun ia tidak mampu berperang, lain halnya dengan orang kafir asli yang tidak mempunyai kelayakan berperang, sesungguhnya orang kafir asli yang tidak mempunyai kelayakan untuk berperang tidak boleh dibunuh menurut kebanyakan ulama’ seperti Abu Hanifah, Malik dan Ahmad. Oleh karena itu menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama’) orang murtad itu harus dibunuh. Hal ini sebagaimana madzhab Malik, Asy-Syafi’ii dan Ahmad. Di antaranya adalah orang murtad itu tidak mewarisi, tidak boleh dinikahi dan tidak boleh dimakan sembelihannya, lain halnya dengan orang kafir asli. Dan juga hukum-hukum yang lainnya.” (Majmu’ Fatawa XXVIII/534).<br /><br />Ibnu Taimiyah juga mengatakan: “Kufru ar-riddah (kekafiran karena murtad) itu lebih berat dari pada kekafiran orang kafir asli berdasarkan ijma’.” (Majmu’ Fatawa XXVIII/478).<br /><br />Beliau mengatakan di tempat lain: “Abu Bakar Ash-Shiddiq dan seluruh sahabat berjihad melawan orang-orang murtad terlebih dahulu sebelum jihad melawan orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab. Karena sesungguhnya jihad melawan orang murtad itu fungsinya adalah menjaga negeri kaum muslimin yang telah ditaklukkan, dan memasukkan orang yang ingin keluar darinya. Sedangkan memerangi orang-orang musyrik dan ahli kitab yang tidak memerangi kita adalah merupakan tambahan idz-harud din. Dan menjaga modal itu lebih diutamakan dari pada mencari laba.” (Majmu’ Fatawa XXV/158-159)<br /><br />Saya katakan: Para sahabat bersepakat (ijma’) untuk memulai perang dengan memerangi orang murtad. Dan pemberangkatan pasukan Usamah bin Zaid ke Romawi pada permulaan kekhilafahan Abu Bakar tidaklah merancaukan permasalahan ini. Karena hal itu dilakukan karena perintah Rosululloh saw., selain itu peperangan itu mempunyai dampak yang besar dalam menggentarkan orang yang ingin murtad. (Al-Bidayah Wan Nihayah karangan Ibnu Katsir VI/304-305)<br /><br /><br /><br /><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(204, 0, 0);">3 -</span></span> (Yang beliau maksud adalah berikut ini- pent.) :<br /><br /></span> <div style="text-align: center;"> <span style="font-size:85%;"><span style="font-weight: bold;">Faqroh ke 13</span> <span style="font-weight: bold;"> Wajib memulai peperangan melawan musuh yang paling dekat.</span><br /></span></div><span style="font-size:85%;"> Berdasarkan firman Alloh:<br />“Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu,” (QS. 9:123)<br /><br />Ibnu Qudamah berkata:” Masalah; Setiap kaum memerangi musuh yang berada di sekitarnya. Hal ini dasarnya adalah firman Alloh:<br />“Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu,” (QS. 9:123)<br /><br />Dan juga karena yang terdekat itu adalah yang paling berbahaya, dan memerangi musuh yang terdekat itu berarti menolak bahaya yang berada dihadapan dan juga bahaya rang yang dibelakang nereka. Sedangkan menyibukkan diri dengan musuh yang jauh akan menyebabkan musuh yang terdekat memanfaatkan kesempatan untuk menyerang kaum muslimin karena kaum muslimin melalaikannya. – sampai beliau berkata – jika hal ini telah ditetapkan namun apabila dia mempunyai alasan untuk memulai perang terhadap musuh yang jauh karena hal itu lebih mengkhawatirkan atau memulai memeranginya itu terdapat kemaslahatan karena jarak dan kesempatan yang mereka miliki, atau karena ada perjanjian damai dengan musuh yang paling dekat atau ada penghalang yang menghalangi untuk memerangi musuh yang paling dekat, maka jika keadaannya seperti ini tidak mengapa untuk memulai perang terhadap musuh yang lebih jauh, karena hal itu dibutuhkan.” (Al-Mughni Ma’asy Syarhil Kabir X/372-373)</span><br /><br /></div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-1238696632544260392009-04-06T01:31:00.000-07:002009-04-06T02:25:24.291-07:00Hukum-Hukum yang Berkaitan Dengan Negara<meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><div style="text-align: center;"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Cpitu%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="Edit-Time-Data" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Cpitu%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_editdata.mso"><!--[if !mso]> <style> v\:* {behavior:url(#default#VML);} o\:* {behavior:url(#default#VML);} w\:* {behavior:url(#default#VML);} .shape {behavior:url(#default#VML);} </style> <![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"MS Mincho"; panose-1:2 2 6 9 4 2 5 8 3 4; mso-font-alt:"‚l‚r –¾’©"; mso-font-charset:128; mso-generic-font-family:modern; mso-font-pitch:fixed; mso-font-signature:-1610612033 1757936891 16 0 131231 0;} @font-face {font-family:"MS Gothic"; panose-1:2 11 6 9 7 2 5 8 2 4; mso-font-alt:"MS ゴシック"; mso-font-charset:128; mso-generic-font-family:modern; mso-font-pitch:fixed; mso-font-signature:-1610612033 1757936891 16 0 131231 0;} @font-face {font-family:Century; panose-1:2 4 6 3 5 7 5 2 3 3; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;} @font-face {font-family:"\@MS Mincho"; panose-1:2 2 6 9 4 2 5 8 3 4; mso-font-charset:128; mso-generic-font-family:modern; mso-font-pitch:fixed; mso-font-signature:-1610612033 1757936891 16 0 131231 0;} @font-face {font-family:"\@MS Gothic"; panose-1:2 11 6 9 7 2 5 8 2 4; mso-font-charset:128; mso-generic-font-family:modern; mso-font-pitch:fixed; mso-font-signature:-1610612033 1757936891 16 0 131231 0;} @font-face {font-family:"verdana\, arial"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:"Times New Roman"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:auto; mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; text-align:justify; mso-pagination:none; font-size:10.5pt; font-family:Century; mso-fareast-font-family:"MS Mincho"; mso-bidi-font-family:Century; mso-font-kerning:1.0pt; mso-fareast-language:JA;} p {mso-margin-top-alt:auto; margin-right:0cm; mso-margin-bottom-alt:auto; margin-left:0cm; mso-pagination:widow-orphan; font-size:9.0pt; font-family:"verdana\, arial"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"verdana\, arial"; mso-fareast-language:JA;} @page Section1 {size:595.3pt 841.9pt; margin:99.25pt 3.0cm 3.0cm 3.0cm; mso-header-margin:42.55pt; mso-footer-margin:49.6pt; mso-paper-source:0; layout-grid:18.0pt;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:882446870; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:505726888 462465166 -596762844 215401466 -156439706 636924030 2062451308 -710104178 -460951452 1112858686;} @list l0:level1 {mso-level-tab-stop:36.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level2 {mso-level-number-format:bullet; mso-level-text:o; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt; font-family:"Courier New";} @list l0:level3 {mso-level-tab-stop:108.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level4 {mso-level-tab-stop:144.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level5 {mso-level-tab-stop:180.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level6 {mso-level-tab-stop:216.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level7 {mso-level-tab-stop:252.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level8 {mso-level-tab-stop:288.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level9 {mso-level-tab-stop:324.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]-->Al Jaami-u Fi Thalabil Ilmi Asy Syarif 2 hal 638-655<br /></div><div style="text-align: center; font-weight: bold;"><span style="font-size:130%;">Hukum-Hukum Yang Berkaitan<br />Dengan Negara<br />Oleh Syaikh Abdul Qodir bin Abdul Aziz<br /><br /></span></div><div style="text-align: justify;">Pembahasan ini memuat lima permasalahan :<br />1.Dasar pembagian dunia menjadi dua negara.<br />2.Dalil-dalil pembagian tersebut.<br />3.Definisi Daarul Islam (negara Islam) dan Daarul Kufri (negara kafir)<br />4.Perubahan status negara.<br />5.Hukum-hukum yang ditimbulkan akibat perbedaan status negara.<br /><br />Di bawah ini kami terangkan secara ringkas kelima masalah tersebut di atas.<br /><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">A. Dasar pembagian dunia menjadi dua negara</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Ketahuilah bahwa yang mendasari pembagian dunia menjadi dua negara, yaitu Daarul Islam dan Daarul Kufri adalah keumuman diutusnya nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam kepada seluruh umat manusia. Keumuman tempat yang meliputi seluruh penduduk bumi, dan keumuman waktu sejak masa diutusnya nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam sampai hari kiamat nanti.<br /><br />Dengan umumnya dakwah beliau dan terang-terangannya beliau menyuarakan dakwah, maka manusia terpecah menjadi dua kelompok ; orang yang beriman kepada beliau dan orang yang kafir kepada beliau. Allah Ta’ala kemudian memerintahkan kaum beriman untuk berhijrah, berpindah dari tengah-tengah orang-orang kafir. Allah Ta’ala menyiapkan untuk mereka kaum anshar (penolong) di Madinah. Maka jadilah Madinah sebagai Daaru al hijrah (negara tempat hijrah) dan mujtama’ muhajirin (masyarakat muhajirin). Di sanalah Rasulullah membina negara Islam, dan kewajiban hijrah ke Madinah terus berlanjut sampai terjadinya Fathu Makkah, kemudian kewajiban hijrah tetap berlaku atas setiap individu muslim yang tinggal di tengah orang-orang kafir. Dengan itulah, negara terpecah menjadi Daarul Islam, yaitu masyarakat Islam, tempat kaum muslimin berkuasa dan memerintah, dan Daarul kufri, yaitu masyarakat kafir, tempat kaum kafir berkuasa dan memerintah. Allah Ta’ala kemudian memerintahkan kaum muslimin untuk memerangi orang-orang kafir sampai hari kiamat nanti. Maka, negara mereka kemudian disebut juga dengan nama Daarul Harbi (negara yang statusnya syah diperangi secara syar’i).<br /><br />Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :<br /><br />[a]-Dalil-dalil yang menunjukkan keumuman bi’tsah nabi shallallahu ‘alaii wa salam, adalah firman Allah Ta’ala :<br />“ Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (yaitu al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” [QS. Al Anbiya’ :1].<br /><br />“Katakanlah:"Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua …”[QS. Al A’raaf :158].<br /><br />“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan “ [QS. As Saba’ :28].<br /><br />Dan katakanlah kepada ahlu kitab (Yahudi dan nasrani) dan orang-orang yang ummi:"Apakah kamu (mau) masuk Islam". Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah).” [QS. Ali Imran :20].<br /><br />“ Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi “ [QS. Ali Imran : 85].<br />Dan ayat-ayat lain yang semakna. Rasulullah bersabda :<br />"Saya dikarunia lima hal yang belum pernah dikaruniakan kepada para nabi sebelumku ; {1} Aku diberi kemenangan oleh Allah dengan rasa takut sebelum bertemu musuh sejarak satu bulan perjalanan, {2} Seluruh permukaan bumi dijadikan untukku suci dan tempat sholat, maka di manapun seorang umatku mendapati waktu sholat telah tiba hendaklah ia sholat di situ {3} ghanimah (harta rampasan perang) dihalalkan untukku, {4} seorang nabi itu diutus kepada kaumnya saja, namun aku diutus kepada seluruh manusia, dan {5} aku dikaruniai syafa’at.” (HR. Bukhari dari shahabat Jabir rhadiyallahu ‘anhu.)<br /><br />Keumuman risalah beliau sudah menjadi hal yang ma’lum minad dien bi dharurah (setiap individu muslim mengetahuinya).<br /><br />Adapun terpecahnya umat manusia setelah adanya dakwah beliau menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang beriman dan kelompok yang kafir, maka sudah menjadi sunatullah (ketetapan taqdir Allah) sejak para rasul terdahulu. Hal ini merupakan taqdir Allah, bahwa manusia sampai hari kiamat---sampai bertiupnya angin lembut yang mencabut nyawa setiap orang beriman--- nanti pasti terpecah menjadi dua kelompok ; orang yang beriman dan orang yang kafir. Dengan adanya dua kelompok inilah, ujian yang juga telah ditakdirkan Allah Ta’ala akan terealisasi.<br /><br />Sebagaimana firman Allah :<br />"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” [QS. An Nahl :36]<br /><br />"Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari (kalangan) orang-orang yang berdosa.” [QS. Al Furqan :31].<br /><br />"Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat,kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Rabbmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan; sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” [QS. Huud :118-119].<br /><br />Dalam hadits :<br />"Dan Muhammad itu memecah belah manusia.” (HR. Bukhari dari shahabat Jabir, no. 7281)<br /><br />Dalam hadits qudsi ;<br />“ Dan bersama orang yang mentaatimu, perangilah orang yang menyelisihimu.” (HR. Muslim dari Iyadh bin Himar)<br /><br />Maka, pasti ada orang mukmin dan ada orang kafir sehingga ujian akan terealisasikan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :<br />” yang demikian itu sekiranya Allah berkehendak niscaya Allah membinasakan mereka akan tetapi supaya Allah menguji sebagian kalian denga nsebagian yang lain.[QS. Muhammad :4].<br /><br />“ dan kami jadikan sebagian kalian untuk sebagian lain sebagai fitnah, apakah kalian sabar dam Rabbmu adalah Maha melihat.[QS. Al Furqan :20].<br /><br />Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman :<br />"Sesungguhnya Aku mengutusmu untuk mengujimu dan menguji (manusia) denganmu.” (HR Muslim dari Iyadh bin Himar)<br /><br />Tentang kewajiban hijrah bagi setiap muslim yang tinggal di tengah orang-orang kafir, Allah Ta’ala berfirman ;<br />"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya:"Dalam keadaan bagaimana kamu ini". Mereka menjawab:"Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata:"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dibumi itu". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali,” [QS. An Nisa’ :97].<br /><br />Ancaman dalam ayat ini bagi orang-orang yang tidak berhijrah, menunjukkan bahwa berhijrah itu hukumnya wajib. Karena sesuatu yang bila ditinggalkan akan diancam dengan siksaan, adalah sesuatu yang wajib, kecuali orang-orang yang mempunyai udzur sebagaimana disebutkan dalam ayat selanjutnya. Hal ini juga ditunjukkan oleh ancaman yang disebutkan dalam hadits-hadits yang memerintahkan berhijrah, sebagaimana sabda Rasulullah :<br />“ Saya berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrik, supaya api keduanya tidak bertemu.” (HR. Abu Daud dengan sanad mursal shahih)<br /><br />“ Hijrah tidak akan pernah berhenti selama masih ada musuh yang diperangi.” (HR. Ahmad. Imam Al Haitsami mengatkan ; perawinya para perawi ash shahih)<br /><br />Adapun kewajiban memerangi orang-orang kafir, maka dalil-dalilnya sudah sangat diketahui, antara lain firman Allah Ta’ala :<br />“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu jumpai mereka.” [QS. At taubah :5].<br /><br />“dan perangilah musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya.” [QS. At Taubah :36].<br /><br />Juga sabda Rasulullah ;<br /><br />“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah.” [HR. Muttafaq ‘alaihi].<br /><br />"Saya diutus sebelum hari kiamat dengan pedang sampai hanya Allah semata yang diibadahi.” (HR. Ahmad)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Catatan Penting :</span><br />Ketika kami mengatakan bahwa keumuman risalah adalah dasar pembagian dunia menjadi dua negara, maka sesungguhnya tidak disyaratkan adanya kedua negara tersebut secara bersamaan di dunia ini. Juga bukan menjadi syarat sahnya penamaan sebuah negara sebagai Daarul kufri, adanya sebuah Daarul Islam di dunia ini. Ini bukanlah faktor penentuan status sebuah negara, sebagaimana akan kami jelaskan insya Allah. Terkadang di dunia ini dalam satu masa tertentu tidak terdapat Daarul Islam, dan yang ada hanyalah Daarul kufri, sebagaimana hal ini pernah terjadi pada masa awal dakwah Islam sebelum kaum muslimin berhijrah ke Madinah, sebagaimana hal ini juga terjadi pada masa sekarang.<br /><br />Hal ini ditunjukkan oleh hadits Hudzaifah bin Yaman tentang berbagai fitnah yang akan terjadi, di mana dalam hadits tersebut disebutkan :<br />“Apa yang anda perintahkan kepadaku jika aku mendapati kondisi seperti itu ? Rasulullah menjawab,” Kamu tetap setia kepada jama’ah kaum muslimin dan Imamnya.” Aku bertanya,” Jika kaum muslimin tidak mempunyai jama’ah dan Imam ? Beliau menjawab,” Jauhilah seluruh kelompok tersebut. Sekalipun engkau harus menggigit akar pohon, sampai kematian menjemputmu dalam kondisi seperti itu.” (HR. Muttafaq ‘alaihi.)<br /><br />Demikian pembahasan dasar pembagian dunia menjadi dua negara.<br /><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">B. Dalil-Dalil Pembagian Ini</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Sebagian ulama kontemporer seperti Dr. Wahbah Zuhaili dalam bukunya “ Atsarul Harbi Fi Al-Fiqahi Al Islami” menyatakan bahwa pembagian dunia menjadi dua negara seperti ini tidak berdasar dalil baik dalil Al Qur’an maupun as sunah, pembagian ini hanyalah sekedar ijtihad para ulama setelah masa kenabian dan masa shahabat.<br /><br />Harus diketahui bahwa pembagian ini adalah pembagian yang sudah menjadi ijma’ para ulama, baik ulama salaf maupun ulama khalaf, sedang ijma’ pasti berdasar dalil Al Qur’an atau as sunah, sebagaimana dikatakan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 7/39. Di sini kami akan menyebutkan sebagian dalil pembagian dunia menjadi dua negara ini.<br /><br /><br />[a]-Dari ayat Al Qur’an, antara lain firman Allah Ta’ala :<br /><br />“Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka:"Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami".[QS. Ibrahim :13].<br /><br />“Pemuka-pemuka dari kaum Syu'aib yang menyombongkan diri berkata:"Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami" [QS. Al A’raaf :88].<br /><br />Kata gabung dalam dua kalimat “negeri kami” dan “kota kami”, yaitu penggabungan kata negeri dan kota kepada kata ganti pembicara “kami”, merupakan kata gabung yang menunjukkan kepemilikan (idzafatu tamaluk). Negeri kami dan kota kami artinya adalah negeri orang-orang kafir dan kota orang-orang kafir, yang dimiliki dan dikuasai oleh orang-orang kafir, dengan segenap perintah, larangan dan kekuasaan di tangan mereka. Karena itulah, mereka mengancam para rasul, dan inilah sifat Daarul kufri.<br /><br />Juga firman Allah Ta’ala :<br /><br />“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya:"Dalam keadaan bagaimana kamu ini". Mereka menjawab:"Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata:"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dibumi itu". [QS. An Nisa’ :97].<br /><br />“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka)”.[QS. Al Mumtahanah ;10].<br /><br />“Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.” [QS. Al Anfal :72].<br /><br />Nash-nash yang secara khusus berkaitan dngan hijrah ini dengan jelas sekali menunjukkan adanya dua negara ; Daarul Islam dan Daarul kufri. Karena setiap kali disebutkan kata hijrah dalam syariat, maka maknanya adalah berpindah dari Daarul kufri kepada Daarul Islam.<br /><br />Dalil lain yang juga menunjukkan hal ini antara lain adalah firman Allah Ta’ala :<br />“nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik”. [QS. Al A’raaf :145].<br /><br /><br />[b]- Dalil dari As-Sunnah.<br /><br />Hadits-hadits yang mewajibkan hijrah telah menunjukkan pembagian dunia menjadi dua negara, di antaranya adalah hadits-hadits dalam pembahasan (A) di atas. Juga sabda Rasulullah :<br /><br />“Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram (menggangu harta dan nyawanya). (Setiap muslim atas muslim lainnya adalah) Dua saudara yang saling menolong. Allah tidak menerima amalan seorang musyrik yang masuk Islam sampai ia mau bergabung dengan kaum muslimin dan meninggalkan orang-orang musyrik.” (HR. An Nasa-i dengan sanad hasan dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya)<br /><br />Selain hadits-hadits tentang wajibnya hijrah, dalil lainnya antara lain :<br />“Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah melarang bepergian dengan membawa Al Qur’an ke negeri (daerah) musuh.” (HR Muttafaq ‘alaihi)<br /><br />Hadits Ibnu Abbas yang panjang tentang hukum rajam, di mana di dalamnya abdurahman bin Auf berkata kepada Umar bin Khatab saat masih di Mina :<br />”Undurkanlah sampai engkau pulang ke Madinah karena sesungguhnya Madinah itu adalah negara hijrah dan sunah.” (HR. Bukhari no. 6830)<br /><br />Juga hadits yang diriwayatkan oleh An Nasa-i dengan sanad shahih dari Ibnu Abbas ia berkata :<br />“ Sesungguhnya Rasulullah, Abu Bakar dan Umar adalah kaum muhajirin karena mereka berhijrah (meninggalkan) orang-orang musyrik. Dan di kalangan ansharpun ada yang tergolong muhajirin karena Madinah dahulunya adalah daaru syirki (negara syirik), kemudian mereka datang kepada Rasulullah pada malam (bai’ah)Aqabah.”<br /><br />Juga hadits Abu Hurairah tentang kisah hijrahnya, ia mengatakan :<br />” Ketika saya datang kepada nabi, di jalan saya mengatakan : Duhai alangkah panjang dan beratnya malam hari Karena meninggalkan daaratul kufri. Seorang budakku yang menemaniku melarikan diri di tengah jalan. Ketika aku mendatangi nabi, aku membaiatnya, tiba-tiba datanglah budakku yang lari itu. Rasulullah bersabda,” wahai Abu Hurairah, ini lho budakmu ! Aku menjawab,”Ia untuk wajah Allah. Aku memerdekakannya.” [HR. Bukhari no. 4393].<br /><br />Ibnu mandhur mengatakan,” Secara bahasa, daaratun artinya daar (negara).”Lisaanul Arab 4/298, Daaru Shadir, Beirut.<br /><br />Juga hadits Aisyah tentang kisah budak perempuan yang berhijrah yang dituduh mencuri sebilah pedang. Dalam hadits itu disebutkan :<br />“Dٍari Aisyah bahwasanya ada seorang budak perempuan hitam di sebuah kampung arab. Mereka memerdekakan budak perempuan hitam itu dan ia lalu tingggal bersama mereka. Pada suatu hari seorang anak perempuan yang memakai gelang kulit bertabur mutiara mendatangi budak perempuan itu. Anak perempuan itu meletakkan gelangnya –atau gelang itu terjatuh---, tiba-tiba lewatlah seekor burung Hud-Hud kecil yang lantas mematuk gelang itu karena mengiranya sekerat daging. Penduduk kampung itu mencari-cari gelang itu, namun mereka tidak menemukannya, maka mereka menuduh sayalah pencurinya. Mereka menggeledahku, bahkan sampai memeriksa kemaluanku. Demi Allah, saat aku berdiri di tengah mereka itulah, tiba-tiba burung Hud-ud kecil tadi melemparkan kembali gelang itu kepada mereka. Aku katakan,” Ini, lho, yang kalian tuduhkan kepadaku tadi. Kalian mengira aku pencurinya, padahal aku tidak melakukannya. Ini dia gelang tersebut.” Budak perempuan itu kemudian mendatangi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dan masuk Islam. Aisyah rhadiyallahu ‘anha berkata,” Budak perempuan itu mempunyai gubuk kecil di masjid. Ia biasa datang kepadaku dan bercerita. Tidaklah ia berada di sisiku kecuali ia selalu mengatakan :<br />Hari gelang mutiara merupakan keajaiban dari Rabb kita Allah lah yang telah menyelamatkanku dari baldatul kufri . Aku (Aisyah) bertanya kepadanya,” Kenapa kamu selalu mengatakan hal itu setiap kali bertemu denganku ?” Budak perempuan itu kemudian menceritakan kisahnya kepadaku (Aisyah).” [HR. Bukhari no. 439].<br /><br />Baldatul kufri dalam hadits ini adalah Daarul kufri, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar ketika menerangkan hadits ini,” hadits ini menunjukkan keutamaan berhijrah dari Daarul kufri.” [Fathul Baari 1/535].<br /><br />Nash-nash ini menunjukkan bahwa pembagian dunia menjadi dua negara ; Daarul Islam dan Daarul kufri adalah suatu pembagian yang berdasar kepada Al Qur’an, As Sunnah dan diriwayatkan dari generasi shahabat. Nash-nash ini juga menunjukkan bahwa hijrah dari negara kedua (Daarul kufri) menuju negara pertama (Daarul Islam) adalah wajib. Lebih dari itu, dalam Al Qur’an dan as sunah ---dalam nash-nash di atas--- ada beberapa istilah khusus untuk menyebut kedua negara tersebut, seperti Daarul hijrah wa sunah, Daarul syirki, daaratul kufri dan baldatul kufri. Ini semua membantah orang yang menganggap pembagian dunia menjadi dua bagian sebagai sekedar ijtihad ulama semata.<br /><br /><br /></div><div style="font-weight: bold; text-align: justify;"><div style="text-align: center;">C. Definisi Daarul Islam dan Daarul Kufri<br /></div><br /></div><div style="text-align: justify;">Dari dalil-dalil yang telah disebutkan dalam dua pembahasan di atas nampak jelaslah bahwa Daarul Islam adalah negeri-negeri yang tunduk kepada pemerintahan Islam dan hukum Islam, sedang Daarul kufri adalah negeri-negeri yang tunduk kepada pemerintahan kafir dan negeri kafir.<br /><br />Dibawah ini disebutkan beberapa pendapat para ulama dalam masalah ini :<br /><br />Imam Ibnul Qayyim berkata,” Mayoritas ulama mengatakan bahwa Daarul Islam adalah negara yang dikuasai oleh umat Islam dan hukum-hukum Islam diberlakukan di negeri tersebut. Bila hukum-hukum Islam tidak diberlakukan, negara tersebut bukanlah Daarul Islam, sekalipun negara tersebut berdampingan dengan sebuah Daarul Islam. Contohnya adalah Thaif, sekalipun letaknya sangat dekat dengan Makkah, namun dengan terjadinya fathu Makkah ; Thaif tidak berubah menjadi Daarul Islam.” [Ahkamu Ahli Dzimmah 1/366, Ibnu Qayyim, cet. Daarul Ilmi lil malayiin, 1983 M].<br /><br />Imam As Sarkhasi Al hanafi rahimahullah mengatakan,” Menurut Abu Hanifah rahimahullah, sebuah negara berubah menjadi Daarul harbi dengan terpenuhinya tiga syarat, yaitu Pertama. Negara tersebut berbatasan langsung dengan Daarul kufri. Antara negara tersebut dengan Daarul harbi tidak diselingi oleh sebuah negara kaum muslimin. Kedua. Di negara tersebut tidak ada lagi orang Islam yang hidup aman dengan jaminan keimanan atau orang kafir dzimmi yang hidup aman dengan jaminan dzimmah. Ketiga. Penduduknya memberlakukan hukum-hukum syirik di negara tersebut.<br /><br />Menurut pendapat Abu Yusuf dan Muhammad (bin Hasan) rahimahumallah, jika penduduknya memberlakukan hukum-hukum syirik di negara tersebut, negara tersebut telah berubah menjadi Daarul harbi. Karena sebuah wilayah itu dinisbahkan kepada kita (umat Islam) atau kepada mereka (kaum kafir) berdasar faktor kekuatan dan dominasi. Setiap wilayah dimana hukum syirik mendominasi, maka kekuatan di wilayah tersebut berada di tangan orang-orang musyrik, sehingga otomatis negara tersebut merupakan Daarul harbi. Sebaliknya, setiap wilayah di mana yang berlaku adalah hukum-hukum Islam, kekuatan akan berada di tangan kaum muslimin.” [Al Mabsuth, 10/114, As Sarkhasi, cet. Daarul ma’rifah].<br /><br />Kedua murid senior Imam Abu Hanifah menjadikan faktor dominasi (kekuatan) dan hukum-hukum yang berlaku, sebagai standar penetapan sebuah negara.<br /><br />Para ulama tidak menjadikan syarat-syarat yang disebutkan oleh Imam Abu Hanifah sebagai standar penamaan sebuah Daarul Islam, bahkan kedua murid senior beliaupun, Qadhi Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan Asy Syaibani, turut menyelisihi pendapat beliau, sebagaimana disebutkan oleh Imam As Sarkhasi. Hal ini juga disebutkan oleh Imam ‘Alau-din Al Kasani, di mana beliau menyebutkan alasan kedua murid senior Imam Abu Hanifah dengan mengatakan,”<br />Sesungguhnya setiap negara itu dinisbahkan kepada Islam atau kekafiran. Sebuah negara hanya dinisbahkan kepada Islam jika hukum-hukum yang diberlakukan di negara tersebut adalah hukum-hukum Islam. Sebaliknya, sebuah negara dinisbahkan kepada kekafiran manakala hukum-hukum yang diberlakukan di negara tersebut adalah hukum-hukum kafir. Sebagaimana anda menyebut surga dengan istilah daarus salam, dan neraka dengan istilah Daarul Bawar, karena di surga ada salam (keselamatan) dan di neraka ada bawar (kesengsaraan). (Alasan lainnya adalah) juga karena Islam atau kekafiran itu mendominasi manakala hukum-hukum Islam atau hukum-hukum kekafiran mendominasi.” [Bada-i’u Shanai’ 9/4375, cet Zakaria Ali Yusuf].<br /><br />Imam Al Kasani menyebutkan bahwa standar penilaian status sebuah negara adalah hukum-hukum yang berlaku di dalamnya.<br /><br />Imam Ibnu Qudamah Al Hambali juga mengkritik syarat-syarat Imam Abu Hanifah. Beliau mengatakan,” Kapan saja penduduk sebuah negeri murtad dan di negeri itu berlaku hukum-hukum mereka, negeri tersebut berubah menjadi Daarul harbi, (maka hukum-hukum atas Daarul harbi juga berlaku, seperti;) harta mereka dijadikan ghanimah dan keluarga mereka ditawan. Menjadi kewajiban Imam (khalifah) untuk memerangi mereka, karena Abu Bakar ash shidiq radiyallahu ‘anhu bersama generasi shahabat telah memerangi orang-orang murtad. Juga karena Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir dalam banyak ayat Al Qur’an, sementara orang-orang murtad merupakan orang kafir yang paling berhak diperangi karena tidak memerangi mereka boleh jadi akan menghasung orang-orang kafir semisal mereka untuk melakukan tindakan serupa dan ikut murtad. Dengan demikian, bahayanya semakin bertambah. Dalam memerangi mereka ; orang yang tertangkap dibunuh, orang yang melarikan diri dikejar, orang yang terluka dibiarkan dengan lukanya dan harta mereka dijadikan ghanimah.<br /><br />Demikianlah pendapat Imam Syafi’i. Imam Abu Hanifah berpendapat negara tersebut tidak menjadi Daarul harbi, sampai terpenuhi tiga syarat, yaitu Pertama ; negara tersebut berbatasan langsung dengan Daarul harbi dan tidak diselingi dengan Daarul Islam. Kedua ; di negara tersebut tidak ada lagi seorang muslim atau kafir dzimmi yang bisa hidup dengan aman, dan Ketiga ; Di negara tersebut berlaku hukum-hukum mereka (kafir). ----Ibnu Qudamah berkata---Dasar pendapat kami adalah karena negara tersebut dikuasai orang-orang kafir, dan hukum-hukum kafir diberlakukan. Maka negara tersebut menjadi Daarul harbi.” [Al Mughni Ma’a Syarhu Al Kabir 10/95].<br /><br />Di sini, Imam Ibnu Qudamah menjadikan jenis hukum yang berlaku di sebuah negara sebagai standar penilaian status sebuah negara.<br /><br />Imam Asy Syarkhasi mengatakan dalam syarah (penjelasan) beliau atas kitab as siyaru al kabiru,”Sebuah negara berubah menjadi negara kaum muslimin dengan dipraktekkannya hukum-hukum Islam.” [As Siyaru al Kabir 5/2197].<br /><br />Al qadhi Abu Ya’la Al Hanbali mengatakan,” Setiap negara di mana hukum yang dominan (superioritas hukum) adalah hukum-hukum kafir dan bukannya hukum-hukum Islam, adalah Daarul kufri.” [Al Mu’tamadu Fi Ushuli Dien hal. 276, Daarul Masyriq, Beirut, 1974].<br /><br />Demikian juga yang dikatakan oleh Abdul Qahir Al baghdadi dalam bukunya, Ushulu Dien hal. 270, cetakan 2, Daarul Kutub Al Ilmiyah, Beirut. Syaikh Manshur Al Bahuti mengatakan,” Wajib hijrah bagi orang yang tidak mampu idzharu dien di sebuah Daarul harbi, yaitu negara di mana superioritas hukum adalah hukum-hukum kafir.” [Kasyful Qana’ 3/43].<br /><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Manaathul Hukmi (Standar penilaian) status negara </span><br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Manaathul Hukmi adalah ‘ilah (alasan). Alasan hukum disebut manaath karena menjadi tempat menggantungkan hukum. Dinamakan juga ‘ilah (alasan hukum) karena berpengaruh dalam tempat tersebut, sebagaimana pengaruh sakit. Jadi, ‘Ilah adalah sifat yang sebuah hukum dikaitkan dengan keberadaan sifat tersebut. Jika sifat tersebut ada, maka hukum pun ada. Bila sifat tersebut tidak ada, maka hukumpun tidak ada. Inilah yang dimaksud dengan perkataan para ulama (al hukmu yaduudru ma’a ‘ilatihi wujudan wa ‘adaman) {ada tidaknya sebuah hukum bergantung kepada ada tidaknya ‘ilah).<br /><br />Perkataan para ulama di atas telah menyebutkan dua sebab dalam menghukumi sebuah negara :<br /><span style="display: block;" id="formatbar_Buttons"><span class="on down" style="display: block;" id="formatbar_JustifyCenter" title="Rata Tengah" onmouseover="ButtonHoverOn(this);" onmouseout="ButtonHoverOff(this);" onmouseup="" onmousedown="CheckFormatting(event);FormatbarButton('richeditorframe', this, 11);ButtonMouseDown(this);"><img src="img/blank.gif" alt="Rata Tengah" class="gl_align_center" border="0" /></span></span><br />Pertama.<br />Kekuatan dan dominasi. Sebagaimana dikatakan oleh Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan,” Karena sebuah tempat {wilayah) dinisbahkan kepada kita atau kepada mereka berdasar kekuatan dan dominasi.”<br /><br />Kedua.<br />Jenis hukum yang diberlakukan di tempat tersebut, sebagaimana terdapat dalam semua pendapat ulama yang kami nukil di atas. Setelah diteliti, dua sebab ini ternyata kembalinya kepada satu sebab, yaitu alasan hukum yang berlaku di negara tersebut. Antara dua pendapat ini sebenarnya tidak ada kontradiksi, karena dominasi dan hukum itu dua hal yang berkaitan erat. Orang yang berkuasa (mendominasi) tidak disebut mendominasi kecuali jika ia yang memegang kekuasaan memerintah dan melarang. Perintah dan larangan merupakan bentuk paling penting dari adanya dominasi dan kekuasaan. Penguasa muslim akan menerapkan hukum-hukum Islam, sebab kalau tidak ia bukanlah seorang muslim. Sementara penguasa kafir akan menerapkan hukum kafir. Dengan ini jelaslah, bahwa alasan penamaan sebuah negara adalah jenis hukum yang diberlakukan di negara tersebut, yang menunjukkan siapa yang berkuasa dan mendominasi di negara tersebut.<br /><br />Sebagaimana dikatakan oleh Abu Yusuf dan Muhammad bi Hasan –dinukil oleh Imam Syarkhasi---:<br />“ Setiap tempat di mana hukum syirik mendominasi, maka kekuatan di negara tersebut berada di tangan orang-orang musyrik, maka negara tersebut adalah Daarul harbi. Sedang negara manapun di mana yang mendominasi adalah hukum-hukum Islam, maka kekuatan di negara tersebut berada di tangan umat Islam.”<br /><br />Dalam pembahasan jika orang-orang kafir menguasai Daarul Islam, akan diterangkan bahwa manakala orang-orang kafir menguasai Daarul Islam, sementara hukum-hukum Islam masih tetap diberlakukan di negara tersebut (diistilahkan dengan al istila’ an naqish), negara tersebut tetap menjadi Daarul Islam. Hal ini menunjukkan bahwa alasan penamaan sebuah negara terletak pada faktor hukum-hukum yang diterapkan.<br /><br />Dengan demikian bisa dipahami bahwa alasan penamaan terletak pada faktor hukum-hukum yang diterapkan di sebuah negara, merupakan sebuah sifat yang sudah tepat untuk menarik kesimpulan, dikarenakan faktor hukumlah ---dan bukan penguasa---yang akan menbentuk sebuah negara. Hukum-hukum Islam, dengan berbagai perintah dan larangannya, akan membentuk (mencetak) sebuah negara menjadi negara yang Islami. Demikian juga, hukum-hukum kafir dengan segala perintah, larangan dan permisifismenya akan membentuk (mencetak) sebuah negara menjadi negara kafir yang memperbolehkan murtad, atheisme, menghujat agama tanpa adanya sedikitpun larangan dan hukuman, diperbolehkannya riba, perzinaan, minuman keras, tabaruj (pamer aurat). Ikhtilat (campur baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram), tidak dihukumnya orang yang tidak sholat, zakat dan shiyam, sebaliknya orang yang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar), apalagi bila dengan tangan (kekuatan), akan mendapat hukuman. Meraja lelanya kondisi seperti ini, dan kondisi-kondisi semisal menunjukkan sifat sebuah Daarul kufri. Maka hukum-hukumlah yang mencetak sebuah negara, bukan penguasanya. Jika seorang penguasa ingin mencetak karakter sebuah negara, ia tidak akan mampu kecuali melalui seperangkat perintah dan larangan. Itulah faktor hukum, yang terdiri dari perintah, larangan dan pembolehan, sementara penguasa adalah orang yang menjalankannya dengan menggunakan kekuasaan di tangannya.<br /><br />Di antara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa alasan penamaan sebuah negara adalah faktor hukum, yang mencerminkan pihak yang berkuasa di negara tersebut, adalah :<br /><br />·firman Allah Ta’ala :<br />“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya:"Dalam keadaan bagaimana kamu ini". Mereka menjawab:"Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata:"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dibumi itu". [QS. An Nisa’ :97].<br /><br />Kondisi orang mukmin sebagai orang yang tertindas di sebuah negara, menunjukkan bahwa dominasi di negara tersebut berada di tangan orang-orang kafir.<br /><br />Ayat yang semisal adalah firman Allah Ta’ala :<br />“Pemuka-pemuka dari kaum Syu'aib yang menyombongkan diri berkata:"Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syu'aib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami". Berkata Syu'aib:"Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya". (QS. 7:88)<br /><br />Penisbahan dalam kata”qaryatina” menunjukkan kepemilikan, artinya kota orang-orang kafir yang menyombongkan diri. Kepemilikan dan penguasaan mereka terhadap kota itu ditunjukkan oleh ancaman mereka kepada orang-orang mukmin dengan pengusiran dari kota tersebut. Ini menunjukkan bahwa merekalah pemegang perintah dan larangan. Ini menunjukkan bahwa Daarul kufri adalah negara di mana kekuasaan berada di tangan orang-orang kafir, serta perintah dan larangan berada di tangan orang-orang kafir. Perintah dan larangan adalah hukum-hukum, dan pertanda kekuasaan serta dominasi.<br /><br />Ayat yang senada dengan ayat ini adalah firman Allah Ta’ala :<br />"Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka:"Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami".Maka Rabb mewahyukan kepada mereka:"Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu, (QS. 14:13)<br /><br />Makna ayat ini seperti makna ayat sebelumnya. Semua ayat ini menunjukkan bahwa Daarul kufri adalah negara di mana kekuasaan dan hukum-hukum berada di tangan orang-orang kafir.<br /><br />Rasulullah bersabda setelah fathu Makkah :<br />“Tidak ada hijrah setelah penaklukan Makkah.” (Muttafaq ‘alaihi)<br /><br />Sebelumnya hijrah dari Makkah hukumnya wajib karena saat itu Makkah masih Daarul kufri, namun dengan terjadinya penaklukan Makkah, statusnya berubah menjadi Daarul Islam sehingga kewajiban hijrah dari Makkah gugur. Perubahan yang terjadi dengan adanya penaklukan Makkah yang diikuti dengan perubahan hukum yang berlaku di Makkah, adalah perubahan tangan yang berkuasa di Makkah, dari tangan orang-orang kafir ke tangan orang-orang Islam. Perubahan ini diikuti dengan perubahan hukum yang berlaku di Makkah. Hal ini menunjukkan bahwa sebab penamaan sebuah negara tergantung kepada penguasa dan hukum-hukum yang diberlakukan. Karena sesungguhnya seorang kafir akan memerintah dengan hukum-hukum kafir, orang-orang Islam akan memerintah dengan hukum Islam. Kalau seorang muslim tidak memerintah dengan hukum Islam, maka ia telah kafir.<br /><br />Dalam menerangkan alasan status sebuah negara ini, Imam Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan,” Karena sebuah negara dinisbahkan kepada pihak yang mendominasi, menguasai dan memiliki negara tersebut.” [Al Muhalla 11/200].<br /><br />Inilah alasan penamaan sebuah negara.<br /><br /><br /></div><div style="font-weight: bold; text-align: center;">Tanqihul Manaath atas sebuah negara<br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Syaikh Muhammad Amin Assy Syanqithi mengatakan ; Secara tinjauan bahasa, tanqih berarti menapis dan memurnikan. Tanqihul manaath berarti menyeleksi ‘ilah (alasan hukum) dan membersihkannya dengan cara membuang apa yang tidak bisa dijadikan ‘ilah sebuah hukum, dan menerima ‘ilah yang benar-benar bisa dijadikan ‘ilah sebuah hukum.” [Mudzakiratu Ushulil Fiqhi hal. 292].<br /><br />Dalam hal ini, sebagian pihak telah salah ketika mereka mengira bahwa menetapnya banyak umat Islam di beberapa negara dengan aman dan mampu melaksanakan beberapa syiar agama mereka, seperti adzan, sholat, shaum dan lain-lain, sudah cukup untuk menganggap negara tersebut sebagai negara Islam. Bahkan sebagian pihak menyatakan , bagaimana kalian mengatakan negara fulan adalah negara kafir, padahal di ibukotanya ada lebih dari seribu masjid ? Ini semua jelas bukan standar dalam menilai status sebuah negara, sebagaimana telah kami jelaskan di atas bahwa standar untuk menilai sebuah negara terletak pada faktor pihak yang berkuasa dan hukum-hukum yang diberlakukan. Sifat-sifat lain bukanlah sebagai standar dalam menilai status sebuah negara.<br /><br />Di antara sifat-sifat lain yang harus dibuang dalam kasus ini sebagai bentuk dari tanqihul manaath , adalah sebagai berikut :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1-Agama mayoritas warga negara tidak berpengaruh terhadap status sebuah negara</span><br /><br />Dasarnya adalah Khaibar yang ditinggali oleh kaum Yahudi. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menaklukkannya pada tahun 7 H, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menyetujui kaum Yahudi tetap tinggal di Khaibar dan menggarap lahan pertaniannya (hadits Bukhari no. 4248), Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam lalu mengutus seorang shahabat Anshar sebagai amir (penguasa) Khaibar {hadits Bukhari no. 4246). Jadi, sebagian besar warga negara Khaibar adalah kaum Yahudi --- sampai ketika Umar bin Khathab mengusir mereka pada masa kekhilafahannya ---, meski demikian hal ini tidak menghalangi status Khaibar sebagai sebuah negara Islam, karena Khaibar berada di bawah kekuasaan kaum muslimin dan hukum-hukum Islam diberlakukan di Khaibar.<br /><br />Dalam hal ini, Imam Ibnu Hazm menyatakan ; Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam<br />“Saya berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah orang-orang musyrik”<br /><br />Menjelaskan pendapat kami ini. Maksud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dari hadits ini adalah Daarul harbi. Karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam telah mengangkat para pejabat beliau (anshar) untuk daerah Khaibar, padahal seluruh warga negaranya adalah kaum Yahudi. Jika sebuah negara ditinggali oleh ahlu dzimah semata, tidak ada selain mereka (kaum muslimin) yang hidup bersama mereka, maka apabila ada orang Islam yang tinggal di tengah mereka untuk menjalankan pemerintahan atau berdagang, ia tidak disebut sebagai orang kafir atau orang Islam yang berbuat kesalahan, melainkan ia adalah seorang muslim yang berbuat baik. Negara tersebut adalah negara Islam, bukan negara syirik, karena sebuah negara itu hanya dinisbahkan kepada pihak yang berkuasa dan memerintahnya.” [Al Muhalla 11/200].<br /><br />Abul Qasim Ar Rafi’i Asy Syafi’i mengatakan,” Bukanlah syarat sebuah negara sebagai negara Islam itu hendaknya di dalamnya ada kaum muslimin, melainkan cukup dengan keberadaan negara tersebut berada di bawah pemerintahan penguasa muslim.” [Fathul Aziz Syarhu Al Wajiz 8/14].<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">2-Pelaksanaan sebagian syiar-syiar Islam atau kafir tidak berpengaruh terhadap status sebuah negara </span><br /><br />Ketika masih di Makkah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sudah melaksanakan Dien secara terang-terangan. Beliau mendakwahkan Islam, menampakkan secara terang-terangan permusuhan dan berlepas dirinya beliau dari orang-orang musyrik dan apa yang mereka ibadahi.<br /><br />Sebagian shahabat juga melaksanakan sholat dan membaca Al Qur’an secara terang-terangan. Meski demikian, Makkah tidak berubah statusnya menjadi sebuah negara Islam. Kaum muslimin bahkan berhijrah dari Makkah karena kekuasaan di Makkah berada di tangan orag-orang kafir. Dari sini, jelaslah kesalahan pendapat Imam Al-Mawardi yang mengatakan ; (Jika mampu melaksanakan secara terang-terangan ajaran dien di sebuah negara orang-orang kafir, maka negara tersebut berubah statusnya menjadi negara Islam. Menetap di negara tersebut lebih utama dari berpindah darinya, karena diharapkan penduduk lain akan ikut masuk Islam) [Fathul Baari 7/229].<br /><br />Imam Asy Syaukani menukil pendapat ini lantas mengkritiknya (Pendapat ini jelas bertentangan dengan hadits-hadits yang mengharamkan menetap di sebuah negara kafir) [Nailul Authar 8/178].<br /><br />Demikian juga sebaliknya. Adanya beberapa orang kafir –seperti ahlu dzimah—di sebuah negara Islam dan mereka melaksanakan ajaran-ajaran agama mereka secara terang-terangan, tidaklah mengubah status negara menjadi negara kafir, karena pelaksanaan ajaran-ajaran agama kafir mereka secara terang-terangan bukan berasal dari kekuasaan mereka, melainkan dari izin kaum muslimin.<br /><br />Dengan demikian, pelaksanaan syiar-syiar agama secara terang-terangan tidak berpengaruh atas status sebuah negara. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy Syaukani ; (Standarnya adalah kebijakan pemerintahan. Jika perintah dan larangan di negara tersebut berada di tangan umat Islam, di mana orang-orang kafir tidak bisa menampakkan ajaran-ajaran kekafiran mereka kecuali setelah mendapat izin dari kaum muslimin, maka negara tersebut adalah negara Islam. Adanya pelaksanaan ajaran-ajaran kekafiran secara terang-terangan di negara tersebut sama sekali tidak berpengaruh, karena hal itu dilaksanakan bukan berawal dari kekuatan orang-orang kafir, juga bukan dari berkuasanya mereka, sebagaimana hal ini bisa disaksikan pada Ahlu dzimmah Yahudi dan Nasrani, serta ahlu ‘ahdi yang tinggal di kota-kota kaum muslimin. Hukum ini juga berlaku sebaliknya]. [As Sailu Al-Jarrar 4/575].<br /><br /><br /><span style="font-weight: bold;">3-Keamanan yang dirasakan oleh sebagian warga negara tidak berpengaruh atas status sebuah negara</span><br /><br />Orang-orang kafir ahlu dzimmah bisa hidup dengan aman di negara Islam, namun hal ini tidak merubah status negara Islam tersebut. Kaum muslimin yang berhijrah ke Habasyah bisa menetap dengan aman, namun hal ini tidak merubah status negara kafir Habasyah menjadi negara Islam. Pada rentang waktu perjanjian damai Rasulullah dengan orang-orang kafir Makkah (perjanjian Hudaibiyah sampai penaklukan Makkah), kaum muslimin juga menetap dengan aman di Makkah, sehingga mereka bisa melaksanakan umrah qadha’. Keamanan ini tidak merubah status negara Makkah dari negara kafir menjadi negara Islam. Sampai akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam menaklukkannya. Beliau bersabda : (Tidak ada hijrah setelah penaklukan Makkah). Beliau tidak bersabda (Tidak ada hijrah setelah perjanjian Hudaibiyah).<br /><br />Hadits ini menerangkan bahwa standar penilaian status sebuah negara adalah kekuasaan, bukan sekedar keamanan.<br /><br />Demikianlah pembahasan tentang tanqihul manaath dan pengetahuan tentang standar penilaian status sebuah negara. Dari sini anda mengetahui bahwa pada hari ini, negara-negara dengan mayoritas penduduk kaum muslimin namun diperintah oleh pemerintahan murtad yang menerapkan undang-undang positif kafir, adalah negara-negara kafir sekalipun mayoritas warga negaranya adalah kaum muslimin yang bisa melaksanakan syiar-syiar Islam seperti sholat Jum’at, sholat berjama’ah dan lainnya dengan aman. Negara-negara tersebut adalah negara kafir karena kekuasaan berada di tangan orang-orang kafir dan undang-undang yang berlaku adalah undang-undang kafir. Kaum muslimin bisa melaksanakan sebagian syiar-syiar mereka, bukan karena mereka berkuasa, melainkan karena diizinkan oleh penguasa kafir. Jika penguasa kafir tersebut ingin merubah keamanan menjadi ketakutan dan fitnah lewat kekuasaan dan tentaranya, tentulah penguasa kafir tersebut (dengan mudah) bisa melakukannya, seperti realita yang hari ini di banyak negara dengan mengatasnamakan perang melawan terorisme dan kaum fundamentalis.<br /><br /><br /></div><div style="font-weight: bold; text-align: justify;"><div style="text-align: center;">Cabang-cabang Pembagian negara kafir<br /></div><br /></div><div style="text-align: justify;">Negara kafir dibagi dalam beberapa bagian, menurut berbagai tinjauan.<br /><br />Nama yang disepakati adalah negara kafir atau negara syirik.<br /><br />Pembagiannya sebagai berikut :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1-Dilihat dari sudut pandang apakah kekafiran terjadi sejak awal atau belakangan, menjadi;</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">·Negara kafir asli ; </span><br />yaitu negara yang sebelumnya bekun pernah dikuasai oleh Islam, seperti Jepang, China Timur, Inggris, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Australia.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">·Negara kafir insidental ; </span><br />yaitu negara yang dalam suatu masa pernah menjadi negara Islam, namun kemudian dikuasai oleh orang-orang kafir. Seperti Andalusia (spanyol dan Portugal hari ini), Palestina, negara-negara Eropa Timur yang dahulu berada di bawah kekuasaan daulah Utsmaniyah, seperti Rumania, Bulgaria, Yugoslavia (Bosnia, Serbia, Kroasia hari ini), Yunani dan Albania.<br />·Negara murtad ; bagian dari negara kafir insidental, yaitu negara yang dalam suatu masa pernah menjadi negara Islam lalu dikuasai oleh orang-orang murtad dan mereka memberlakukan hukum-hukum kafir. Seperti negara-negara yang hari ini disebut sebagai negara-negara Islam, termasuk di dalamnya negara-negara arab. Dalam rentang waktu yang lama, mayoritas negara-negara ini adalah negara kafir insidental karena diperintah oleh negara-negara kolonialis salibis yang menerapkan undang-undang kafir, mereka kemudian meninggalkan negara-negara ini dan pemerintahan diteruskan oleh orang-orang murtad dari penduduk pribumi. Ada beberapa perbedaan hukum fiqih antara negara kafir dan negara murtad, disebutkan oleh Al Mawardi dalam (Al Ahkam As Sulthaniyah hal. 57, cetakan Al Halabi).<br /><br />Saya perlu mengingatkan di sini bahwa dalam beberapa buku karangan saya, saya sering menyebut negara-negara seperti ini dengan istilah negara-negara kaum muslimin, dengan melihat kepada mayoritas penduduknya yang merupakan umat Islam. Namun istilah (negara-negara kaum muslimin) ini tidak sama dengan istilah (negara Islam).<br /><br />Negara-negara kaum muslimin tetap adalah negara kafir dan murtad, jihad melawan pemerintahan yang menguasainya adalah fardhu ‘ain bagi kaum muslimin yang menjadi warga negaranya, sebagaimana sering saya sebutkan dalam banyak tempat dalam buku-buku saya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Dari sisi hubungannya dengan Negara Islam, Darul Kufr (negara kafir) terbagi menjadi :</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">A. Daarul Harb (negara kafir syah secara syar’i diperangi)</span><br />yaitu negara yang tidak ada antara ia dengan negara Islam suatu ikatan perjanjian damai maupun perjanjian gencatan senjata dan tidak mesti disyaratkan negara tersebut melancarkan peperangan (terhadap Islam dan kaum Muslimin) untuk definisi ini. Bahkan sudah cukup dengan tidak adanya ikatan perjanjian damai dengan nagara Islam sebagaimana yang telah kami sebutkan. Dalam artian, syah bagi kaum muslimin memerangi penduduk negara ini kapan saja mereke mau. Dari sinilah negeri itu dinamakan Daarul Harb (Negeri yang syah secara Syar’I untuk diperangi)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">B. Daarul 'Ahdi </span><br />yaitu negeri yang antara ia dengan negara Islam ada ikatan perjanjian (dengan syarat kompensasi yang diserahkan kepada negara Islam), penjanjian damai atau perjanjian gencatan senjata sebagaimana Mekkah pada tempo antara masa Perjanjian Hudaybiyah sampai Fathu Makkah (6-8H).<br /><br />Dan tidak boleh melakukan perjanjian kepada kuffar untuk damai dan tidak melakukan peperangan melainkan atas dasar melihat kemaslahatan kaum muslimin seperti misalnya kaum muslimin lemah berdasarkan firman Allah Ta’ala :<br />“janganlah kalian merasa lemah dan mengajak damai padahal kalianlah yang paling tinggi (QS Muhammad : 35)<br /><br />Hal itu disebabkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan kita memerangi Kuffar hingga seluruh Diin hanyalah milik Allah dan Dia tidak mewajibkan kita untuk memberikan perdamaian atau perjanjian kepada mereka kecuali saat kita memerlukannya.<br /><br />Allah Ta’ala berfirman<br />“maka bunuhlah orang -orang musyrik di mana saja kalian jumpai mereka (QS At-taubah :5)<br /><br />Dan Allah Ta’ala berfirman :<br />“Dan perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan Diin seluruhnya milik Allah (QS Al-anfal 39)<br /><br />Lihat Al Mughni dengan syarh Kabir juz 10/517 dan Sair Kabir oleh Muhammad bin Hasan 5/1689.<br /><br />Tidak boleh melakukan akad hudnah (perjanjian genjatan senjata) kecuali Imam kaum muslimin atau yang mewakilinya. Melihat tidak adanya Imam pada zaman kita ini maka tidak diakui perjanjian perjanjian antar negara maupun internasional apapun yang di teken oleh penguasa -penguasa kafir dikarenakan perjanjian tersebut dikeluarkan oleh pihak yang tidak punya legalitas kekuasaan secara syar'ie atas kaum muslimin. Maka adaanya perjanjian tersebut sama dengan tidak adanya. Sebab apa yang secara hukum tidak ada itu sebagaimana tidak adanya secara substansi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. Dari sisi keamanan diri seorang muslim di negara kafir maka Negara kafir terbagi menjadi :</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">A. Daarul Amni ( negara Aman)</span><br /> yaitu negara yang seorang muslim merasa aman akan dirinya di negara tersebut seperti Habasyah pada awal masa Islam tatkala para shahabat hijrah ke sana demi menghindari kebengisan orang kafir mekkah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">B. Daarul Fitnah </span><br />yaitu negara yang seorang muslim tidak merasa aman di sana seperti Mekkah pada masa awal Islam dan seperti sebagian besar negara-negara murtad pada hari ini.<br /><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Pelajaran Lain : Cabang – Pembagian Negara Islam</span><br /><br /></div><div style="text-align: justify;">Terkadang muncul istilah istilah khusus tentang pembagian negara Islam secara parsial pada kitab-kitab Ulama seperti :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Daarul Baghyi </span><br />yakni negeri yang mana sebuah kelompok bughat (pemberontak) atau khawarij menyendiri pada suatu wilayah di dalam negara Islam dan mereka independen menjalankan hukum-hukum di sana. kebalikan dari darul baghyi ini adalah Daarul Adl suatu negeri yang berada dibawah kekuasaan Imam kaum muslimin.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Daarul Fusqy </span><br />yakni manakala kefasikan merata di suatu wilayah dalam negara Islam. Berkata Syaukani: "Ja'far bin Mubasy-syir serta sebagian kalangan Hadawiyah berpendapat akan wajibnya hijrah dari Daarul Fusqy (negeri penuh kefasikan) dengan menqiyaskan kepada negara kafir. Padahal ini merupakan qiyas dengan sesuatu yang berbeda. Maka yang benar adalah tidak wajibnya hijrah dari Daarul fusqy sebab ia tetap sebagai Negara Islam (Naiul Author 8/179)<br /><br />Saya katakan: akan tetapi dianjurkan meninggalkan negeri yang banyak tersebar di dalamnya kemaksiatan sebagaimana pada hadits tentang pembunuh seratus orang. Dalam hadits tersebut, orang itu diberi tahu oleh orang alim tentang upaya yang membantunya untuk taubat adalah berpindah dari negerinya yang telah ia sifatkan sebagai negeri yang buruk dan supaya ia pergi ke negeri yang terdapat di sana orang-orang saleh yang bersama mereka ia dapat beribadah kepada Allah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. Daar Ahli Dzimmah </span><br />yaitu negeri yang bukan Daarul 'Ahdi atau Daarul Sulhi (negara yang mengikat perjanjian damai dengan Daulah Islamiyah) yang keduanya termasuk bagian dari negara kafir. Adapun Daar Ahli Dzimmah maka ia adalah negara Islam sebagaimana Khaibar setelah ditaklukkan kaum Muslimin pada masa Nabi Shalallahu 'alaihi wa Sallam. Sifat Daar Ahli Dzimmah adalah sebagaimana yang dikatakan Muhammad bin Hasan Rahimahullah ;"Jika amir pasukan mengepung penduduk salah satu kota musuh lalu sebagian mereka menyatakan kami menyerah dan yang lain menyatakan kami menjadi ahli Dzimmah dan tetap berada ditempat tinggal kami. Jika kaum muslimin mampu menjadikan bersama mereka orang yang mampu memerangi Ahlul Harb yang ada pada mereka dan memberlakukan pada mereka hukum Islam maka amir tersebut harus melakukannya". Berkata pensyarah Sarkhasyi : "Sebab memberlakukan hukum-hukum kaum muslimin di negeri mereka (Kafir) masih bisa dan negeri tersebut menjadi negeri kaum muslimin lewat pemberlakuan hukum-hukum kaum muslimin. Maka Imam menjadikannya sebagai negara Islam dan penduduknya sebagai ahlu Dzimmah, (Sair Kabiir 5/2196-2197).<br /><br />Demikian penjelasannya. Maksud penyebutan bagian - bagian ini adalah dalam rangka mengenalkan pada pelajar jika mereka mau membacanya pada kitab-kitab.<br /><br /><br /></div><div style="font-weight: bold; text-align: center;">D. Permasalahan Keempat : Perubahan Status Negera dan Hukumnya<br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Sifat negeri bukanlah sifat yang lazim selamanya namun ia sifat ada yang dapat berubah berdasarkan kekuasaan yang mendominasi atasnya dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya. Adakalanya sebuah negeri sebagai negara kafir pada suatu waktu kemudian berubah menjadi negara Islam. Dan adakalanya sebuah negeri itu sebagai negara Islam kemudian berubah menjadi negara kafir sebagaimana Andalus dan Palestina.<br /><br />Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah :"keberadaan wilayah sebagai Daarul Kufri atau Daarul Islam dan Iman, Daar Silmy atau Harb , Daar Tho'ah atau Maksiah, Daarul Mukiminin atau Fasiqin merupakan sifat-sifat yang temporal bukan paten. Bisa jadi negeri tersebut berpindah dari satu status ke status yang lain sebagaimana seseorang berpindah dari kafir kepada Iman dan Ilmu. Demikian pula sebaliknya. (Majmu' Fatawa 27/45 dan beliau ulang masalah ini pada juz 18/282-284, juz 27/143-144)<br /><br />Ibnu Hajar Al Haytamy berpendapat dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj li Syarhil Minhaj dalam fiqh Syafi'iyah berpendapat bahwa negara Islam tidak dapat berubah menjadi negara kafir sekalipun dikuasai oleh orang Kuffar dan diberlakukan di dalamnya hukum-hukum mereka.<br /><br />Beliau berdalil dengan hadist ;<br />Islam itu unggul dan tidak ada yang mengunggulinya (diriwayatkan oleh Daarul Quthni dengan sanad hasan dari 'Aid bin 'Amru secara marfu' dan oleh Bukhori secara ta'lik dalam kitab janaiz, Fathul Bari 3/218-220)<br /><br />Sebagian orang mu'asyirin (kini) berpegangan dengan pendapat Ibnu Hajar Al-Haytamy ini. Padahal rusaknya pendapat ini sangat jelas sebab dalil - dalil khusus yang menunjukkan bahwasanya Manaathul Hukmi (Standar Penilaian) atas sebuah negeri adalah dominasi kekuasan dan hukum dan telah kami sebutkan dalam penjelasan tentang Manaathul Hukmi.<br /><br />Dalil dalil khusus ini mengalahkan dalil-dalil umum sebagaimana yang dijadikan sebagai dalil oleh Ibnu Hajar. Para Ulama telah berijma' akan keharusan mendahulukan dalil khusus atas dalil umum, seperti mendahulukan firman Allah subhanahu wa Ta’ala: "dan wanita - wanita yang hamil tempo iddah mereka adalah hingga melahirkan kandungannya (At Talaq: 4) didahulukan atas firman Allah Subhanahu wa Ta’ala "dan wanita-wanita yang ditalaq menunggu masa Iddahnya 3 kali quru'/suci" (Al Baqarah :228)<br /><br />Para Ulamapun tidak berselisih pendapat dalam hal ini. Seandainya perkataan Ibnu Hajar itu benar niscaya bolehlah menyatakan "Bahwa seorang muslim tidak akan kafir selamanya sekalipun telah ada kekufuran padanya, sebab " Islam itu unggul dan tidak ada yang mengunggulinya" ini jelas menyelesihi Nash dan Ijma'. Nabi Shalallahu 'alahi wa Sallam bersabda "Barangsiapa yang mengganti Diinnya maka bunuhlah ia".<br /><br />Nash umum yang dijadikan dalil oleh Ibnu Hajar ini tidak sepatutnya berbenturan dengan nash-nash khusus pada tiap masalah dan tidak selayaknya pula berkonsekwensi munculnya hukum -hukum seperti ini. Perkataan beliau bahwa negara Islam tidak dapat berubah menjadi negara kafir yang jelas berbenturan dengan dalil-dalil, perkataannya ini menyelisihi pendapat jumhur Fuqoha.<br /><br />Jika kita misalkan pendapat ini benar niscaya Spanyol yang Nasrani itu haruslah sebagai negara Islam pada hari ini sebab dahulunya ia adalah negara Islam dari kalangan Andalusia. Ini maknanya wajib atas setiap muslim hijrah ke negara Islam di Spanyol dan menerima dengan kerelaan hati berlakunya hukum hukum kuffar di sana atas dirinya. Dan haram atas kaum muslimin hijrah meninggalkan Spanyol sebab tidak ada hijrah dari negara Islam dan haram pula bagi kaum muslimin menyerbu Spanyol yang Nasrani itu sebab ia sebagai negara Islam. Seandainya orang orang kuffar menyerang Spanyol niscaya wajib atas seorang muslim untuk berangkat mempertahankan negara Islam di Spanyol dan seterusnya dan seterusnya sebagai konsekwensi perkataan Ibnu Hajar tadi yang mana itu sebagai konsekwensi yang tidak dapat dihindari. Kerusakan pendapat ini berikut konsekwensinya tidak perlu lagi dikupas karena telah jelas rusaknya.<br /><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">Efek Berkuasanya Orang Kuffar Atas Negara Islam</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Efek tersebut ada dua macam yaitu :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Kekuasaan secara total; </span><br />yaitu apabila orang kuffar menguasai negara Islam dan memberlakukan di dalamnya hukum hukum kafir. Maka negeri ini menjadi negara kafir karena terwujudnya Manaath (standar penilaian) di dalamnya sebagaimana yang telah kami sebutkan pada definisi ulama tentang negara kafir. Termasuk dalam hal ini negeri-negeri kaum Muslimin yang dihukumi dengan undang-undang positif, dinyatakan sebagai negara kafir.<br /><br />Pembagian ini disebutkan oleh Sulaiman bin Sahman An Najdi 1349 H dalam syairnya<br /></div>‘jika orang kafir menguasai negara Islam dan ketakutan menghinggapinya<br />Ia berlakukan didalamnya hukum hukum kafir secara terang-terangan dan ia tampakkan tanpa keraguan<br />Dengannya ia babat hukum hukum Muhammad, Islam tidak lagi tampak dan dianut di sana<br />Maka itulah negara kafir<br />menurut semua ulama peneliti sebagaimana yang dikatakan orang yang paham agama<br />dan tidaklah setiap orang yang di sana dinyatakan kafir, berapa banyak diantara mereka seseorang beramal sholeh (Islam)”<br /><br />Dinukil dari al muwalah wal mu'adah oleh Mahmas Jal'uud 2/522<br /><div style="text-align: justify;"><br />Syaikh Muhammad bin Ibrohim Ali Syaikh ditanya : "Wajibkah hijrah dari negeri-negeri kaum muslimin yang dihukumi dengan undang- undang positif ?<br /><br />Beliau menjawab : "Negeri yang dihukumi dengan Undang undang positif bukanlah negeri Islam dan wajib hijrah darinya. Demikian pula jika berhala-berhala nampak tanpa diingkari dan dirubah maka wajiblah hijrah. Kekufuran itu adalah dengan tersebarnya kekufuran, maka negeri ini sebagai negeri kafir". Dari fatawa dan risalah Syaikh Muhammad bin Ibrahim Ali Syaikh, dihimpun oleh Muhammad bin Abdurrahman bin Qasim cetakan 1399H Makkah Mukaramah juz 6/188<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Penguasaan secara tidak total; </span><br />yaitu jika orang-orang kafir mengusai negara Islam akan tetapi hukum-hukum Islam masih tetap berlaku di negeri tersebut. Contohnya, berkuasanya orang orang Tartar atas negeri Syam pada akhir abad 7 H. Bukti sejarah menyatakan; mereka itu menyetujui adanya para qodhi yang memutuskan hukum dengan syari’at antara kaum muslimin. Kendati demikian para ulama mengkafirkan orang Tartar karena menjalankan hukum antara mereka dengan undang undang sesepuh mereka, Jengish Khan (Ilyasic). Lihat buku al 'Ibroh oleh Shiddiq Hasan Khon hal 232 dan buku Watsaiqul Hurub Sholibiyah wal Ghazwy al Magholy oleh Muhammad Mahir Hamadah. Riwayat yang dinukil dari para fuqoha masa itu menyatakan bahwa negeri tersebut tidaklah berubah menjadi negeri kafir selama hukum hukum syari’at tegak. lihat al 'Ibroh oleh Shiddiq Hasan Khon hal 232 dan seterusnya.<br /><br />Namun yang benar adalah jika orang orang kafir menguasai negara Islam dan hukum hukum Islam tetap tegak maka harus dibedakan antara tegaknya hukum itu lantaran sebab kekuatan kaum muslimin ataukah lantaran sebab izin yang diberikan oleh pihak kuffar. Jika hukum hukum Islam tetap berlaku disebabkan sebelumnya oleh kekuatan kaum muslimin maka ia sebagai negara Islam. Inilah gambaran lalu yang terjadi di negeri Syam dengan berkuasanya orang-orang Tartar. Hal ini tidaklah mungkin terjadi melainkan sekedar basa basi orang kafir yang berkuasa supaya tidak membangkitkan kemarahan kaum muslimin jika ia membabat hukum-hukum Islam sekaligus dan tidaklah orang orang kafir melakukan basa basi melainkan saat ia sudah tidak mampu lagi menguasai negeri secara mutlaq.<br /><br />Inilah kondisi Syam pada waktu itu. Sebelumnya, peperangan sengit terjadi antara Tartar dengan penduduk Syam dan Mesir sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Katsir pada awal Juz 14 dalam Bidayah wa Nihayah. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah turut serta dalam sebagian peperangan ini. Maka dengan tidak dikuasainya secara total negeri tersebut dan tetap berlakunya hukum-hukum Islam, negeri tersebut tetaplah sebagai negeri Islam. Sebagaimana negara Islam tetap seperti halnya jika penguasanya yang muslim murtad dan ia tidak merubah sedikitpun dari hukum-hukum Islam. Pada dua kondisi tersebut, wajib bagi kaum Muslimin memerangi penguasa yang kafir ( yang menguasai negara dengan kekuatan ataupun yang murtad) dalam rangka melengserkannya dan menegakkan Imam Muslim. Memerangi penguasa tersebut adalah Fardhu 'ain sebab ia sebagai Jihad Difa' (defensif,yakni merebut kembali negeri yang dikuasai oleh orang kafir)<br /><br />Adapun jika hukum-hukum Islam tetap berlaku di sebuah negeri bersamaan dengan berkuasanya orang kafir dan berlakunya hukum tersebut lantaran kebolehan yang diberikan dari pihak kafir yang berkuasa bukan disebabakan kaum muslimin maka ia sebagai negara kafir. Sebab jika ia mau membabatnya, ia pasti membabatnya. Gambaran ini terjadi di Andalus pada awal berkuasanya orang Spanyol sebagaimana yang disebutkan oleh Muhammad bin Ja'far al Katani dalam kitabnya Nasihatu ahlil Islam, Ia berkata "Syarat syarat perjanjian adalah menyerahnya penduduk Andalusia kepada orang Spanyol. Lihatlah, tatkala mereka telah membuat penduduk Andalusia terdesak dan mereka lemah dalam menghadapi orang Spanyol setelah perang berkepanjangan dan pengepungan yang dahsyat, akhirnya penduduk Andalusia mau masuk di bawah kekuasaan dan hukum mereka dengan syarat syarat yang mereka minta sekitar 55 dan katanya 67 syarat. Diantaranya; anak kecil dan orang tua diberi jaminan keamanan pada hal jiwa, keluarga dan harta, membiarkan masyarakat di tempat, tanah dan rumahnya masing masing, ditegakkannya syari’at mereka sebagaimana awalnya dan tidak boleh ada seorangpun yang menghikumi mereka kecuali dengan syari’at tersebut, Masjid masjid tetap sebagaimana semula demikian pula wakaf wakaf .... sampai perkataanya; maka ketika mereka (orang orang Spanyol) telah melihat seluruh persoalan telah mereka kuasai dan kaum muslimin telah terikat perjanjian perlindungan mereka dan mereka merasa telah mampu untuk menguasai kaum muslimin, mulailah mereka melakukan pengkhianatan. Mereka mulai melanggar syarat syarat yang diminta kaum muslimin satu demi satu pasal demi pasal hingga mereka melanggar seluruhnya dan hilanglah kehormatan kaum muslimin secara total. Merekapun dikuasai kehinaan yang dahsyat sampai perkataannya, kemudian mereka memaksa seluruh kaum muslimin untuk masuk nasrani dan meninggalkan syiar syiar Islam sekaligus "(Nasihatu Ahlil Islam cetakan maktabah Badr, Ribath 1409 H hal 102-103).<br /><br /><br />Di situ hukum syari’at pada awalnya tegak berkat izin yang diberikan oleh orang kafir dan ini tidak menghalangi dari menyebut negeri tersebut sebagai negeri kafir. Sebagaimana halnya ijin yang diberikan oleh penguasa muslim kepada Ahli Dzimmah untuk melakukan syiar-syiar mereka atau meminta keputusan hukum kepada pendeta pendeta mereka pada beberapa persoalan, tidaklah menghalangi negeri tersebut sebagai negara Islam. Berkata Shidiq Hasan Khon "Maka ketika kita mengetahui secara yakin dan pasti dengan menyaksikan atau mendengar secara mutawatir bahwa orang kuffar menguasai salah satu negeri Islam yang berdekatan dengan mereka dan dapat mengalahkannya, mereka menindas penduduknya dimana mereka tidak dapat menampakkan kalimat Islam melainkan dengan kebolehan dari pihak kuffar jadilah negeri tersebut sebagai Daarul Harb (negeri yang syah diperangi), sekalipun di sana ditegakkan Shalat" (al-'Ibroh Fii maa Jaa-a fil Ghazwy wa Syahadati wal Hijrah hal 236)<br /><br />Maksud perkataanya adalah jika orang - orang kafir menguasai dan mengalahkan suatu negeri maka jika penduduknya tidak dapat menampakkan syari’at-syari’at Islam kecuali dengan ijin dari pihak Kuffar maka negeri tersebut sebagai Daarul Harb. Beliau ulangi persoalan ini dalam perkataannya " Berdasarkan yang telah kami terangkan jelaslah bagi anda bahwa 'Adn dan sekitarnya jika nampak disana dua kalimah Syahadah dan sholat sholat -sekalipun nampak pula disana hal hal kekufuran - bukan lantaran adanya ijin yang diberikan maka ia sebagai negara Islam dan jika tidak maka sebagai Daarul harb " hal 237. Perkataan beliau ini tentang kota Adn di Yaman ketika dikuasai oleh orang Inggris pada pertengahan abad 19 M.<br /><br /><br /></div><div style="font-weight: bold; text-align: justify;"><div style="text-align: center;">Masalah Daar Murakkabah (Negara Berstatus Ganda)<br /></div><br /></div><div style="text-align: justify;">Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memegang pendapat adanya bagian ketiga dari macam macam negara; yaitu Daar Murakabah (negara berstatus ganda). Beliau ditanya tentang negera Maridin apakah ia Daarul harbi atau negara Islam? Apakah wajib bagi orang Islam yang menetap di sana untuk hijrah ke negeri Islam ataukah tidak? Jika wajib atasnya hijrah namun ia tidak Hijrah dan membantu musuh-musuh kaum muslimin dengan jiwa atau hartanya, dosakah ia dengan hal itu? Dan dosakah orang yang mencela dan menyebutnya dengan munafiq ataukah tidak?<br /><br />Beliau menjawab : " Alhamdulillah, darah dan harta kaum muslimin haram entah mereka di Maridin atau ditempat lain dan menolong orang yang keluar dari syari’at Islam itu haram entah dilakukan oleh penduduk Maridin atau yang lain. Orang yang tinggal di sana jika tidak dapat menegakkan Diinnya maka wajib hijrah dan jika tidak, maka hijrah mustahab dan tidak wajib. Sokongan mereka terhadap musuh-musuh kaum muslimin dengan jiwa dan harta adalah haram dan mereka wajib untuk menolak hal itu dengan cara apapun baik sembunyi atau siyasat atau tipu daya. Jika tidak mungkin hal itu kecuali dengan hjirah maka wajib hijrah. Tidak halal mencela mereka secara umum dan menuduhnya dengan munafik. Akan tetapi celaan dan tuduhan munafik terjadi menurut sifat-sifat yang disebutkan dalam kitab dan sunnah. Masuk ke dalamnya penduduk Maridin dan yang lain. Adapun posisinya sebagai Daarul Harb ataukah sebagai Daarul Silmy, maka ia adalah negeri berstatus ganda. Di dalamnya terdapat dua makna, ia tidaklah sebagaimana Daarul Silmi yang berlaku padanya hukum-hukum Islam lantaran tentaranya dari kalangan kaum muslimin tidak pula sebagaimana Daarul Harb yang penduduknya kuffar. Akan tetapi ia macam ketiga dimana yang muslim diperlakukan sebagaimana semestinya dan orang yang keluar dari syari’at Islam diperangi sebagaimana mestinya"( Majmu' Fatawa juz 28/240-241) Demikian penjelasan beliau. Hari ini Maridin terletak di Tenggara Turki dekat perbatasannya dengan Suriah.<br /><br />Hal yang dapat disimpulkan dari tanya jawab tersebut bahwa Maridin itu dikuasai oleh orang Kuffar (musuh kaum muslimin), hukum-hukum Islam tidak berlaku padanya dan tentara tentaranya pun bukan kaum muslimin, penduduknya campur aduk antara muslim dan kuffar mak tak ragu lagi ini adalah Daarul Harb. Dan tidak disyaratkan pada Daarul Harb penduduknya mestilah orang kafir sebagaimana perkataan syaikhul Islam. Telah berlalu penjelasan Manaathul Hukmi (standar penilaian) atas sebuah negeri dan dalam hal ini tidak perlu dianggap Diin penduduknya. Syaikhul Islam dalam pengadaannya macam ketiga dengan sebutan ini terbantahkan oleh ijma' ulama sebelumnya bahwa negeri itu hanya terbagi menjadi dua tidak ada ketiganya.<br /><br />Oleh karena ini para Ulama Da'wah Najd menentang perkataan beliau ini yang menyatakan negeri tersebut sebagai negeri macam ketiga. Maka mereka menyatakan " Adapun negeri yang diperlakukan atasnya maka dia adalah negeri Kafir. Ibnu Muflih berkata setiap negara yang hukum-hukum kaum muslimin mendominasi atasnya maka ia negara Islam dan jika didominasi oleh hukum kafir maka ia negara kafir dan tidak ada istilah negara yang ketiga.<br /><br />Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah saat ditanya tentang Maridin, apakah ia Daarul Harb ataukah Daarul Islam? Beliau berkata; didalamnya terdapat dua makna, ia tidak sebagaimana Daarul Silmi yang berlaku padanya hukum hukum Islam lantaran tentaranya dari kalangan kaum muslimin tidak pula sebagaimana Daarul Harb yang penduduknya kuffar. Akan tetapi ia macam ketiga dimana yang muslim diperlakukan sebagaimana semestinya dan orang yang keluar dari syari’at Islam diperangi sebagaimana mestinya" Dan yang lebih benar adalah apa yang disebutkan oleh al Qodhi dan yang lain " Ad Durarus Saniyah fil Ajwibati najdiyah dihimpun oleh Ibnu Qosim juz 7 kitab Jihad hal 353. Jadi mereka tidak sepakat dengan Syaikhul Islam pada pengadaannya macam ketiga tentang pembagian negeri. Sebab ulama telah bersepakat sebelumnya bahwa negeri itu hanya ada dua tidak ada yang lain.<br /><br />Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata "Sesungguhnya Maridin yang dikeluarkan fatwa tentangnya oleh Syaikhul Islam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, tidak berlaku padanya hukum hukum kuffar akan tetapi dikuasai oleh orang kafir dengan penguasaan secara tidak total. Sekiranya hal ini benar dan hukum hukum Islam berlaku disana maka ia kalau tidak sebagai negara Islam atau negara kafir disebabkan berlakunya hukum hukum Islam sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya. Akan tetapi fatwa Ibnu Taimiyah menerangkan bahwa hukum hukum Islam tidaklah berlaku di Maridin".<br /><br />Yang perlu kami ingatkan disini adalah negeri itu hanya ada dua macam tidak ada yang ketiga, dan bahwa Daarul Murakabah (negeri berstatus ganda) bisa jadi hanya merupakan pemberian sifat terhadap keadaan penduduknya bukan menerangkan statusnya dan perlakuan setiap orang sesuai dengan haknya itu tidak ada perbedaan ulama tentangnya. Telah lewat penjelasan bahwa seorang muslim itu terjaga darah dan hartanya di mana saja dia berada namun perlakuan macam ini tidaklah lantas menjadikan negeri tersebut macam ketiga.<br /><br />Ibnu Taimiyah menukil bahwa Mesir sebagai Daarul Riddah (negeri Murtad) pada saat berkuasanya golongan 'abidiyyin (yang disebut dengan Fathimiyah) disana, disebabkan mereka sebagai orang orang zindiq lagi murtad (Majmu' Fatawa 13/178) padahal hukum hukum syari’at berlaku di Mesir selama kekuasaan mereka sepanjang 280an tahun (Bidayah wa Nihayah 12/267) padahal mayoritas penduduk Mesir adalah muslimin akan tetapi negeri tersebut berubah menjadi Daarul Riddah/negara murtad lantaran berkuasanya secara total golongan 'abidiyyin atas negeri Mesir. Status ini tidak terpengaruhi oleh kebolehan yang mereka berikan untuk menjalankan hukum Syari’at. Berkata Ibnu Taimiyah Rahimahullah " berkali kali pasukan bersama Shalahuddin memasuki Mesir, ia hilangkan darinya da'wah golongan 'abidiyyin dari kalangan Qoromithoh Bathiniyah dan ia munculkan disana syariat syariaat Islam hingga sejak hari itu didiami oleh orang yang menampakkan Diinul Islam -hingga perkataan beliau- dan disebabkan oleh kezindiqan dan bid'ah yang ada pada mereka jadilah negeri Mesir sepanjang kekuasaan mereka selama 200 th cahaya Islam dan Iman telah padam sehingga para Ulama menyatakan bahwa negeri Mesir adaalah Daar Riddah dan Nifaq sebagaimana negerinya Musailamah Al kadzdzaab"(Majmu' Fatawa 35/138-139).<br /><br />Berkata Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah "Sekiranya kita menghitung orang -orang yang dikafirkan oleh para ulama padahal mengaku Islam dan mereka fatwakan bahwa ia telah murtad dan boleh dibunuh akan panjanglah pembahasannya. Akan tetapi diantara peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini adalah kisah bani Ubaid, raja raja mesir dengan kelompoknya. Mereka mengaku sebagai ahlu Bait, mereka menjalankan shalat Jum'ah dan berjamaah dan menempatkan para qadhi dan mufti. dan para Ulama sepakaat tentang kekufuran dan kemurtadan mereka, keharusan memerangi mereka dan negeri mereka sebagai Daarul Harb yang waajib diperangi sekalipun mereka membencinya) (muallafaat Syaikhul Islam Muhammad bin Aabdul Wahab, bagian ke 5 surat surat pribadi hal 220 cetakan Universitas Muhammad bin Su'ud.<br /><br />Perkataan beliau sekalipun mereka membencinya maksudnya adalah sekalipun penduduk mesir membenci penguasa mereka, kaum 'abidiyyin. Maka ini tidak mencegah penyebutan negeri mereka sebagai Daarul harb.<br /><br />Jika mana Mesir saja sebagai Daarul Riddah zamannya 'abidiyyin padahal mereka menetapkan Qodhi qodhi Syariat maka gambaran Maridin yang disebutkan tadi lebih buruk dari ini. Sebab tidak berlaku padanya hukum hukum Islam maka ia sebagai Daarul Harb sebagaimana yang telah lalu jika sifatnya memang sebagaimana yang tersebutkan dalam fatwa. Tidak didapati dalam pembagian negara apa yang disebut dengan Daar Murakabah(negara berstatus ganda) melainkan sekedar dari sisi sifat bukan status hukumnya. Dan negara itu hanya ada dua macam tidak ada yang ketiga sebagaimana penjelasan yang lalu dan apa yang dinukil oleh ulama Najd dari Ibnu Muflih -beliau termasuk murid Ibnu Taimiyah- bahwa negara itu kalau tidak negara Islam atau negara kafir, tidak ada negara selainnya. Demikian Wallahu a'lam.<br />Inilah yang terkait dengan perubahan status sebuah negara, berikut efek berkuasanya kuffar atas negeri negeri Islam wabillahi Ta’ala taufiq<br /><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="font-weight: bold;">E.Konswekensi Hukum Syar'i yang Timbul Berdasarkan Perbedaan Status Negara</span><br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Konsekwensi hukum Syar'i berdasarkan perbedaan status negara merupakan buah dari pembahasan tema ini.<br /><br />Berkata Imam As syaukani rahimahullah "Ketahuilah pembahasan negara Islam dan negara kafir sedikit sekali faedahnya karena telah kami jelaskan pada penjelasan lalu tentang Daarul Harb. Bahwa kafir Harbi itu halal ditumpahkan darah dan hartanya dalam kondisi apapun selama ia tidak mendapatkan jaminan keamanan dari kaum muslimin dan bahwa harta dan darah muslim itu terjaga dengan perlindungan Islam, di Daarul Harb maupun yang lain". (Sailul Jarar 4/576). Kendati Imam As Syaukani mengatakan demikian namun di sana ada konswekensi hukum berdasarkan perbedaan status negara, yang paling urgen diantaranya, hukum hukum Hijrah dan jihad.<br /><br />Diantara hukum hukum tersebut adalah :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">1. Wajib hijrah</span> dari negara kafir menuju negara Islam saat ada kemampuan, ataupun menuju Daarul Amni (Negara Kafir yang lebih sedikit fitnahnya). Ketika Daarul Islam tiada di dunia sebagaimana masa hijrah ke Habasyah pada awal Islam dan sebagaimana kondisi yang ada pada hari ini, telah kami sebutkan sebelumnya beberapa nash yang menunjukkan atas wajibnya hijrah. Silakan rujuk hukum hijrah lainnya pada kitab Al-mughni Ma'asyarhl Kabiir 10/513-515 dan Nailul authar 8/176-179.<br /><br />Dari wajibnya Hijrah ini, tercabang beberapa hukum sebagai berikut:<br /><br />a. Gugurnya kewajiban adanya mahram bagi safarnya perempuan yang hijrah dari negara kafir sama saja apakah perempuan tersebut sebelumnya kafir lalu masuk Islam atau tawanan muslimah yang melarikan diri. Maka ia boleh safar dari negara kafir tanpa mahram jika memang udzur sebab mafsadat tinggalnya dia di tengah orang orang kafir lebih besar dari mafsadat safarnya tanpa mahram, maka ia menanggung mafsadat yang lebih ringan untuk menolak yang lebih besar. Lihat al-Mughni ma'a Syarhil Kabir 3/192, 10/527 dan Fathul Bari 2/568, 4/76<br /><br />b. Masa Iddah perempuan yang hijrah, jika sebelumnya ia kafir lalu masuk Islam sedang suaminya kafir di Daarul harby masa Iddahnya 1 kali haid. Dan ia boleh menikah dengan seorang muslim setelah itu jika mau. Dalilnya adalah Hadits Ibnu Abbas "Jika seorang wanita hijrah dari Kafir Harbi, tidak boleh dipinang hingga ia haidh dan suci. Jika telah suci maka halal baginya untuk menikah. Jika suaminya hijrah sebelum wanita itu dinikahi maka ia dikembalikan kepada suaminya" HR bukhori 5286. Hal ini sebagai tafsir firman Allah Ta’ala " wahai orang beriman jika datang kepada kalian wanita wanita mukmin yang hijrah maka ujilah (keimanan) mereka. Allah Maha Tahu tentang keimanan mereka. Jika kalian mengetahui mereka sebagai wanita wanita mukmin maka janganlah kalian kembalikan mereka kepada orang Kuffar(suami-suami mereka). Wanita wanita tersebut tidaklah halal bagi mereka dan mereka tidaklah halal bagi wanita tersebut.Berikanlah kepada orang orang kafir itu apa yang telah mereka belanjakan.Tidak ada dosa bagi kalian untuk menikahi wanita tersebut jika kalian telah berikan maharnya.(QS. Mumtahanah :10, lihat ahkamu ahli dzimmah oleh ibnnul Qayyim 1/339dan 365)<br /><br />c. Jika sebagian budak-budaknya orang kafir masuk Islam lalu hijrah maka mereka menjadi merdeka. Dan mereka memiliki harta kafir harbi yang mereka bawa lari. Hal ini tersebut dalam hadits ibnu Abbas yang lalu "jika salah seorang budak laki laki atau perempuan dari mereka hijrah maka keduanya merdeka dan mendapatkan hak sebagaimana kaum muhajirin". misalnya adalah larinya sahabat Abi Bakrah Nafi' bin Harits dari benteng Thoif saat pengepungan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam selepas perang Hunain. Kisah tersebut terdapat pada shahih Bukhari pada perang thoif. Masalah ini disebutkan dalam Naiul Authar 8/157 dan Sair Kabier oleh Muhammad bin Hasan 5/2286 dan setelahnya.<br /><br />d. Haram seorang muslim melakukan safar ke Darul harby dan menetap di sana tanpa darurat. Sebab hijrah wajib atas orang yang masuk Islam di sana maka orang Islam tidak boleh melakukan safar ke sana melainkan karena darurat untuk perniagaan, pengobatan dan semisalnya. Allah Ta’ala berfirman tentang orang yang tinggal menetap di tengah orang-orang kafir: "Bukankah bumi Allah itu luas lalu kalian dapat hijrah ke sana. maka mereka itu tempat tinggalnya di jahanam dan ia seburuk-buruk tempat kembali" (An Nisa':97.)<br /><br />Menetap di tengah orang-orang kafir termasuk faktor terbesar dalam fitnah dien. Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidhaa' shirothil mustaqim berbicara pancang lebar dalam menjelaskan madharat hidup berkumpul dengan orang-orang kafir. Hal ini akan mengarah pada sikap tasyabuh (menyerupai) orang kafir dan berperilaku seperti perilaku mereka baik secara lahir maupun batin. Sebagian ulama telah menyatakan kafirnya orang yang bertekad kuat untuk menetap di negara kafir karena dengan kerelaan, ia menerima berlakunya hukum-hukum kafir pada dirinya. Ini merupakan sikap bertahakum (berhukum) secara kerelaan sendiri kepada thaghut. Oleh karena itu siapa yang terpaksa harus safar ke negara-negara kafir selayaknya ia tidak bertekad kuat untuk menetap di sana dan senantiasa menghadirkan niat meninggalkan negeri tersebut saat ada kesempatan baginya. Telah banyak bala' dalam bersafar ke negeri-negeri kuffar tulen seperti Eropa dan Amerika pada era ini tanpa ada dharurat melainkan hanya sekedar memperbanyak materi dunia. Menetap di tengah-tengah kaum muslimin di negara-negara murtad seperti negara-negara arab dan negara-negara yang menamakan Islam itu lebih baik dari pada negara-negara kafir tulen sekalipun semuanya adalah negara kafir. Akan tetapi sebagian keburukan lebih ringan dari yang lain. Diantara faktor penting berlangsungnya konsep sekuler di negara-negara kaum muslimin adalah berkuasanya mereka yang telah belajar di negeri-negeri Barat dan bertabiat dengan tabiat mereka, memangku jabatan-jabatan penting di negeri kaum muslimin di bidang politik, ekonomi, pendidikan dan media.<br /><br />Salah seorang kaum muslimin bertanya pada saya tentang persoalan mengambil kewarganegaraan di negara kafir tulen.<br /><br />Inti persoalannya, bahwa seorang muslim yang mukim di negara mereka jika telah memenuhi syarat-syarat tertentu boleh baginya meminta kewarganegaraan, ia tidak mendapatkannya hingga ia mau bersumpah setia kepada negara bahwa ia komitmen dengan undang undangnya, komitmen untuk tidak mengadakan bahaya kepada negara, mempertahankannya, dan semisalnya? Saya katakan bahwa sumpah ini merupakan kekufuran yang terang dan siapa yang mengucapkannya tanpa dipaksa maka ia kafir. Jika ia komitmen dengan itu untuk berhukum secara kerelaan diri kepada thogut (maksud disini adalah peraturan Kuffar) jika dia komitmen dengan hal ini maka dia kafir. Persoalan ini berbeda dengan undang-undang kafir yang dipaksakan diterapkan padanya yang dibarengi rasa kebencian di negara-negara murtad. Sebagaimana halnya, setelah mengambil kewarganegaraan ia harus komitmen entah dirinya atau anak-anaknya untuk khidmat di ketentaraan Kuffar dan turut serta dalam peperangan mereka. Ini merupakan tindakan yang membuat pelakunya kafir sebab ia berarti perang di jalan thogut. Allah Taala berfirman "dan orang-orang kafir berperang di jalan thogut " Annisa’ 76.<br /><br />Ringkasnya bahwa sumpah ini merupakan loyalitas yang membuat pelakunya kafir. Akan ada penjelasan makna loyalitas dalam mengkritisi kitab Risalah Limaniah fil Muwalah. Si penanya berkata kepada saya; Misalkan seseorang tahu hukum ini dan menyatakan bahwa ia akan kafir selama 5 menit saat melakukan sumpah kemudian tobat? Saya jawab; “Sesungguhnya orang tersebut jika mengatakan bahwa ia akan kafir saat bersumpah maka ia telah kafir dengan perkataannya tersebut sekalipun ia belum bersumpah, sebab para ulama tidak berselisih pendapat tentang orang yang meniatkan kekufuran pada masa yang akan datang maka ia kafir saat itu juga. Pendapat ini saya nukil dalam menjelaskan kaidah mengkafirkan dari pengarang kitab Kifaayatul Akhyar 2/123. Perkataannya "seandainya ia mengatakan jika anakku meninggal aku akan masuk Yahudi atau Nasrani maka ia kafir saat itu juga".<br /><br />Darimanakah ia tahu akan hidup sampai taubat. Bisa jadi ia meninggal atau jadi gila saat itu juga hingga ia luput dari taubat. Allah Taala berfirman:<br />"Mereka buat tipu daya dan Allah membuat tipu daya dan Allah lah sebaik-baik pembuat tipu daya" (QS.Ali Imran 54).<br /><br />Allah Taala berfirman<br />"Apakah orang-orang yang membuat makar kejahatan merasa aman dari Allah akan membenamkan mereka dibumi atau adzab datang kepada mereka dari arah yang mereka tidak kira" (QS: An Nahl 45 )<br /><br />Ringkasnya, mengambil kewarganegaraan yang terikat dengan pelaksanaan sumpah ini adalah tidak boleh. Berkata Syekh Hamd bin Atiq Najdi "ia menyetujui mereka-yakni orang Kuffar-pada lahirnya padahal ia menyelisihi mereka dalam batinnya dan ia tidak berada dalam kekuasaan mereka. Namun yang mendorongnya melakukan hal itu hanyalah obsesi terhadap jabatan atau harta atau bakhil terhadap tanah air atau keluarga atau takut dari sesuatu yang akan terjadi pada kemudian hari maka ia pada kondisi ini menjadi murtad dan kebenciannya terhadap mereka dibatin tidaklah memberinya manfaat. Ia termasuk orang yang Allah firmankan tentang mereka "yang demikian itu lantaran disebabkan mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat dan Allah tidaklah menunjuki kaum yang kafir" An Nahl 107." Dari Risalahnya Bayaan Najat wal Fikak min Muwalatil Murtadin wa Ahli Isyrok bagian dari Majmu'atu Tauhid cetakan Daarul Fikri halaman 418.<br /><br />Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab berkata "jika loyalitas yang dibarengi tinggal bersama mereka - yakni Kuffar- di negara mereka dan turut berperang bersama mereka serta semisalnya maka divonis atas pelakunya dengan kafir sebagaimana firman Allah Ta’ala" dan barangsiapa diantara kalian menjadikan mereka sebagai pemimpin maka ia bagian dari mereka" Al Maidah 51. Dari Risalahnya Autsaqu 'Urol Iman bagian dari Majmu'atu Tauhid halaman 175. Demikian Wallohu 'alam.<br /><br />e. Barangsiapa yang safar ke negara Kuffar karena sebab yang dibolehkan maka kebanyakan para ulama menyatakan makruh hukumnya ia menikah di negara mereka. Jika ia dikuasai syahwat dan mengkhawatirkan dirinya dari perbuatan zina, maka ia menikah dengan muslimah jika mungkin dan kalau tidak dengan wanita ahli kitab. Pokoknya dia harus berbuat 'azl terhadap istrinya lantaran dikhawatirkan anak akan tumbuh dalam agama kuffar dan berakhlaq dengan akhlaq mereka. lihat Al Mughni ma'a syarhil kabir 10/512 dan Sair Kabir oleh Muhammad bin Hasan 5/1838, Ahkam Ahli Dzimmah oleh Ibnul Qoyyim 2/431. Realita membuktikan apa yang diwanti-wanti oleh para fuqoha salaf; bahwa undang-undang kuffar memberikan kepada wanita dan anak-anak kebebasan yang membuat mereka terhalang dari mendapatkan pertumbuhan secara Islami. Wanita mereka mendapatkan hak untuk menjaga anak-anaknya jika suami yang muslim hendak meninggalkan negera mereka. Saya mengetahui kasus seorang muslim yang menikahi seorang wanita nasrani Amerika di negara Amerika dan mempunyai tiga orang anak. Lalu laki-laki tersebut meninggal maka istrinya mengkristenkan anak-anaknya. Keluarga pihak laki-laki -yang berada di luar Amerika gagal dalam menyelamatkan anak-anaknya.<br /><br />f. Jika salah seorang kafir masuk ke negeri-negeri kaum muslimin dimana merupakan negara-negara kafir murtad pada hari ini. Ia tidak memasukinya melainkan setelah memperoleh visa masuk dari pihak penguasa yang memerintah negara ini. Maka hal ini tidak dianggap sebagai jaminan keamanan baginya yang akan melindungi darah dan hartanya di negara-negara tersebut. Disebabkan jaminan keamanan ini dikeluarkan dari pihak kafir lagi murtad yaitu penguasa pemerintah murtad yang tidak mempunyai legalitas kekuasaan secara syar'i atas kaum muslimin. Dan jaminan keamanan yang diberikan oleh orang kafir kepada kafir lain tidaklah berkonswekensi pada orang muslim.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">2. Diantara konswekensi hukum berdasarkan perbedaan status negara-negara;</span><br /><br />Wajibnya memerangi kuffar di negara-negara mereka, yaitu jihad tholab (invansi). Allah Ta’ala berfirman:<br />"Wahai orang-orang beriman perangilah orang-orang kafir di sekitar kalian" (QS:At- Taubah:123)<br /><br />Ulama berkata: Minimal yang dilakukan oleh Imammul muslimin adalah melakukan serbuan (invansi) terhadap orang kuffar di negara mereka sekali dalam setahun. lihat Al Mughni ma'a Syarhil Kabir 10/367-368<br /><br /><span style="font-weight: bold;">3. Diantara konwekensi hukum;</span><br /><br />Bolehnya membunuh kafir murtad yang mumtani' (mempertahankan diri karena terlindungi oleh sebuah kekuatan pasukan atau kekuatan hukum yang berlaku) dalam sebuah nagara kafir dan diambil harta yang ada padanya tanpa dimintai taubat lebih dahulu sebagaimana yang telah saya jelaskan dalam menjabarkan kaidah takfir.<br /><br /><br />Demikian pembahasan ini, dan tema status negara memang diakui termasuk tema yang terancam dirubah jauh pada masa ini oleh pihak-pihak yang mendakwakan ijtihad dari kalangan orang-orang yang terpengaruh orientalis berikut melakukan jejak mereka dalam upaya mensejajarkan antara hukum-hukum Islam dengan hukum kafir khususnya yang disebut dengan undang-undang internasional dan perjanjian-perjanjian PBB serta yang lain. Hal itulah yang menyeru kepada apa yang disebut dengan hidup berdampingan seacara damai antar penduduk dunia dan mengahramkan perang invansi. Semua itu hanyalah lamunan belaka yang mereka gunakan untuk menipu rakyat lemah. Diantaranya rakyat muslim dalam rangka yang kuat supaya tetap kuat dan yang lemah tetaplah lemah. Maka jika kaum muslimin pada suatu hari berupaya melakukan jihad terhadap kuffar, mereka tuduh dengan pelanggaran undang-undang internasional dan berhak mendapatkan sangsi dunia. Diantara siasat yang ditempuh orang kafir dalam menyesatkan dan menipu kaum muslimin adalah merubah hukum-hukum Islam terkhusus yang terkait dengan jihad.<br /><br />Melihat keterkaitan erat antara status-status negara dengan persoalan jihad, maka tema ini benar-benar telah mengalami perusakan yang benihnya ditebarkan oleh para orientalis selanjutnya dipelihara oleh sebagian pendakwa ijtihad. Dengan pernyataan mereka(yang sesat);”sesungguhnya pembagian dunia menjadi dua macam negara itu tidak ada sandarannya”. Dan juga “negara-negara kuffar itu tidak bisa disebut Darul Harby melainkan jika memang telah melakukan peperangan nyata dengan kaum muslimin. maka selama peperangan tidak terjadi dan ikatan perjanjian yang ada maka tidak ada darul harby”. Serta mereka menyatakan “berkuasanya orang-orang kuffar dan penampakaan mereka akan hukum-hukum kafir di negeri-negeri kaum muslimin tidaklah menjadikan negeri tersebut sebagai negeri kafir selama kaum muslimin dapat menampakkan syiar-syiar agama, maka ia sebagai negara Islam dan selama demikian berarti tidak ada jihad di dalam negara Islam?!?. Serta penyelewengan-penyelewengan lain yang dikehendaki untuk menyesatkan kaum muslimin dan memalingkan mereka dari diennya. Dan telah kami jelaskan sebelumnya kerusakan pandangan-pandangan ini.<br /></div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-44309164408191850812009-03-12T02:35:00.001-07:002009-03-12T02:39:16.473-07:00Muslimah-Muslimah Militan<meta http-equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Craias%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place" downloadurl="http://www.5iantlavalamp.com/"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="State"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id=ieooui></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Wingdings; panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:2; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;} @font-face {font-family:"Book Antiqua"; panose-1:2 4 6 2 5 3 5 3 3 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} @font-face {font-family:"Traditional Arabic"; panose-1:2 1 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:178; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:24577 0 0 0 64 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoBlockText, li.MsoBlockText, div.MsoBlockText {margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:0cm; margin-left:-.05pt; margin-bottom:.0001pt; text-align:justify; text-justify:kashida; text-kashida:0%; text-indent:36.05pt; mso-pagination:widow-orphan; direction:rtl; unicode-bidi:embed; font-size:20.0pt; mso-bidi-font-size:24.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Traditional Arabic"; mso-fareast-language:AR-SA; mso-no-proof:yes;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:97524905; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:660274286 1976435584 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;} @list l0:level1 {mso-level-number-format:bullet; mso-level-text:; mso-level-tab-stop:36.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; font-family:Wingdings;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Ummu Sulaim rodhiyallohu anha.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Ibnu Ishaq mengatakan Abdulloh bin Abu Bakr berkata kepadanya bahwa Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> menoleh, kemudian melihat Ummu Sulaim binti Milhan yang ketika itu ikut berperang bersama suaminya, Abu Tholhah.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Ummu Sulaim mengikat pinggangnya dengan kain burdahnya, yang ia sedang mengandung Abdulloh bin Abu Tholhah, dan menaiki onta milik Abu Tholhah. Ia khawatir terlempar dari ontanya, untuk itu, ia mendekatkan kepala unta kepadanya dan masukkan tangannya ke gelang di sisi hidung onta. Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> bersabda kepada Ummu Sulaim, "Hai, Ummu Sulaim." Ummu Sulaim berkata, "Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu wahai Rosululloh! Aku akan membunuh mereka yang melarikan diri darimu sebagaimana engkau membunuh orang-orang yang memerangimu, karena mereka layak mendapatkannya." Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> bersabda, "Bukanlah Alloh sudah cukup, wahai Ummu Sulaim?"<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Ketika itu, Ummu Sulaim hanya membawa pisau. Abu Tholhah berkata kepada Ummu Sulaim. "Kenapa engkau membawa pisau seperti ini, hai Ummu Sulaim?" Ummu Sulaim menjawab, "Pisau ini sengaja aku bawa. Jika salah seorang kaum musyrikin mendekat kepadaku, aku akan menikamnya dengan pisau ini." Abu Tholhah berkata, "Wahai Rosululloh, tidakkah engkau dengar apa yang dikatakan Ummu Sulaim Ar Rumaisha?"<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Tidakkah engkau mendengar wahai para muslimat!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Dinukil dari kitab Siroh Ibnu Hisyam hal. 416<b>,<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Shofiyyah binti Abdul Muthollib rodhiyallohu anha.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Ibnu Ishaq berkata, "Yahya bin Abbad bin Abdulloh bin Az Zubair berkata kepadaku dari ayahnya yaitu Abbad yang berkata bahwa Shofiyyah binti Abdul Muthollib</span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> rodhiyallohu 'anha</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> </span><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">berada di benteng tinggi milik Hasan bin Tsabit. Shofiyyah binti Abdul Mutholib berkata, 'Hassan bin Tsabit berada di benteng tersebut bersama para wanita dan anak-anak. Tiba-tiba salah seorang Yahudi berjalan melewati kami mengelilingi benteng. Bani Quroidhoh telah mengumumkan perang dan membatalkan perjanjian dengan Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">. Tidak ada seorangpun yang bisa melindungi kami dari mereka, karena Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> dan kaum muslimin sedang menghadapi musuh hingga tidak bisa pergi ke tempat kami jika seseorang datang menyerang kami. Aku berkata, "Hai Hassan, orang Yahudi ini seperti engkau lihat mengelilingi benteng. Demi Alloh, aku khawatir ia menyebarkan aurat kita kepada orang-orang Yahudi di belakang kita. Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> dan sahabat-sahabatnya sibuk hingga tidak bisa mengurusi kita, oleh Karena itu, turunlah engkau kepadanya dan bunuhlah dia!" Hassan bin Tsabit berkata, "Semoga Alloh mengampuni dosa-dosamu, hai anak Abdul Muthollib, demi Alloh, engkau tahu bahwa aku tidak ahli untuk tugas tersebut." Ketika Hassan bin Tsabit berkata seperti itu dan aku tidak melihat sesuatu padanya, aku mengencangkan kainku, kemudian mengambil tongkat besi. Setelah itu, aku turun dari benteng menuju orang yahudi tersebut dan memukulnya dengan tongkat besiku hingga tewas. Setelah membunuhnya aku naik ke atas benteng dan berkata kepada Hassan bin Tsabit, "Hai Hassan, turunlah engkau ke jenazah orang Yahudi tersebut, kemudian ambillah apa yang dikenakannya, karena tidak ada yang menghalangiku untuk mengambil apa yang ia kenakannya, melainkan ia orang laki-laki." Hassan bin Tsabit berkata, "Aku tidak butuh untuk mengabil barang-barangnya, hai putri Abdul Mutholib."<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span><b>Kesabaran Shofiyyah<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Ibnu Ishaq berkata, "Shofiyyah binti Abdul Mutholib – seperti dikatakan kepadaku – datang untuk melihat Hamzah bin Abdul Mutholib, saudara sekandungnya. Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> bersabda kepada anak <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Shofiyyah</st1:city>, <st1:state w:st="on">Az</st1:state></st1:place> Zubair bin Awwam, "Temui ibumu dan suruh dia pulang agar tidak melihat apa yang terjadi pada saudaranya." Az Zubair bin Al Awwam berkata kepada ibunya, Shofiyyah, "Ibu, sesungguhnya Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> menyuruhmu pulang." Shofiyyah berkata, "Kenapa Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> menyuruhku pulang, padahal aku mendapat informasi bahwa saudaraku dicincang-cincang dan itu terjadi di jalan Alloh? Tidak ada yang melegakanku selain itu. Aku pasti mengharap pahala Alloh dan pasti bersabar <i>insyaAlloh</i>." Az Zubair bin Al Awwam menghadap Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> dan menceritakan hasil pertemuan dengan ibunya, kemudian beliau bersabda, "Biarkan dia!" Shofiyyah pun datang ke jenasah saudaranya, Hamzah bin Abdul Mutholib, kemudian melihat, menyolatinya, <i>istirja'</i> (mengucapkan <i>inna lillahi wa inna ilahi rojiun</i>), dan memintakan ampun untuknya. Setelah itu Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> memerintahkan pemakaman jenazah Hamzah bin Abdul Mutholib." (Siroh ibnu Hisyam II/62)<b><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Asma' binti Abu Bakar rodhiyallohu anha.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Ibnu Ishaq berkata, “Tak ketinggalan, Asma binti Abû Bakr <i>rodliyallohu 'anha</i>. juga mengirim makanan yang dibutuhkan oleh keduanya di waktu sore. Asma berkata, ‘Ketika Rosululloh <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> keluar bersama Abû Bakar, kami didatangi oleh beberapa orang Quraisy, di antara mereka ada Abû Jahal bin Hisyâm, mereka berdiri di depan pintu rumah Abû Bakar, maka aku keluar menemui mereka. Mereka berkata, “Di mana ayahmu, hai putri Abû Bakar?” aku katakan, “Demi Alloh saya tidak tahu di mana ayahku?” Asma melanjutkan, ‘Lalu Abû Jahal mengangkat tangannya --- padahal dia adalah orang yang jahat lagi bengis --- lantas ia tampar pipiku hingga anting-antingku terlempar, baru kemudian mereka pergi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Ibnu Ishaq berkata, telah menceritakan kepadaku Yahya bin Abbâd bin ‘Abdullôh bin Zubair bahwa ayahnya bercerita tentang neneknya, Asma, ia berkata: “Tatkala Rosululloh <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i><span style=""> </span>keluar bersama Abû Bakar, Abû Bakar membawa seluruh hartanya yang berjumlah <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">lima</st1:city></st1:place> ribu atau enam ribu dirham, ia pergi dengan membawa semua harta tadi. Asma melanjutkan, “Kemudian kakekku, Abû Quhafah masuk menemui kami, saat itu beliau sudah buta, ia mengatakan, ‘Demi Alloh, sungguh aku melihat Abû Bakar telah membuat kalian sedih dengan harta dan diri yang ia bawa.” Aku menimpali, “Sama sekali tidak wahai Abah! Beliau justeru telah meninggalkan kebaikan yang banyak bagi kita.” Asma berkata lagi, “Kemudian aku mengambil banyak batu lalu kutaruh di dalam sebuah kantong di dalam rumah yang biasa ayahku menaruh hartanya, kemudian aku letakkan kain di atasnya dan kutarik tangan kakekku, aku katakan, “Hai abah, letakkan tanganmu di atas harta ini.” Asma melanjutkan, “Maka iapun meletakkan tangannya di atasnya lalu berkata, “Tidak apa-apa, kalau ia meninggalkan harta seperti ini buat kalian, berarti ia telah berbuat baik dan ini cukup bagi kalian.” Padahal, demi Alloh, ayahku tidak meninggalkan apa-apa buat kami, tapi saya hanya ingin menenangkan orang tua ini.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>'Aisyah berkata: Dan kami mempersiapkan keduanya dengan persiapan yang paling cepat, dan kami letakkan rangsum makanan untuk keduanya di dalam sebuah kantong kulit. Lalu Asma' binti Abi Bakar memotong ikat pinggangnya kemudian ia ikat kantong kulit tersebut dengannya. Lalu Asma' bin ti Abi Bakar memotong ikat penggangnya lagi untuk ia jadikan tali pada mulut geriba (tempat air / susu yang terbuat dari kulit). Oleh karena itulah Asma' binti Abi Bakar dijuluki dengan <b>Dzatun Nithoqoin </b>(yang memiliki dua ikat pinggang).<b> <o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Rubai' binti Al Muawwidz rodhiyallohu anha.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Telah disebutkan di dalam hadits shohih dari Nabi </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">, yang diriwayatkan oleh Al Bukhori dari Rubai' binti Muawwidz</span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> rodhiyallohu 'anha</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> </span><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">dia berkata: "Kami berperang bersama Nabi </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">, kami memberi minum para prajurit dan membantu mereka, mengembalikan yang terluka dan yang terbunuh ke Madinah".<b><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Masyithoh.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 6pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Ahmad</span></b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> meriwayatkan di dalam <b>Musnad</b> nya I/310 dari <b>Ibnu ‘Abbaas</b>, ia mengatakan: Rosululloh <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> bersabda: </span><span dir="rtl" style="font-size: 11pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBlockText" style="margin: 6pt -0.05pt 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0cm; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Pada malam di mana aku di isro’ <st1:place w:st="on"><st1:state w:st="on">kan</st1:state></st1:place>, aku mencium sebuah bau yang wangi, maka aku bertanya: Wahai Jibril, bau wangi apa ini? Maka Jibril menjawab: Ini adalah <b>Maasyithoh</b> (tukang sisir perempuan) bagi anak perempuan Fir’aun dan anak-anaknya. Rosululloh bersabda: Aku bertanya: Apa yang terjadi dengannya? Jibril menjawab: Tatkala pada suatu hari ia menyisir anak perempuan Fir’aun, sisirnya jatuh dari tangannya, maka ia mengatakan: Bismillaah (Atas nama Alloh aku mengambil sisir ini). Maka anak perempuan Fir’aun tersebutpun bertanya: (Apakah yang kamu maksud adalah) bapakku? Ia menjawab: Bukan, tapi Ia adalah Robb (tuhan) ku dan Robb (tuhan) bapakmu, yaitu Alloh. Anak perempuan itu berkata: Bolehkan aku beritahukan hal itu kepada bapakku? Ia menjawab: Ya. Maka anak perempuan Fir’aun itupun memberitahukan hal tersebut kepada Fir’aun, maka Fir’aunpun memanggilnya, lalu ia berkata: Wahai Fulanah, apakah engkau mempunyai Robb (tuhan) selain aku? Ia menjawab: Ya, Robb ku dan Robb mu, yaitu Alloh. Maka Fir’aunpun memerintahkan untuk memanaskan sebuah periuk dari tembaga yang besar, kemudian ia memerintahkan untuk melemparkan tukang sisir tersebut dengan anak-anaknya ke dalam periuk tersebut. Perempuan tukang sisir itupun mengatakan: Sesungguhnya aku mempunyai permintaan kepadamu? Ia mengatakan: Apa permintaanmu? Ia menjawab: Aku menginginkan agar engkau mengumpulkan tulang belulangku dengan tulang belulang anakku dalam sebuah kain lalu engkau kuburkan kami. Fir’aun mengatakan: Itu adalah permintaanmu yang pasti kami laksankan. Jibril berkata: Lalu Fir’aun memerintahkan untuk melemparkan anak-anaknya satu persatu di hadapannya sampai yang terakhir adalah bayi yang masih ia susui, dan seolah-olah ia ragu-ragu pada anak tersebut. Anak itu mengatakan: Wahai ibu, masuklah, karena sesungguhnya siksa dunia itu lebih ringan dari pada siksa akherat, maka iapun masuk ..”<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBlockText" style="margin: 6pt -0.05pt 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0cm; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Hadits ini <i>rijaal</i>nya <i>tsiqoot</i> kecuali <b>Abu ‘Umar</b>. <b>Adz Dzahabiy</b> dan <b>Abu Haatim</b> mengatakan tentang dirinya: Dia adalah <i>Shoduuq</i>. Namun <b>Ibnu Hibbaan</b> menyatakan bahwa dia adalah <i>tsiqqoh</i>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBlockText" style="margin: 6pt -0.05pt 0.0001pt; text-align: justify; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Hadits ini menceritakan bahwasanya Alloh menjadikan anak kecil tersebut bisa berbicara untuk memerintahkan ibunya agar dia masuk ke dalam api, dan ini seperti bayi yang terdapat dalam kisah <b>ash-haabul ukhduud</b> (orang-orang yang dilemparkan ke dalam lobang yang panjang yang dinyalakan api padanya). Dan seandainya membunuh diri sendiri untuk kepentingan <i>diin</i> (agama) itu dilarang tentu <b>Syaari’</b> (Sang Pembuat syariat, yaitu Alloh) tidak akan memuji perbuatan tersebut, dan Alloh menjadikan anak itu dapat berbicara tidak lain hanyalah untuk menerangkan keutamaan perbuatan tersebut.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBlockText" style="margin: 6pt -0.05pt 0.0001pt; text-align: justify; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Seorang wanita dari Bani Dinar.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Ibnu Ishaq berkata, "Abdul Wahid bin Abu Aun berkata kepadaku dari Ismail bin Muhammad bin Sa'ad bin Abu Waqqosh yang berkata, "Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> berjalan melewati seorang wanita Bani Dinar yang kehilangan suami, saudara dan ayahnya di perang Uhud. Ketika kesyahidan ketiganya disampaikan kepadanya, ia berkata, "Bagaimana dengan kabar Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">?" <st1:place w:st="on">Para</st1:place> sahabat berkata. "Beliau baik-baik saja, hai ibu si Fulan. Beliau <i>alhamdulillah </i>seperti yang engkau inginkan." Wanita dari Bani Dinar tersebut berkata, "Perlihatkan Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> agar aku bisa melihat beliau!" wanita tersebut pun dibawa kepada Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">. Sesudah melihatnya, ia berkata, "Semua musibah sesudahmu itu kecil tidak ada artinya.".<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">(Siroh Ibnu Hisyam II/65).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Seorang wanita kalangan bani Abdud Daar ketika sampai kepadanya kabar kesyahidan suaminya dan saudaranya serta bapaknya, lalu dia berkata: "Apa yang terjadi dengan Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">?" Mereka berkata: "Dia baik-baik saja". Wanita tersebut berkata: "Setiap musibah selain pada dirimu wahai Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> adalah kecil" artinya "remeh dan sepele".<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Seorang wanita dari Bani Ghiffar.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Ibnu Ishaq mengatakan, bahwa Sulaiman bin Suhaim berkata kepadanya dari Umaiyyah binti Abu Ash Shalt dari seorang wanita dari Bani Ghifar yang berkata, "Aku datang kepada Rosululloh bersama rombongan wanita dari Bani Ghifar dan berkata, "Wahai Rosululloh, kami ingin keluar bersamamu ke tempat yang engkau tuju – ketika beliau sedang berangkat ke Khoibar -, agar kami bisa mengobati orang-orang yang terluka dan membantu kaum muslimin semampu kami." Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> bersabda,"Dengan berkah Alloh, silahkan." Kami pun berangkat bersama beliau. Ketika itu, aku gadis yang baru menginjak usia dewasa. Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> menempatkanku di kantong pelana kudanya. Demi Alloh beliau turun dari unta hingga waktu subuh dan menghentikan untanya. Aku pun turun dari kantong pelana unta beliau ternyata di dalamnya terdapat darah. Itulah darah haidku yang pertama kali. Aku melompat ke arah unta dan merasa malu. Ketika beliau melihatku dan melihat darah, beliau bersabda, "apa yang terjadi denganmu, barangkali engkau baru haid?" Aku menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Perbaikilah dirimu, ambillah tempat air, masukkan garam ke dalamnya, besihkan kantong pelana unta yang terkena darah dengan air tersebut, kemudian kembalilah ke kendaraanmu." Ketika Rosululloh </span><i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">shollallohu 'alaihi wa sallam</span></i><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"> berhasil menaklukkan Khoibar, beliau memberi kami sedikit dari harta fay'I, mengambil kalung yang kalian lihat dileherku ini, memberikannya kepadaku, dan memasangkannya ke leherku. Demi Alloh kalung ini tidak berpisah denganku selama-lamanya." (Siroh Ibnu Hisyam II/311).</span><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Ummu Haram binti Milhan.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Muslim meriwayatkan dari Anas<b> </b>bin<b> </b>Malik: Bahwasannya Rosululloh <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> pernah menemui Ummu<b> </b>Haram<b> </b>binti<b> </b>Milhan, lalu Ummu<b> </b>Haram menjamunya. Ummu Haram adalah istri Ubadah bin Shomit. Pada suatu hari Rosululloh <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> datang lagi menemuinya lalu Ummu Haram menjamunya. Kemudian dia duduk sembari mencari kutu di kepala beliau, sementara itu Rosululloh <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> tertidur. Kemudian beliau terjaga sambil tertawa. Dia (Ummu Haram) berkata: aku bertanya: "apa yang menyebabkan engkau tertawa ya Rosululloh?" Rosul <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> menjawab: "Sekelompok orang dari umatku – diperlihatkan kepadaku – mereka berperang di jalan Alloh melintasi tengah lautan sebagai raja-raja di atas singgasana atau seperti raja-raja di atas singgasana – dia ragu-ragu perkataan mana diantara keduanya – Ummu haram berkata: "Ya Rosululloh! Doakan kepada Alloh supaya menjadikan aku termasuk bagian dari mereka", lalu Rosululloh <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> mendoakannya. Kemudian beliau menyandarkan kepalanya dan tertidur lalu terbangun seraya tertawa. Ummu Haram berkata: " apa yang menyebabkan engkau tertawa ya Rosululloh?" Rosul <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> bersabda: "Sekelompok orang dari umatku – diperlihatkan kepadaku – mereka berperang dijalan Alloh", - sebagaimana sabda beliau diawal -. Ummu Haram berkata: Aku berkata: "Ya Rosululloh! Doakan kepada Alloh supaya menjadikan aku termasuk bagian dari mereka". Rosul <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> bersabda: "Engkau termasuk kelompok yang pertama." Maka Ummu Haram binti Milhan berlayar mengarungi lautan di zaman Muawiyah, lalu dia dilemparkan oleh tunggangannya ketika hendak keluar dari kapal laut kemudian mati. (HR. Muslim).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Asma' binti Yazid Al Anshoriyah<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Asma' binti Yazid Al Anshoriyyah telah mengikuti peperangan Yarmuk bersama pasukan, maka dia telah membunuh tujuh orang Romawi dengan menggunakan tongkat tenda perlindungan. (HR. Sa'id bin Manshur di dalam Sunnahnya juz II no. 2787).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 11pt; font-family: Wingdings;"><span style="">@<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Ummu Athiyah Nasibah binti Ka'ab<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span>Muslim meriwayatkan, dari Ummu Athiyah <i>rodhiyallohu 'anha</i> dia berkata; "Aku berperang bersama Rosululloh <i>shollallohu 'alaihi wa sallam</i> dalam tujuh peperangan. Aku mengurus kendaraan mereka lalu membuat makanan untuk mereka, dan aku merawat yang luka serta menjaga yang sakit". (HR. Muslim).</span><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><span style=""> </span></span></b><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";">Inilah beberapa profil para wanita pilihan dari para salaf wanita, dan mungkin masih banyak lagi kisah-kisah dan cerita tentang wanita pilihan yang turut andil dalam berjihad untuk menegakkan kalimat Alloh dimuka bumi. Dan hanya sedikit yang kami sebutkan mengingat terbatasnya waktu dan tenaga. Dan insyaalloh – <i>bizdnillah – </i>jika ada kesempatan akan kita sempurnakan kembali.</span></p><br /><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br /></p><br /><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br /></p><br /><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br /></p><p class="MsoNormal" style="text-align: center;">"Ya Allah, jadikanlah aku seperti mereka..."<br /><span style="font-size: 11pt; font-family: "Book Antiqua";"><o:p></o:p></span></p> Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-66702548068969845762009-03-12T01:27:00.000-07:002009-03-12T01:38:42.675-07:00Ketika Muslimah Ditinggal Suami Pergi Berjihad<meta http-equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Craias%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place" downloadurl="http://www.5iantlavalamp.com/"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="State"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id=ieooui></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Wingdings; panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:2; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;} @font-face {font-family:Sylfaen; panose-1:1 10 5 2 5 3 6 3 3 3; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:67110535 0 0 0 159 0;} @font-face {font-family:"Bookman Old Style"; panose-1:2 5 6 4 5 5 5 2 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} @font-face {font-family:"Comic Sans MS"; panose-1:3 15 7 2 3 3 2 2 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:script; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} @font-face {font-family:"Simplified Arabic"; panose-1:2 1 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:178; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:8193 0 0 0 64 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; text-align:right; mso-pagination:widow-orphan; direction:rtl; unicode-bidi:embed; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:595.3pt 841.9pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:35.4pt; mso-footer-margin:35.4pt; mso-paper-source:0; mso-gutter-direction:rtl;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:505748762; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-202851550 1062522706 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;} @list l0:level1 {mso-level-number-format:bullet; mso-level-text:; mso-level-tab-stop:36.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; font-family:Symbol; color:windowtext;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--><span style="font-weight: bold;"></span><p class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: ltr; unicode-bidi: embed; text-align: justify;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 14pt; font-family: Symbol;"><span style=""></span></span><font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Sesungguhnya tidak ada yang tak sepakat diantara para ulama’ bahwa ibadah jihad adalah ibadah yang sangat berat, dia adalah ibadah yang paling tinggi nilainya dalam Islam , untuk itu perlu keseriusan dan kesabaran dalam menjalankan ibadah ini.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Apalagi menjadi seorang istri mujahid, tidak gampang, tidak mudah, antara banyaknya kebaikan yang ia terima dan tanggungjawab yang harus dipikul … itulah seni bersuamikan seorang mujahid …</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Permasalahan yang pokok untuk menjadi istri seorang mujahid adalah bila suami bepergian menunaikan kewajiban ibadah jihad sebagai komitmen terhadap tuntunan Rosululloh shollallhu ‘alaihi wasallam .</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Disana ada beberapa akhlak untuk istri-istri yang ditinggal suaminya pergi berjihad, atau ketika suami diuji oleh Allah berlari-lari menjauh dari kejaran musuh Allah yang selalu tidak rela terhadap seorang mukmin yang selalu komitmen dalam perjalanan untuk mencari ridho Allah, maka inilah akhlak-akhlak sederhana semoga membantu para mujahidah yang sepanjang kurun dan sampai akan datang tidak akan berhenti untuk melahirkan para mujahid yang berarti, seperti syekh Abdulloh Azzam , Ibnu Khottob, Yahya Ayyas dan lainnya …..</font></font></font><font size="3"><br /><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Adapun akhlaq-akhlaq tersebut adalah :</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1. Akhlaq terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="Times New Roman" size="3"><font color="navy"><font face="ComicSansMS">2. Akhlaq terhadap anak didiknya</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">3. Akhlaq terhadap suami sebelum bepergian</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">4. Akhlaq terhadap tetangga</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">5. Akhlaq terhadap orang tua</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">6. Akhlaq terhadap mertua</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">7. Akhlaq terhadap Jama’ah</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">8. Akhlaq terhadap sesama kaum muslimin</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">9. Akhlaq ketika suami datang dari berjihad</font></font></font><font size="3"><br /><br /><b><font face="ComicSansMS-Bold"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1 – Akhlaq terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala:</font></font></font></b><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Seorang Akhwat yang ditinggal suaminya berjihad hendaklah ia berakhlaq sebagai berikut :</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">a. Banyak berdoa untuk suaminya karena doa seorang dalam keadaan ghaib (tidak kelihatan ) sangat banyak dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.</font></font></font><font size="3"><br /><br /></font> <font face="Times New Roman" size="3"><font color="navy"><font face="ComicSansMS">b. Ikhlash dengan perginya suami ke medan tempur, ikhlash karena Allah Subhanahu wa Ta’ala , dengan menyadari, sesungguhnya semua amal akan menjadi sia- sia bila tidak ada dua syarat pokok : </font><b><font face="ComicSansMS-Bold">Pertama </font></b><font face="ComicSansMS">: Ikhlas. </font><b><font face="ComicSansMS-Bold">Kedua </font></b><font face="ComicSansMS">: Sesuai dengan</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">tuntunan Allah dan Rosul-Nya ….. </font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Ibadah jihad ini sesuai dengan tuntunan Allah dan rosul-Nya, maka diperlukan</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">syarat ikhlash</font></font></font><font size="3"><br /><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">c. Bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. </font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="Times New Roman" size="3"><font color="navy"><font face="ComicSansMS">Berkata Ibnu Qoyyim : </font><font face="ComicSansMS">“Sesungguhnya tawakkal itu ada dua</font><font face="ComicSansMS">, </font><b><font face="ComicSansMS-Bold">pertama </font></b><font face="ComicSansMS">bertawakkal yang disengaja dan </font><b><font face="ComicSansMS-Bold">kedua </font></b><font face="ComicSansMS">bertawakkal</font><font face="ComicSansMS">karena keterpaksaan “</font><font face="ComicSansMS">. Bertawakkal yang disengaja lebih utama</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="Times New Roman" size="3"><font color="navy"><font face="ComicSansMS">daripada bertawakkal karena keterpaksaan. </font><b><font face="ComicSansMS-Bold">Contoh </font></b><font face="ComicSansMS">: Seorang yang bertawakkal dengan terpaksa, ketika ia mendapat musibah banjir kematian ….kemudian ia bertawakkal, maka tawakkalnya terpaksa karena ada musibah yang memaksa ia bertawakkal, namun di sana ada seorang yang bertawakkal dengan sengaja ….. karena ia mengetahui resiko-resiko akibat yang ia kerjakan.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Seorang berda’wah dan berjihad ia sudah menyadari bahwa resikonya mati syahid ..… maka ia kerjakan ibadah tadi. Inilah yang lebih afdhol.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Sebagaimana bertawakkal, begitu pula bersabar. Ibnu Qoyyim membaginya dengan dua sebagaimana diatas tadi. </font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Ciri-ciri seorang yang bersabar bila ditinggal suaminya ;</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1. Tidak banyak mengeluh dengan ditinggalnya suami, baik mengeluh kepada akhwat atau yang lainnya</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">2. Tidak kecewa akan keberangkatan suaminya dengan menyadari bahwa ini adalah pilihan untuk akherat kelak</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">3. Tidak menyalahkan orang lain atas keberangkatan suami ke medan perang karena menyadari bahwa resiko ini akan berbuah di akherat nanti.</font></font></font><font size="3"><br /><br /><b><font face="ComicSansMS-Bold"><font face="Times New Roman"><font color="navy">2-Akhlaq terhadap anak didiknya :</font></font></font></b><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Anak adalah amanah Allah yang diberikan kita semua, seorang istri yang mempunyai anak momongan dan ditinggal suaminya berjihad hendaklah ia berakhlaq sebagai berikut ;</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1. Mendidiknya dalam naungan Al Qur’an dan As Sunnah</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">2. Mengawasi anak dalam bergaul sesama mereka.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Kalau dahulu ada abi’-nya yang mengawasi, kini ia harus berekstra untuk lebih diawasi. Ada beberapa keluarga mujahid sementara ditinggal abi-nya pergi dan keadaan anaknya tak karuan .</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Kalau tak bisa mengantar sekolah. Jauh-jauh hari bisa di musyawarahkan dengan abi-nya, dan Insya Allah ikhwan yang lain akan memikirkan hal ini, kecuali ada hal hal yang imigrensi.</font></font></font><font size="3"><br /><br /><b><font face="ComicSansMS-Bold"><font face="Times New Roman"><font color="navy">3-Akhlaq terhadap suami sebelum bepergian ;</font></font></font></b><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1. Menyiapkan segala keperluan suami saat mau bepergian baik pakaian, celana ….dll</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="Times New Roman" size="3"><font color="navy"><font face="ComicSansMS">2. Melunasi seluruh tanggungan, hutang piutang suami bila ada, karena dalam sebuah hadist yang artinya : </font><font face="ComicSansMS">” Seluruh amalan</font><font face="ComicSansMS">seorang syahid diterima oleh Allah kecuali hutang ”.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">3. Berpesan kepada suami, agar membuat surat wasiat sebelum berangkat, karena mati itu tidak menentu …wasiat untuk keluarga ..wasiat untuk istri, wasiat untuk anak, untuk Jama’ah, wasiat untuk segenap ummat Islam</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">4. Mendoakan suami mendapat ridho Allah</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">5. memberikan spirit, mendorong agar teguh dalam komitmen</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">terhadap Islam.</font></font></font><font size="3"><br /><br /><b><font face="ComicSansMS-Bold"><font face="Times New Roman"><font color="navy">4. Akhlaq terhadap tetangga :</font></font></font></b><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Seorang tidak mungkin hidup menyendiri, itulah fithrah dari Allah.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Hidup dengan tetangga , sebaiknya berakhlaq sebagai berikut:</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1. Memberikan hak tetangga sesuai dengan porsinya</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">2. Bila tetangga seorang kafir harus hati hati menyimpan rahasia kepergian suami</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">3. Bila tetangga seorang muslim taat, diceritakan dengan kalimat yang umum, dengan tujuan berda’wah semoga suaminya bisa berangkat</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">4. Disarankan untuk tidak terlalu mendetel menceritakan kepada anak, karena anak akan cepat bersosialisasi dengan tetangga sehingga tetangga tahu kepergian suami dari anak</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">5. Tidak sering berintraksi dengan tetangga walaupun ia seorang muslim karena akan cenderung ghibah, sehingga dikhawatirkan membuka rahasia suami.</font></font></font><font size="3"><br /><br /><b><font face="ComicSansMS-Bold"><font face="Times New Roman"><font color="navy">5. Akhlaq terhadap orang tua :</font></font></font></b><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Dengan orang tua dan keluarga sabaiknya berakhlaq sebagai berikut:</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1. Bila orang tua muslim yang taat apalagi multazim hendaknya diceritakan apa adanya kecuali tehadap ibu, karena ibu jarang yang bisa memahami akan aktifitas suami</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">2. Bila seorang yang belum mengerti, diceritakan dengan kalimat yang global</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">3. Memohon doa dari orang tua semoga cepat pulang dan selamat</font></font></font><font size="3"><br /><br /><b><font face="ComicSansMS-Bold"><font face="Times New Roman"><font color="navy">6. Akhlaq terhadap mertua :</font></font></font></b><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1. Bila mertua orang yang mengerti, diceritakan apa adanya dan tidak terlalu mendetail</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">2. Mengajak anak anak untuk kunjung ke mertua dan tidak berlama -lama, karena dirumah mertua sudah dipastikan ketemu ipar-ipar, sedang sabda baginda rosululloh yang artinya : “ Ipar itu membuat mati ”.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="Times New Roman" size="3"><font color="navy"><font face="ComicSansMS">3. Bila ditanya tentang khabar suami, dijawab seperlunya, tidak</font><font face="ComicSansMS">menceritakan berita sedih tentang suami, salah satu cobaan</font><font face="ComicSansMS">yang berat bila suami syahid, ini mempunyai adab sendiri</font><font face="ComicSansMS">untuk meceritakan hal ini, dan jama’ah yang akan</font><font face="ComicSansMS">memahamkan berita ini.</font></font></font><font size="3"><br /><br /><b><font face="ComicSansMS-Bold"><font face="Times New Roman"><font color="navy">7. Akhlaq terhadap Jama’ah:</font></font></font></b><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">BerJama’ah atau menggabungkan diri dengan sebuah Jama’ah apalagi Jama’ah jihad bukan berarti ta’ashub dengan jama’ah tadi. Seorang istri jauh hari sudah memahami aktifitas suami apalagi lembaga yang ikut mengatur rotasi ibadah jihad ini.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Untuk itu seorang mujahidah dalam berakhlaq dengan sebuah jama’ah hendaklah berperangai sebagai berikut:</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="Times New Roman" size="3"><font color="navy"><font face="ComicSansMS">1. Berhusnudhon terhadap Jama’ah, kepergian suami sematamata karena untuk meringankan beban dalam menyeleseikan problematika ummat yang paling besar adalah </font><b><font face="ComicSansMS-Bold">“ Cinta dunia</font></b><b><font face="ComicSansMS-Bold">dan takut mati”</font></b></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">2. Tidak sering-sering menanyakan akan kepulangan suami. Insya Allah Jama’ah sudah mempunyai standar dalam merotasikan ibadah ini. Minimal empat atau enam bulan.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Sesuai dengan kejadian pada masa umar rodhiyallahu ‘anhu, ada seoranag wanita muslimah yang di tinggal suaminya berjihad dan tidak pulang-pulang, maka Umar bertanya kepada muslimah tadi : “ Sebenarnya…berapa lama seorang</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">muslimah kuat ditinggal suaminya ? “ jawab wanita tadi : “ Empat bulan “. ( Ini ketika jihad fardhu kifayah. Akan tetapi ketika fardhu ‘ain maka tidak ada batasnya sampai hokum jihad itu berubah menjadi fardhu kifayah ).</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">3. Tidak menerima informasi kecuali dari Jama’ah atau ikhwan yang ditugasi dalam menyampaikan informasi,sehingga tidak menyesal dikemudian hari. Sesungguhnya salah satu problem dalam Jama’ah ini kurang teraturnya lalu-lintas informasi</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">sehingga banyak bias dari informasi yang benar atau banyak tafsiran-tafsiran yang akhirnya menimbulkan kesalahpahaman sesama keluarga ikhwan</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">4. Tidak menyalahkan Jama’ah bila suami mengalami ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">5. Tidak terlalu membanggakan suami dengan kepergiannya ke medan perang (dengan mengumbar cerita sesama akhwat).</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">6. Menghadiri pertemuan ummahat bila tidak memberatkan, karena dengan tatap muka sesama akan menjadi perekat Jama’ah.</font></font></font><font size="3"><br /><br /><b><font face="ComicSansMS-Bold"><font face="Times New Roman"><font color="navy">8. Akhlaq terhadap sesama kaum muslimin :</font></font></font></b><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Terhadap segenap kaum muslimin hendaklah berakhlaq sebagai berikut:</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1. Peduli akan ummat. Dengan selalu membaca berita tentang tertindasnya dhuafa’ul muslimin ( kaum muslimin yang lemah) di penjuru dunia</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">2. Mendukung segala aktifitas ummat dalam tahridhuljihad (program mengumandangkan jihad).</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">3. Membenci musuh musuh Islam dan muslimin dengan tidak membeli prodak- prodak musuh-musuh Allah terutama Yahudi dam Amerika.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">4. Berdoa untuk ummat Islam yang tertindas.</font></font></font><font size="3"><br /><br /></font> <font face="Times New Roman" size="3"><font color="navy"><b><font face="ComicSansMS-Bold">9. Akhlaq ketika suami datang dari berjihad :</font></b></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Setelah lama ditinggal, maka seorang istri mujahidah hendaklah dalam menjemput kedatangan suami mempunyai akhlaq sebagai berikut:</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">1. Menaburkan senyum pertama, sebagai ungkapan rindu berat karena lama ditinggal.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">2. Menuangkan segala keluh kesah dihadapan suami tanpa berlebihan</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">3. Menceritakan kepada anak-anak bahwa abi-nya baru dari jihad agar dikemudian hari anak ketularan senang berjuang dijalan Allah.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">4. Mendorong suami untuk lebih semangat lagi dalam urusan jihad .</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">5. Mengajak suami untuk bekerja keras mencari nafkah guna membiayai jihad yang akan datang. Sebagaimana para mujahidin Afghanistan. Bila dalam satu keluarga ada empat maka digulir yang dua berangkat yang lainnya mencari nafkah, dengan waktu minimal empat bulan. Inilah rotasi yang indah dikehidupan mujahidin …</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">6. Senantisa berdoa semoga suaminya tetap istiqomah karena tidak sedikit suami yang datang dari jihad malah tidak aktif lagi karena dikecewakan oleh personal anggota Jama’ah. Dengan menyadari bahwa ukuran sebuah Jama’ah bukan di ukur oleh personal yang ada, namun konsepnya apakah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rosululloh shollallhu ‘alaihi wasallam.</font></font></font><font size="3"><br /><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Demikianlah sekilas serpihan dari untaian akhlaq muslimah, mujahidah, multazimah terhadap ajakan Allah dan Rosul-Nya. Khususnya ibadah jihad ini.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="Times New Roman" size="3"><font color="navy"><font face="ComicSansMS">Kepada ummahat yang ditinggal suaminya….. Inilah indahnya</font><font face="ComicSansMS">bersuamikan seorang mujahid …</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Kepada ummahat yang suaminya belum berangkat ….. akan lebih indah kehidupan berumah tangga bila suami berangkat. Karena hikmah dari indahnya perjalanan ini bahwa sangat tidak enak bila suami selalu berdampingan terus, bila di tinggal, maka akan menumbuhkan kehidupan yang baru dan menambah kesetiaan</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">terhadap suami .</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Untuk akhwat yang belum menikah…..apapun kekurangan mujahidin maka dia masih mempunyai nilai plus dibanding yang lainnya, ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat An nisa’ dan Sabda Rosululloh bahwa, sebaik –baik ibadah setelah beriman kepada Allah adalah berjihad di jalan Allah. Indah nya hidup bersama mujahid ….. ketika harus bersusah payah dalam mencari ridhoAllah …</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Indahnya hidup bersama mujahid ..… ketika ia hidup dalam naungan Al Qur’an dan As Sunnah ..…</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Indahnya bersuamikan seorang mujahid….. ketika ia harus mempertaruhkan segala kehidupan dunia untuk kehidupan akherat kelak.</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Hiduplah semau kamu karena itu akan engkau tinggalkan</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Cintailah semua yang engkau cintai …..</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Ingatlah semua itu akan berpisah …</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Berbuatlah apa saja yang ingin anda berbuat …..</font></font></font><font size="3"><br /></font> <font face="ComicSansMS" size="3"><font face="Times New Roman"><font color="navy">Ingatlah semua itu akan ada balasan nya….</font></font></font><font size="3"><br /><br /></font> </p><div style="text-align: center;"><font size="3"><b><font face="ComicSansMS-Bold"><font face="Times New Roman">Wallahu ‘Alam Bisshowab</font></font></b></font></div><br /><p class="MsoNormal" dir="ltr" style="text-align: justify; direction: ltr; unicode-bidi: embed;"><br /></p><p class="MsoNormal" dir="ltr" style="text-align: justify; direction: ltr; unicode-bidi: embed;">Sumber: "Kado Untuk Mujahidah", al qaedun group<br /><span style="font-size: 14pt; font-family: "Bookman Old Style";"><span style=""></span><o:p></o:p></span></p> Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-52850956589459860362009-03-12T00:56:00.000-07:002009-03-12T00:57:30.787-07:00Hukum Memerangi Kaum Muslimin....Syaikh 'abdul Qodir bin 'Abdul 'Aziz<meta http-equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Craias%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C04%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City" downloadurl="http://www.5iamas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place" downloadurl="http://www.5iantlavalamp.com/"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id=ieooui></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Souvenir Lt BT"; mso-font-alt:Georgia; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:7 0 0 0 17 0;} @font-face {font-family:"Traditional Arabic"; panose-1:2 1 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:178; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:24577 0 0 0 64 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoBodyTextIndent, li.MsoBodyTextIndent, div.MsoBodyTextIndent {margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:3.0pt; margin-left:0cm; text-align:justify; text-indent:22.3pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.arti, li.arti, div.arti {mso-style-name:arti; mso-style-parent:"Body Text Indent"; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:3.0pt; margin-left:22.5pt; text-align:justify; text-indent:-.2pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; font-style:italic;} p.subjudul, li.subjudul, div.subjudul {mso-style-name:subjudul; mso-style-parent:"Body Text Indent"; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:6.0pt; margin-left:0cm; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:Arial; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; font-weight:bold;} p.no, li.no, div.no {mso-style-name:no; mso-style-parent:"Body Text Indent"; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:3.0pt; margin-left:18.0pt; text-align:justify; text-indent:-18.0pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:1075786059; mso-list-type:simple; mso-list-template-ids:67698703;} @list l0:level1 {mso-level-tab-stop:18.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="subjudul" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">SIAPA SAJA YANG BERKOALISI BERSAMA AMERIKA UNTUK MEMERANGI KAUM MUSLIMIN MAKA DIA TELAH KAFIR. DAN INI TIDAK KHUSUS DENGAN AMERIKA SAJA, BAHKAN BARANGSIAPA YANG MEMBANTU ORANG KAFIR (SEPERTI PENGUASA-PENGUASA MURTAD) GUNA MEMERANGI KAUM MUSLIMIN BERARTI TELAH KAFIR.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Adapun dalil-dalilnya adalah :<o:p></o:p></span></p> <p class="no" style=""><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Al Maidah : 51<o:p></o:p></span></p> <p class="no" dir="rtl" style="margin: 0cm -0.05pt 3pt 21.3pt; text-align: justify; text-indent: 18.05pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 16pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَآءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ <o:p></o:p></span></p> <p class="arti"><span dir="ltr"></span><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span dir="ltr"></span>"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia. Sebagian mereka adalah teman setia bagi sebagian yang lain. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai teman setia, niscaya ia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang zhalim."<o:p></o:p></span></p> <p class="no" style=""><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Al Maidah : 54<o:p></o:p></span></p> <p class="no" dir="rtl" style="margin: 0cm -0.05pt 3pt 1cm; text-align: justify; text-indent: 18.05pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 16pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآَئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ<o:p></o:p></span></p> <p class="no" style="margin-left: 14.2pt; text-indent: 14.15pt;"><span dir="ltr"></span><i><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span dir="ltr"></span>"Wahai orang-orang yang beriman barangsiapa di antara kalian murtad (keluar) dari agamanya, niscaya Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah, berlemah lembut terhadap orang-orang yang beriman dan tegas terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah dan tidak takut terhadap celaan orang-orang yang mencela. Itulah karunia Allah yang telah Dia anugerahkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah itu Maha Luas Karunia-Nya dan Maha Mengetahui</span></i><b><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">.</span></b><span dir="rtl"></span><b><span dir="rtl" style="" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>) </span></b><b><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Al Maidah : 54</span></b><span dir="rtl"></span><i><span dir="rtl" style="" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span> (</span></i><i><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><o:p></o:p></span></i></p> <p class="arti"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Jadi Allah menjelaskan bahwa barangsiapa berwala' (mengambil teman setia) terhadap orang-orang kafir maka ia termasuk golongan mereka. Artinya bahwa orang tersebut divonis kafir seperti mereka. Hal ini dikuatkan dengan firman Allah yang lain yang senada dengan itu (Al Maidah : 54)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Menolong, membela dan berwala' dapat dipahami sebagaimana firman-Nya : <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 16pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">وَمَاكَانَ لَهُم مِّنْ أَوْلِيَآءَ يَنصُرُونَهُم مِّن دُونِ اللهِ <o:p></o:p></span></p> <p class="arti"><span dir="ltr"></span><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span dir="ltr"></span>"Dan mereka tidak memiliki wali-wali (penolong-penolong) yang akan menolong mereka selain Allah swt." </span><b style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT"; font-style: normal;">(Asy Syura : 46)</span></b><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Maka barangsiapa membela orang-orang kafir di atas kekufuran mereka atau menolong mereka untuk memerangi kaum muslimin berarti ia telah kafir.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Pemahaman ini membawa konsekuensi, yaitu kafirnya pemerintahan-pemerintahan yang mengira bahwa mereka muslim, seperti pemerintah <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Pakistan</st1:country-region></st1:place> dan negara-negara Teluk dan yang lainnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Negara-negara tersebut sebelumnya adalah negara kafir, karena mereka mengatur rakyatnya dengan undang-undang selain yang diturunkan oleh Allah <i style="">Subhanahu wa Ta'ala</i>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Adapun negara-negara yang aslinya kafir, maka kekufuran mereka sangat jelas, namun kekafiran mereka semakin bertambah manakala mereka memerangi kaum muslimin.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Negara-negara kafir itu telah merekrut mereka-mereka yang mengaku sebagai muslim untuk berkoalisi bersamanya guna memukul kaum muslimin dengan alasan yang beranekaragam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Sejak kurang lebih satu abad yang lalu, di bawah pimpinan Asy Syarif Husain Syarif Makkah dan anak-anaknya, penjajah Inggris itu telah memimpin negara Arab untuk memerangi orang-orang Turki Utsmani di Syam dengan menamakan diri mereka, <i style="">"At Tsaurah Al Arabiyyah Al Kubra" </i>(Revolusi Arab yang terbesar). Padahal revolusi ini lebih tepat disebut <i style="">"Al Khiyanah Al Gharbiyyah Al Kubra" </i>(Pengkhianatan Barat yang terbesar). Merekapun akhirnya dapat menguasai negeri Syam (Palestina) dan mengusir orang-orang Turki Utsmani dari tempat itu pada tahun 1916 - 1918.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Tidak ada pernyataan yang keluar dari komandan kafir Inggris "Lord" selain ucapan, <i style="">"Inilah, sesungguhnya Kami telah kembali wahai Shalahuddin."</i><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dan Inggrispun menyerahkan Palestina ke tangan najis Yahudi. Sedangkan Perancis mengambil alih Suriyah dan Libanon. Sementara Inggris mengambil alih Irak dan Yordania pada perjanjian "Saix Piccot", merekapun akhirnya membuang Asy Syarif Husain ke Qobras (negeri Nashara) setelah sebelumnya mereka menjanjikan kursi kerajaan Arab untuknya. <b style="">(Murasalat Al Husain)</b><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dan anak cucu Asy Syarif ini adalah mereka yang memerintah Yordania hari ini. Lepasnya negeri Palestina dari pangkuan umat Islam juga tidak lain disebabkan oleh pengkhianatan Arab yang terbesar tadi, yang mana ia telah dan masih tegak dan eksis.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dan pada saat yang sama Inggris mengambil alih Irak dari orang-orang Turki dengan pasukan penyokongnya dari kalangan umat Islam <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">India</st1:country-region></st1:place>. Mereka memasuki Irak melalui Teluk, kaum muslimin Indiapun keluar untuk berperang melawan orang-orang Turki Utsmani yang notabene sebagai warga negara Daulah Khilafah. Ironisnya Asy Syarif Husain dan ulama-ulama Makkah yang berkomplot dengannya mengeluarkan fatwa yang membolehkan hal demikian.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Jadi Inggris tidak pernah bisa mengambil alih wilayah kaum muslimin kecuali melalui tangan-tangan kaum muslimin sendiri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Perancis tidak bisa memasuki Suriyah dan Libanon (pada tahun 1920) sesuai perjajian Saix Piccot kecuali melalui pasukan yang terdiri dari Muslimin <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Tunisia</st1:place></st1:country-region> dan Al Jazair (yang menjadi jajahannya)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Perancis tidak pernah memerangi orang-orang Al Jazair (pada perang kemerdekaan 1954-1962 yang di dalamnya telah gugur sejuta syuhada') tanpa perantara sekutu-sekutu mereka dari orang-orang Al Jazair. Juga yan gdisebut dengan Al Harakiyyun. Jumlah mereka yang masih hidup ada 1/4 juta orang beserta orang-orang Perancis tatkala mereka ditarik kembali ke Perancis dari Al Jazair.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Amerika yang Nashara itupun tidak pernah masuk dan menetap (berkedudukan) di jazirah arab tanpa perantara Pengkhianat Haramain Asy-Syarifain dan dengan Fatwa gerombolannya dari kalangan ulama' suu' yang mana mereka menamai tentara Nashara dengan istilah <i style="">"Al Quwwat Ash Shodiiqoh" </i>(kekuatan-kekuatan sahabat) yang jelas-jelas bertentangan dengan pensifatan syar'i yang benar, yang tentunya bertujuan untuk menyamarkan/ mengaburkan kebenaran di mata orang-orang awam dan orang-orang bodoh.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dan tidaklah Amerika memerangi Irak dan menghancurkannya melainkan dengan tentara-tentara Mesir dan Suriyah yang mengaku beragama Islam! Dan<span style=""> </span>Amerika terus menerus menggempur Irak dengan jet-jet tempurnya yang bertolak dari negara-negara yang mereka sebut Islami seperti <st1:country-region w:st="on">Kuwait</st1:country-region>, <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Saudi Arabia</st1:country-region></st1:place> dan Turki.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dan pada hari ini Amerika menggempur <st1:country-region w:st="on">Afghanistan</st1:country-region> dari bumi <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Pakistan</st1:country-region></st1:place> yang mereka sebut islami juga. Dan mereka akan memerangi <st1:country-region w:st="on">Afghanistan</st1:country-region> (Thaliban) dengan tangan-tangan orang <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Afghanistan</st1:country-region></st1:place> yang dikenal dengan Aliansi utara (yang terdiri dari pasukan Rabbani-Dustum).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dahulu, kaum Salib pun bisa berkuasa di pantai Syam (pada perang Salib yang pertama) juga hanya disebabkan oleh pengkhianatan para wali <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">kota</st1:city></st1:place> syam dan koalisi yang mereka bangun dengan Nashara.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><st1:place w:st="on"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Andalusia</span></st1:place><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"> (Spanyol) juga jatuh ke tangan Nashara hanya disebabkan pengkhianatan para kepala suku yang berkoalisi dengan mereka.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Di setiap kesempatan, orang kafir selalu menjadi pihak yang beruntung sedang kaum muslimin menjadi pihak yang merugi/kerugian wilayah, personal dan harta benda. Dan dapat dikatakan, bahwa mereka telah merugi dalam agama mereka dengan kekufuran dan kemurtadan yang menyelimuti mereka disebabkan mereka berwala' (menjadikan teman setia) terhadap orang-orang kafir.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Adapun negara-negara kafir yang memberkati serangan Amerika terhadap <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region> dapat dipastikan bahwa masing-masing mereka memiliki kepentingan!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Kanada, Inggris dan <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Australia</st1:place></st1:country-region> berkoalisi dengan Amerika demi fanatisme Salib!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Perancis dan Libanon memberi bantuan guna mendapatkan wewenang di dalam menetapkan masa depan <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region> ke depan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Turki menawarkan bantuannya agar Amerika membantu mereka di dalam mewujudkan keinginannya untuk bergabung dengan Uni Eropa.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><st1:country-region w:st="on"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Uzbekistan</span></st1:country-region><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"> memberi bantuan demi membela Abdur Rasyid Dustum Al Uzbeki.Tajikistan memberi bantuan demi membela Rabbani.Dan semua negeri di sebelah utara <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Afghanistan</st1:country-region></st1:place> membantu Amerika untuk melawan Thaliban karena khawatir adanya bala bantuan yang akan memenangkannya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><st1:country-region w:st="on"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Pakistan</span></st1:country-region><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"> membantu Amerika agar dapat tetap menguasai Kashmir dengan dukungan Amerika, sekaligus mendapatkan wewenang/kesempatan untuk menentukan masa depan <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Afghanistan</st1:place></st1:country-region> kedepan.dan untuk memutus jalur Aliansi utara dalam merebut kekuasaan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Adapun Rusia dan Cina memberi dukungan kuat Amerika agar Amerika menutup rapat kejahatan kemanusiaan/pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan kedua negera tersebut dan harapan mereka agar Amerika benar-benar tumbang dan terhina di <st1:country-region w:st="on">Afghanistan</st1:country-region> sebagaimana dahulu pernah keok di <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Vietnam</st1:country-region></st1:place>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Sedangkan negara-negara Teluk, maka mereka membantu amerika laksana seorang budak yang ikut tuannya. Karena Amerikalah penanggung jawab yang akan selalu menjaga singgasana-singgasana mereka. Penguasa-penguasa negeri Teluk ini yang<span style=""> </span>telah lama menjadi raja-raja bagi bangsa-bangsa mereka. Namun mereka hanyalah laksana budak yang selalu taat kepada Tuannya. Kalau dahulu tuannya bernama Inggris, sedangkan sekarang Amerika!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dahulu, masa depan negara-negara teluk disetir dan ditentukan oleh Perwakilan Raja Inggris yang ada di <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">India</st1:place></st1:country-region> (kurang lebih satu abad yang lalu). Sedangkan pada hari ini berada di Washington.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><b style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Kesimpulannya :<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Bahwa siapa saja yang berkoalisi bersama orang-orang kafir seperti Amerika dan yang lainnya guna memerangi kaum muslimin, maka sesungguhnya ia telah kafir. Sebagaimana firman Allah <i style="">Subhanahu wa Ta'ala</i>. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 16pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ<o:p></o:p></span></p> <p class="arti"><span dir="ltr"></span><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span dir="ltr"></span>"Dan barangsiapa diantara kalian menjadikan mereka sebgai teman setia berarti ia telah menjadi golongan mereka." </span><b style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT"; font-style: normal;">(Al Maidah : 51)</span></b><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><o:p></o:p></span></p> Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-60577050542707491502009-03-12T00:52:00.000-07:002009-03-12T00:57:30.794-07:00Al Muqotilah wa Ghoiru Al Muqotilah...syaikh 'Abdul Qodir bin 'Abdul 'Aziz<meta http-equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Craias%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C03%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City" downloadurl="http://www.5iamas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place" downloadurl="http://www.5iantlavalamp.com/"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="country-region"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id=ieooui></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Souvenir Lt BT"; mso-font-alt:Georgia; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:7 0 0 0 17 0;} @font-face {font-family:"Traditional Arabic"; panose-1:2 1 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:178; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:24577 0 0 0 64 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoBodyTextIndent, li.MsoBodyTextIndent, div.MsoBodyTextIndent {margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:3.0pt; margin-left:0cm; text-align:justify; text-indent:22.3pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.arti, li.arti, div.arti {mso-style-name:arti; mso-style-parent:"Body Text Indent"; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:3.0pt; margin-left:22.5pt; text-align:justify; text-indent:-.2pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; font-style:italic;} p.subjudul, li.subjudul, div.subjudul {mso-style-name:subjudul; mso-style-parent:"Body Text Indent"; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:6.0pt; margin-left:0cm; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:Arial; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; font-weight:bold;} p.no, li.no, div.no {mso-style-name:no; mso-style-parent:"Body Text Indent"; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:3.0pt; margin-left:18.0pt; text-align:justify; text-indent:-18.0pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="subjudul" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Souvenir Lt BT";">BATALNYA PERNYATAAN YANG BERBUNYI BAHWA WARGA SIPIL AMERIKA ADALAH ABRIYA'</span><span dir="rtl"></span><span dir="rtl" style="font-size: 11pt; font-family: "Times New Roman";" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span> )</span><span dir="ltr"></span><span style="font-size: 11pt; font-family: "Souvenir Lt BT";"><span dir="ltr"></span> secara mutlak</span><span dir="rtl"></span><span dir="rtl" style="font-size: 11pt; font-family: "Times New Roman";" lang="AR-SA"><span dir="rtl"></span>(</span><span style="font-size: 11pt; font-family: "Souvenir Lt BT";"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Pembagian manusia menjadi sipil (madani) dan militer adalah pembagian model baru yang tidak ada dasar syari'atnya di dalam ajaran Islam sama sekali.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Adapun pembagian manusia menurut Syar'i adalah bahwa manusia dibagi menjadi dua, yaitu :<o:p></o:p></span></p> <p class="no"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">1. <span style=""> </span><b style=""><i style="">Al Muqotilah </i></b>(laskar pejuang), yaitu para laki-laki yang telah mencapai usia 15 tahun atau lebih. Secara syar'i mereka disebut <i style="">Muqotilun </i>(pejuang) meskipun mereka tidak turut serta dalam berperang.<o:p></o:p></span></p> <p class="no"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">2. <span style=""> </span><b style=""><i style="">Ghoiru Al Muqotilah </i></b>(Non Pejuang), yaitu anak-anak yang belum baligh (dibawah 15 tahun), para wanita, orang-orang tua yang telah lanjut usia dan mereka yang menderita penyakit kronis (yang tahan lama) sehingga ia tdak mampu berperang (dari laki-laki yang baligh),<span style=""> </span>seperti orang-orang buta, pincang, tuli dan semisalnya. Namun siapa saja di antara mereka yang berpartisipasi dalam perang baik dengan perkataan maupun perbuatannya maka pada saat itu mereka termasuk golongan <i style="">Muqotilah</i>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dengan pemahaman ini anda mengetahui bahwa para wanita Amerika, Inggris dan Israil dan yang semisal dengannya (dari berbagai negara) dapat dikategorikan sebagai Pejuang karena para wanita itu pernah mengikuti program kemiliteran bersama dengan para militer di negeri yang bersangkutan. Dan bila di antara wanita itu ada yang tidak turut serta/terlibat dalam membantu militer mereka, maka mesti berhati-hati (agar tidak membunuh mereka).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Inilah keterangan dari saya bahwa selain pejuangpun, bila mereka ikut berperang maka dibunuh. Hal ini tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Fuqaha'. Lebih jelasnya anda dapat melihat di Bab Al Jihad di dalam <b style=""><i style="">Kitab Al Mughni </i></b>tulisan Ibnu Qudamah Al Hanbali dan juga terdapat di dalam kitab-kitab Fiqih lainnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Karena itu <b style="">tidak benar </b>bila warga sipil Amerika itu <b style=""><i style="">abriya'</i></b>, bahkan sebagian besar kaum laki-laki dan wanita dari mereka adalah <i style="">Muqotilah </i>(pejuang) menurut kacamata Syar'i.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Bagaimana tidak demikian .... Sedangkan setelah kejadian ledakan WTC 11 September 2001, pihak Amerika meminta pendapat rakyatnya secara umum yang pada akhirnya mayoritas penduduknya menguatkan keputusan pemimpin Amerika yang Salib, George W Bush untuk menghajar <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Afghanistan</st1:country-region></st1:place>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dan dukungan invasi ke <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Afghanistan</st1:country-region></st1:place> ternyata tidak hanya berasal dari rakyat Amerika, bahkan meluas ke bangsa-bangsa Salib lainnya seperti Kanada, Inggris dan lain-lain.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Adapun <b style=""><i style="">Abriya'</i></b><i style=""> </i>yang sesungguhnya adalah para kanak-kanak dari rakyat Amerika dan orang-orang muslim yang berbaur dengan mereka karena tujuan Syar'i yang mubah seperti dagang dan semisalnya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Terhadap para Abriya' ini, maka sesungguhnya tidak ada dosa sedikitpun bila mereka terbunuh dan urusan mereka pada hari kiamat diserahkan kepada Allah <i style="">Subhanahu wa Ta'ala</i>, Dzat Yang Maha Mengetahui dengan segala yang ghaib.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dalil tentang Abriya' dari kalangan anak-anak yang terbunuh adalah :<o:p></o:p></span></p> <p class="no"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">1. <span style=""> </span>Hadits Ash Sha'b bin Jatstsamah yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim.<o:p></o:p></span></p> <p class="arti" dir="rtl" style="margin: 0cm -0.05pt 3pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 14.2pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 16pt; font-family: "Traditional Arabic"; font-style: normal;" lang="AR-SA">سُئِلَ رَسُوْلُ الله صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ عَنِ الذَّارَارِي مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ يُبَيَّتُوْنَ فَيُصِيْبُوْنَ مِنْ نِسَائِهِمْ وَذَرَارَهِمْ فَقَالَ : هُمْ مِنْهُمْ<o:p></o:p></span></p> <p class="arti"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Rasulullah Shallallohu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang wanita-wanita dan anak-anak orang musyrikin (pada saat) pasukan kaum muslimin menyerang kaum musyrikin di waktu malam sehingga (diantara wanita-wanita dan anak-anak mereka) ada yang terbunuh, maka Nabi menjawab, "Mereka adalah bagian dari bapak-bapak mereka."<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><b style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Kondisi ini terjadi pada saat pasukan kaum muslimin berhalangan/tidak bisa membedakan atau memilah-milah antara kaum musyrikin yang muqotilah dan yang bukan, sehingga pada saat itu anak-anak dan wanita yang tergolongan bukan muqotilah dihukumi seperti wali-wali mereka di dalam kekufuran. Dan bahwasanya tidak ada dosa sedikitpun bila sampai membunuh mereka jika memang pasukan kaum muslimin kesulitan membedakan/memilah-milah di antara mereka.<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dari sini berkembanglah cabang masalah yang lain, yaitu tentang <i style="">Tatarrus </i>dan bolehnya membunuh tameng hidup berupa orang-orang kafir yang bukan muqotilah bila mereka digunakan tameng/pelindung bagi <i style="">kafir Muqotil</i>. Hal semacam inilah yang saat ini kita kenal dengan <i style="">"Ad Duru' Al Basyariyah"</i>.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Adapun bila ada warga muslim yang terbunuh di tengah-tengah warga kafir, maka hal itu ma'dzur (diampuni), lalu ia akan dibangkitkan oleh Allah menurut kadar amalnya pada hari kiamat kelak. Hal ini didasarkan hadits Ibnu Umar berikut :<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 16pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">إِذَا أَنْزَلَ الله ُبِقَوْمٍ عَذَاباً أَصَابَ العَذَابُ مَنْ كَانَ فِيْهِمْ ثُمَّ بُعِثُوْا عَلَى أَعْمَالِهِمْ<o:p></o:p></span></p> <p class="arti"><span dir="ltr"></span><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span dir="ltr"></span>"Apabila Allah menurunkan adzab kepada suatu kaum niscaya adzab itu menimpa siapa saja yang ada di tengah-tengah kaum itu, kemudian mereka akan dibangkitkan menurut amal mereka besuk pada hari kiamat." </span><b style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT"; font-style: normal;">(Muttafaq 'Alaihi)</span></b><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dan juga hadits Ummu Salamah tentang pasukan yang menyerang Ka'bah lalu Allah membenamkan pasukan itu di sebuah <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">padang</st1:city></st1:place> pasir yang ada di atas permukaan bumi, padahal di antara mereka ada yang dipaksa ikut dan bahkan tidak termasuk dari pasukan itu. Maka Nabi <i style="">Shallallohu 'alaihi wa sallam </i>bersabda, "Barisan pertama hingga terakhir, semuanya dibenamkan ke bumi, kemudian mereka dibangkitkan di hari kiamat menurut niat mereka." <b style="">(Muttafaq 'Alaihi)</b><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Ibnu Taimiyah telah memperinci masalah (hadits ini), terkait dengan fatwa terhadap Tartar yang tertuang di jilid 28 di dalam kitab <b style=""><i style="">Majmu' Fatawa </i></b>karangan beliau.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><b style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Kesimpulan masalah ini adalah :<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Bahwa berbaurnya orang yang tidak berhak dibunuh dengan orang yang berhak dibunuh tidak dapat menghalangi/melarang bolehnya membunuh semua orang yang berbaur itu manakala ada/terjadi kesulitan di dalam membedakan/ memilah-milah di antara mereka.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Jadi tidak benar bila <i style="">warga sipil </i>(kafir) itu dihukumi <i style="">Abriya' </i>(secara mutlak).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Lalu bagaimana dengan <i style="">Abriya' </i>yang telah dikubur di <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Bosnia</st1:country-region></st1:place> yang jumlahnya ribuan itu? Bagaimana dengan <i style="">Abriya' </i>di Irak, <st1:city w:st="on">Palestina</st1:city>, <st1:country-region w:st="on">Chechnya</st1:country-region>, <st1:place w:st="on"><st1:country-region w:st="on">Afghanistan</st1:country-region></st1:place> dan yang lainnnya?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Sensus membuktikan bahwa lebih dari separoh pengungsi di dunia hari ini terdiri dari orang-orang muslim!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Apakah darah muslim murah sedangkan darah orang kafir mahal? Ataukan korban pembunuhan dan kesedihan hanya ditaqdirkan bagi kaum muslimin saja?<o:p></o:p></span></p> Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-32246985610369214232009-03-12T00:51:00.000-07:002009-03-12T00:57:30.801-07:00Al Irhab....syaikh 'Abdul Qobir bin 'Abdul 'Aziz<meta http-equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Craias%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"MS Mincho"; panose-1:2 2 6 9 4 2 5 8 3 4; mso-font-alt:"MS 明朝"; mso-font-charset:128; mso-generic-font-family:modern; mso-font-pitch:fixed; mso-font-signature:-1610612033 1757936891 16 0 131231 0;} @font-face {font-family:"Souvenir Lt BT"; mso-font-alt:Georgia; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:7 0 0 0 17 0;} @font-face {font-family:"Traditional Arabic"; panose-1:2 1 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:178; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:24577 0 0 0 64 0;} @font-face {font-family:"\@MS Mincho"; panose-1:2 2 6 9 4 2 5 8 3 4; mso-font-charset:128; mso-generic-font-family:modern; mso-font-pitch:fixed; mso-font-signature:-1610612033 1757936891 16 0 131231 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoBodyTextIndent, li.MsoBodyTextIndent, div.MsoBodyTextIndent {margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:3.0pt; margin-left:0cm; text-align:justify; text-indent:22.3pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.arti, li.arti, div.arti {mso-style-name:arti; mso-style-parent:"Body Text Indent"; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:3.0pt; margin-left:22.5pt; text-align:justify; text-indent:-.2pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; font-style:italic;} p.subjudul, li.subjudul, div.subjudul {mso-style-name:subjudul; mso-style-parent:"Body Text Indent"; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:6.0pt; margin-left:0cm; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:Arial; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; font-weight:bold;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin:0cm; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="subjudul" style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 11pt; font-family: "Times New Roman";">AL IRHAB (MEMBUAT GENTAR ORANG-ORANG KAFIR) ADALAH BAGIAN DARI AJARAN ISLAM DAN BARANGSIAPA MENGINGKARI HAL ITU BERARTI TELAH KAFIR.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Ini didasarkan firman Allah <i style="">Subhanahu wa Ta'ala </i>:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" dir="rtl" style="text-align: justify; text-indent: 0cm; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 16pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَتَعْلَمُونَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَاتُنْفِقُوا مِن شَىْءٍ فِي سَبِيلِ اللهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَتُظْلَمُونَ </span><span style="font-size: 16pt;" lang="AR-SA"><o:p></o:p></span></p> <p class="arti" style="margin-left: 0cm; text-indent: 0cm;"><span dir="ltr"></span><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span dir="ltr"></span>"Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka (orang-orang kafir) segenap kekuatan yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat, yang dengannya kalian dapat menggentarkan musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahui tetapi Allah mengetahui mereka." </span><b style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT"; font-style: normal;">(Al Anfal : 60)</span></b><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Karena itu <b style=""><i style="">Irhab </i></b>(membuat gentar) musuh-musuh kafir hukumnya wajib menurut Syar'i berdasarkan ayat ini. Dan barangsiapa mengingkari berarti telah kafir!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" dir="rtl" style="text-align: justify; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 16pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">وَمَايَجْحَدُ بِئَايَاتِنَآ إِلاَّ الْكَافِرُونَ <o:p></o:p></span></p> <p class="arti" style="margin-left: 0.2pt;"><span dir="ltr"></span><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span dir="ltr"></span>"Dan tiada mengingkari ayat-ayat Kami selain orang -orang yang kafir." </span><b style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT"; font-style: normal;">( Al Ankabut : 47)</span></b><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><b style=""><i style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Juhud </span></i></b><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">artinya mengingkari dan mendustakan dengan lisan!<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent" dir="rtl" style="text-align: justify; text-indent: -0.05pt; direction: rtl; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: 16pt; font-family: "Traditional Arabic";" lang="AR-SA">وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِالْحَقِّ لَمَّا جَآءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكَافِرِينَ<o:p></o:p></span></p> <p class="arti" style="margin-left: 0cm;"><span dir="ltr"></span><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><span dir="ltr"></span>"Dan siapakah yang lebih berbuat aniaya daripada orang yang telah mengada-adakan kebohongan atas Allah atau mendustakan kebenaran ketika ia datang kepadanya. Bukankah jahannam itu tempat kembali bagi orang-orang kafir." </span><b style=""><span style="font-family: "Souvenir Lt BT"; font-style: normal;">(Al Ankabut : 68)</span></b><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Maka barangsiapa berkata bahwa Islam berlepas diri dari <i style="">Irhab </i>(terorisme / gerakan menggentarkan orang kafir) atau hendak memisahkan antara Irhab dan Islam maka ia benar-benar telah kafir. Jadi <i style="">Irhab </i>itu adalah bagian dari Islam.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyTextIndent"><span style="font-family: "Souvenir Lt BT";">Dengan pemahaman ini anda tentu mengetahui bahwa orang-orang yang berkata bahwa mereka hendak memerangi <i style="">Irhab </i>(terorisme / gerakan menggentarkan orang kafir) berarti mereka hendak memerangi Islam. Membasmi <i style="">Irhab </i>sama artinya dengan membasmi Islam! Dan mereka hanya bisa menyamarkan hakekat-hakekat sesuatu itu terhadap orang-orang bodoh saja.<o:p></o:p></span></p> Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-49685039750152186222008-10-31T17:54:00.000-07:002009-03-12T01:05:28.071-07:00Prinsip Jihad...syaikh Yusuf bin Sholih Al 'Uyairi rahimahullah...bagian 4<div align="center"><strong><span style="font-size:130%;">Rambu ke empat:<br />Jihad tidak tergantung dengan hasil pertempuran<br /></span></strong> </div><div align="justify"><br />Di antara musibah yang merusak keyakinan banyak umat Islam adalah mengkaitkan jihad dengan pertem-puran, artinya jika kita menang dalam pertempuran tersebut berarti prinsip dan landasan jihad kita benar, tapi jika kita mengalami kekalahan berarti prinsip dan manhaj kita keliru. </div><div align="justify"><br />Keyakinan seperti ini tentu saja batil, baik secara akal maupun syar‘i. Keyakinan ini lahir dari lemahnya kepercayaan diri, minimnya iman dan ketidak mampuan untuk bersabar dan mempertahankan kesabaran tersebut.</div><div align="justify"><br />Mengapa secara akal batil? Karena tidak ada hubungan baik menurut pendapat orang dan akal antara prinsip dan hasil yang dicapai, sehingga kegagalan hasil sebuah perjuangan tidak bisa menunjukkan batil tidaknya suatu prinsip atau manhaj.</div><div align="justify"><br />Adapun kebatilannya secara syar‘i, ditunjukan oleh sebuah hadits Nabi SAW di dalam Shohih Bukhori Muslim bahwa beliau bersabda:<br />(عُرِضَتْ عَلَيَّ اْلأُمَمُ فَجَعَلَ النَّبِيُّ وَالنَّبِيَّانِ يَمُرُّوْنَ مَعَهُمُ الرَّهْطُ وَالنَّبِيُّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ)<br />“Ditampakkan kepadaku umat-umat manusia, ada nabi yang lewat hanya dengan beberapa kelompok orang, bahkan ada nabi yang tidak membawa pengikut sama sekali.”</div><div align="justify"><br />Lihat, nabi yang tidak membawa pengikut sama sekali, ia datang tanpa membawa hasil sedikitpun dari dak-wahnya. Tidak adanya seorangpun yang masuk Islam bersamanya tentu tidak menunjukkan bahwa dakwah yang ia emban itu batil atau salah –Mahatinggi Alloh dari itu—ketika ia diutus pada waktu dan tempat yang sudah sesuai. Keyakinan kalau berarti dakwah Nabi ini batil tidaklah diyakini selain oleh orang zindiq.</div><div align="justify"><br />Dalam pentas sejarah, kita banyak memiliki contoh kekalahan, sampai-sampai seorang muslim akan menganggap kekalahan itu menjadi-kan Islam tidak akan tegak kembali. Yang paling dahsyat adalah kekalahan kaum muslimin ketika melawan bangsa Tartar di awal tahun 656 H ketika mereka menyerang Irak dan Syam. Di Irak saja, mereka membu-nuh lebih dari satu juta orang dalam tempo 40 hari, berarti satu hari mereka rata-rata membunuh 25.000 orang. Kerusakan yang mereka timbulkan kian hari kian merajalela, mereka merangsek ke negeri-negeri Islam lainnya dan berhasil meme-nangkan setiap peperangan melawan kaum muslimin. </div><div align="justify"><br />Ketika Alloh telah menyaring kaum muslimin dan kaum muslimin-pun mulai sadar untuk mematuhi Alloh, pasukan Tartar kembali bertem-pur melawan kaum muslimin di peperangan ‘Ain Jalut, akhirnya Tartar mengalami kekalahan terburuk walau-pun sebelumnya mereka selalu meme-nangkan setiap peperangan. Pada peperangan ‘Ain Jalut ini bisa dipastikan pasukan Tartar lebih kuat daripada ketika awal mula datang, sedangkan kaum muslimin jauh lebih lemah dibandingkan sebelum bangsa Tartar datang ke Baghdad. </div><div align="justify"><br />Kondisi yang sama terjadi ketika orang-orang Qoromithoh menyerang Irak dan Hijaz di awal abad ketiga hijriyah. </div><div align="justify"><br />Sebelum semua itu, di Uhud pun tidak jauh berbeda. Ketika perang Uhud terjadi, kaum muslimin kalah menghadapi orang kafir. Setelah itu pada perang Ahzab mereka lagi-lagi ditimpa kesusahan dan kesempitan serta ditimpa kegoncangan. Setelah lewat beberapa waktu, barulah mereka berhasil memenangkan pepe-rangan-peperangan setelahnya, pun-caknya adalah ketika Fathu Mekkah.</div><div align="justify"><br />Dari penjelasan ini, berarti menggantungkan jihad dengan per-tempuran termasuk hal yang bisa melemahkan moral, dan merupakan penyebab terbesar lemahnya kaum muslimin hari ini. Sebab, baik dulu maupun sekarang, kita tidak pernah memerangi musuh atas dasar jumlah dan persenjataan yang banyak. Lagi pula, kita tidak mungkin akan mengukur peperangan yang kita lakukan atas ukuran-ukuran materi. Yang penting, kalau kita sudah memaksimalkan diri dalam melakukan I‘dad (persiapan, latihan) tanggungan kita sudah selesai walaupun ketika nanti kita berperang kita mengalami kekalahan. </div><div align="justify"><br />Jadi, menggantungkan kemena-ngan Islam dengan peperangan saja akan mengakibatkan sikap apatis dan meninggalkan jihad hanya lantaran kekalahan tersebut. Kita benar-benar harus mengerti bahwa kita tidak pernah berperang atas dasar jumlah dan perlengkapan yang banyak.<br />Bisa saja suatu ketika nanti kita banyak dan lebih berposisi di atas angin daripada musuh kita, tetapi kita belum memenuhi syarat standar keimanan untuk meraih kemenangan, sehingga Alloh menimpakan kekalahan dalam rangka tamhish (penyaringan), supaya jiwa kaum muslimin menjadi lebih suci dan barisan mereka tersaring.</div><div align="justify"><br />Nah, ketika sebuah peperangan kita ukur dengan ukuran materi dan kita menggantungkan harapan kita dengannya, maka ketika perang itu kalah jiwa kita akan menjadi lemah, tekad menjadi kendur dan akhirnya jihadpun ditinggalkan. </div><div align="justify"><br />Yang benar adalah kita berjihad karena jihad itu ibadah yang wajib dilakukan, tidak peduli apakah kita akan kalah ataukah menang. </div><div align="justify"><br />Terakhir sebelum mengakhiri pembahasan bagian ini, saya merasa perlu menyampaikan sebuah perkara yang penting, saya khawatir dari semua penjelasan saya tadi orang memahami diri saya meremehkan peperangan antara Islam versus kekuatan kufur internasional yang terjadi di Afghanistan. Tidak, sekali kali tidak. Kita lihat saja nanti apa yang terjadi pasca pertempuran. Kalau kita menang berarti kita berhasil membebaskan leher kaum muslimin dari belenggu perbudakan Amerika dan barat. Tapi jika Alloh takdirkan kita kalah, sesungguhnya seorang muslim yang tulus keislamannya di manapun ia berada di dunia ini cita-cita adalah lebih baik mati sebelum semua ini terjadi, lebih baik ia menjadi makhluk yang tak digubris dan dilupakan orang, hal ini mengingat bagaimana nanti kekejaman Amerika yang bakal dialami kaum muslimin di negerinya sendiri. Oleh karena itu, peperangan kita melawan Amerika di Afghanistan adalah peperangan sa-ngat-sangat menentukan. Kita harus mengkonsentrasikan semua peralatan dan kemampuan agar kita bisa meme-nangkannya dengan izin Alloh Ta‘ala. </div><div align="justify"><br />Yang kami katakan ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah menggantungkan jihad atau arti sebuah kemenangan dengan pepera-ngan. Karena kalau dalam perang ini kita nanti kalah, orang yang ikut dalam pertempuran itu mundur karena pemahaman seperti ini, dan syiar jihadpun akan melemah, perasaan lemah itu bisa terungkap dari perkataan dan perbuatannya, atau ia sembunyikan dalam batinya sendiri. Sesungguhnya Alloh menintahkan kebenaran dan Dia-lah Dzat yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.</div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-34557496906536482992008-10-31T17:50:00.000-07:002009-03-12T01:05:28.072-07:00Prinsip Jihad...syaikh Yusuf bin Sholih Al 'Uyairi rahimahullah...bagian 3<div align="center"><strong><span style="font-size:130%;">RAMBU KE – TIGA:<br />JIHAD TIDAK BERGANTUNG DENGAN NEGERI</span></strong></div><strong><span style="font-size:130%;"><div align="justify"><br /><br /><span style="font-size:85%;"><span style="font-weight: normal; font-family: arial;">Setelah kami sebutkan dalil-dalil pada dua pembahasan di atas yang menegaskan bahwa jihad tetap sesuai untuk semua zaman dan bahwa tidak ada satu zamanpun sejak Alloh syariatkan jihad kepada Nabi-Nya Muhammad SAW hingga menjelang hari kiamat kecuali pasti ada panji jihad fi sabilillah yang ditegakkan, akan semakin lengkap jika di sini kami sebutkan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa jihad tidak bergantung dengan satu negeri saja, asal sebab syar‘inya ada dan penghalang (mani‘)-nya tidak ada maka jihad bisa dilakukan.</span></span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Di antara kekeliruan memahami jihad sehingga pemahanam itu menyimpang adalah menggantungkan jihad dengan negeri tertentu, ketika di bumi tersebut jihad telah runtuh atau mengalami kehancuran maka secara otomatis akan mengakibatkan ibadah jihad ditinggalkan, ini akibat menggunakan cara memahami jihad yang keliru seperti ini, selanjutnya pemahaman itu akan mengkaburkan arti jihad, atau orang yang memiliki pemahaman tersebut akan menga-takan jihad belum waktunya dilaku-kan. </span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Sebelum kita lebih dalam menyelami apa itu ibadah jihad, ada satu pemahaman agung yang mesti kita tancapkan dengan kokoh dalam rangka menggembleng diri dengan ibadah yang satu ini, yaitu bahwa jihad ini bersifat ‘alami (global, mendunia), tidak dibatasi oleh garis negara dan sekat-sekat tertentu.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Harus dipahami juga bahwa orang Islamlah yang memerlukan ibadah jihad ini jika ia konsisten dalam menyampaikan agama Alloh Ta‘ala dan menyeru manusia untuk kembali kepada robbnya. Seperti yang dilakukan para shahabat –Radhiyallohu ‘Anhum— ketika mereka merambah berbagai pelosok dunia sejak dari ujung barat hingga ujung timur. Mereka membawa risalah yang isinya seperti yang diungkapkan seorang sahabat bernama Rib‘i bin ‘Amir ketika ia ditanya panglima Rustum dari Romawi:<br />“Apa yang mendorong kalian datang ke mari?”<br />Rib‘i menjawab:<br />“Allohlah yang mengirimkan kami, Allohlah yang menakdirkan kami datang dalam rangka membebaskan orang-orang yang Dia kehendaki dari peribadatan kepada sesama hamba menuju peribadatan kepada Alloh saja, membebaskan mereka dari sempitnya dunia menuju keluasannya, dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam, kami dikirim Alloh dengan mengemban agama-Nya untuk kami ajak manusia memeluknya, jika ia menerima maka kamipun terima dia, siapa yang tak mau terima kami perangi dia sampai kapanpun hingga kami menjumpai janji Alloh.”<br />“Apa itu janji Alloh?” tanya Rustum, “Surga bagi yang mati ketika meme-rangi orang-orang yang membang-kang masuk Islam, dan kemenangan bagi yang masih hidup.” Jawab Rib‘i.<br />Jadi, para shahabat datang dengan membawa pedang sekaligus Al-Qur’an untuk menaklukkan negeri-negeri di dunia. Karena seorang muslim harus selalu sadar kalau dirinya mengemban risalah Nabi Mu-hammad, maka ia juga harus paham bahwa jihad ini cocok untuk segala zaman dan tempat.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Maksud kami cocok untuk segala tempat, bukan berarti seorang muslim itu melulu berfikir untuk menyulut api peperangan di mana mana, bukan seperti itu maksudnya. Maksud kami cocok untuk segala tempat adalah tempat yang memenuhi syarat dan tidak ada penghalang untuk ditegakkan jihad di sana. Sementara itu, syarat dan penghalang (atau dalam istilah syar‘inya adalah mani‘, penerj.) ini memiliki kaidah-kaidah syar‘i yang tidak akan kita bahas di sini, barangkali akan kita sendirikan pembahasannya nanti.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Intinya, yakin bahwa jihad ini akan terus berlangsung hingga menjelang hari kiamat dan bahwa jihad cocok untuk segala zaman –yang sudah kita bicarakan pada bagian pertama—akan membuat kita yakin bahwa jihad pada hari ini ada di kebanyakan negara di dunia. Maknanya, jihad tidak tergantung dengan negeri di mana ia ada, tetapi tergantung dengan syarat-syaratnya, baik syarat itu berupa sebab dari disyariatkannya jihad atau syarat berupa teknis-teknis yang bisa mendukung operasi jihad. Jihad juga tergantung dengan mani‘-nya ada atau tidak. Maka kapan saja sebab ada dan mani‘-nya tidak ada, maka jihad itu pasti akan membuahkan hasil positif. Dan, tidak mungkin di dunia ini –di negeri manapun—tidak ada sama sekali sebab yang menjadikan jihad disyariatkan dan tidak mungkin di dunia ini penopang-penopang teknis terlaksananya jihad tidak ada sama sekali.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Memahami jihad dari titik tolak ini akan menjadikan seorang muslim bebas dalam menerapkan ibadah jihad, ia tidak akan terpancang dengan negara tertentu, ia tidak akan menggantungkan jihad dengan sebuah negara, ia hanya menggantungkan jihad dengan terpenuhinya syarat dan tidak adanya mani‘, kapan syaratnya ada dan mani‘ nya tidak ada berarti tempat itu cocok untuk menggulirkan jihad.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Hal ini akan semakin jelas kalau kita buka kembali lembaran sejarah.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Dulu, di awal-awal Islam kaum muslimin harus rugi dengan kehi-langan tempat tinggal, kehilangan negeri dan hartanya –yaitu Mekkah—. Meskipun demikian, kaum muslimin tidak kemudian merasa bahwa Islam hanya akan berkembang dari negeri suci tersebut lantaran di sanalah pusat pendukung kemenangan Islam, di antaranya karena Kiblat bangsa arab kala itu adalah Mekkah, Mekkahlah negeri yang disegani bangsa Arab, Mekkahlah negeri terpandang dan penduduknya terkenal. Akan tetapi, Nabi SAW atas perintah Alloh harus keluar dari negeri tersebut untuk me-nyebarkan Islam bukan dari negeri tersebut. Tak pernah Nabi SAW berfikir untuk berhijrah, saat itu beliau berencana untuk pergi ke Yamamah atau Hijir, beliau berdakwah menawarkan dirinya kepada penduduk Thaif (yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Mekkah, penerj.) agar dakwah Islam bisa tersebar dari sana, tapi ternyata Alloh mewahyukan kepada beliau untuk hijrah ke Tayibah (nama lain Madinah, penerj.), maka berhij-rahlah beliau ke sana dan membangun pondasi, membangun penopang jihad dan pertahanan di sana. Mulailah beliau berjuang di negeri hijrah yang beliau tempati, seolah-olah itulah negeri kelahiran beliau. Akhirnya, Islampun menyebar dari selain jengkal tanah yang paling dicintai Alloh dan Nabi-Nya SAW. Inilah kata-kata Rosululloh SAW ketika beliau keluar dari Mekkah dengan berjalan kaki menuju gua Tsur seraya memandang ke arah Mekkah –seperti diriwayatkan Qurthubi dalam buku Tafsir-nya dari Ibnu ‘Abbas ra—: “Ya Alloh…, wahai Mekkah, sungguh engkau adalah tanah yang paling dicintai Alloh, kalau bukan karena orang-orang musyrik yang mendudukimu itu mengusirku, aku tidak akan pernah keluar darimu.” </span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"> </div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;">Setelah itu turunlah ayat:<br />{وَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةٍ هِيَ أَشَدُّ قُوَّةً{<br />“Dan betapa banyaknya negeri-negeri yang (penduduknya) lebih kuat dari (penduduk) negerimu(Muhammad),” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a><br />(Disebutkan oleh Ats-Tsa‘labi dan ini adalah hadits shohih.)</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Tirmizi juga meriwayatkan, demikian juga Al-Hakim dan Ibnu Hibban serta yang lain, bahwa Nabi SAW berujar kepada negeri Mekkah: “Sungguh, engkau adalah negeri terbaik, engkau negeri yang paling kucintai, kalau bukan karena kaumku mengusirku darimu, aku tidak akan tinggal di negeri selainmu.” Dalam riwayat lain: “Demi Alloh, aku tahu bahwa engkau adalah bumi Alloh terbaik dan paling disukai Alloh, kalau bukan karena pendudukmu mengusir-ku darimu, aku tidak akan keluar.”</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Demikianlah, beliau tidak mengi-kat dirinya dengan negeri, beliau me-ngikat dirinya dengan syiar-syiar Islam, beliau siapkan tempat dan kondisi di manapun asal bisa me-nerapkan syiar tersebut. Seperti inilah karakter Nabi SAW baik dalam dakwah maupun jihad serta syiar Islam lain-nya.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Sepeninggal beliau, para shaha-bat mengemban panji yang beliau wariskan, mereka mengerjakan seper-ti yang dikerjakan oleh pimpinan mereka. Maka para shahabat merambah ke berbagai penjuru dunia, mereka keluar dari Madinah bukan untuk menyelamatkan agamanya seperti tatkala mereka keluar dari Mekkah, mereka keluar dari negeri paling suci setelah Mekkah itu dalam rangka menyebarkan agama Islam dan menegakkan syiar jihad di belahan bumi timur dan barat.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Ini dijelaskan oleh sebuah hadits riwayat Imam Malik dalam kitab Muwatho’-nya, beliau menuturkan bahwa Abu `d-Darda’ ra menulis surat kepada Salman Al-Farisi ra untuk bergabung dengan beliau di Madinah sebagai tanah suci, maka Salman membalas dengan kata-kata: “Tanah (negeri) bukan yang menjadikan seorang menjadi suci, yang menja-dikan seseorang suci adalah amalan-nya.”</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Jadi, para shahabat tidak meng-gantungkan jihad dengan Mekkah atau Madinah, tidak juga dengan Baitul Maqdis (Palestina), tapi mereka menganggap jihad sebagai ibadah yang mereka beribadah kepada Alloh dengannya di manapun mereka bera-da asal sebab-sebab untuk melaksa-nakan ibadah itu ada.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Seandainya kaum muslimin menggantungkan jihad dengan negeri tertentu, tentu jihad ini sudah berhenti sejak lama. Karena, kaum muslimin dalam pentas sejarah sudah sekian kali kehilangan kontrol kekuasaan di tempat-tempat yang mereka kuasai sebelumnya. </span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Menggantungkan jihad demi Masjidil Aqsha saja misalnya, akan menjadikan jihad ini berhenti ketika kaum muslimin tidak mampu membebaskannya dari cengkeraman yahudi atau setelah mereka sudah berhasil membebaskannya. Kedua-duanya menihilkan manath (sebab) jihad satu-satunya sehingga jihadpun tak terlaksana. Ini menampakkan dengan jelas kesalahan orang yang mengatakan bahwa perseteruan antara kita dan yahudi disebabkan memperebutkan tanah. Sungguh tidak benar orang yang mengatakan ini. Pada hakikatnya, permusuhan kita dengan yahudi adalah permusuhan akidah, artinya seandainya kaum muslimin sudah berhasil membe-baskan seluruh negeri Islam dari cengkeraman yahudi, tentu kewajiban selanjutnya adalah memburu dan memerangi mereka hingga ke tengah negerinya sebagaimana dilakukan Nabi SAW dan para shahabat sepeninggal beliau.</span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Memahami bahwa jihad terkait dengan negeri tertentu adalah pemahaman yang keliru, dampaknya jihad akan berhenti manakala di negeri itu tidak ada jihad lagi. Pemahaman model seperti ini juga akan menihilkan syiar Islam lainnya ketika ia digantungkan kepada sebab-sebab yang tidak diizinkan Alloh. </span></div><div style="font-weight: normal; font-family: arial;" align="justify"><span style="font-size:85%;"><br />Inilah yang mesti dimengerti oleh semua, khususnya kita sudah tahu bahwa jihad tidak akan mungkin berhenti di zaman kapanpun. Maka siapa yang menggantungkan jihad dengan negeri tertentu, mau tidak mau ia akan mengatakan tidak ada lagi jihad ketika di negeri itu jihad sudah berhenti.</span></div><div align="justify"><span style="font-size:85%;"><br /><a title="" style="font-weight: normal; font-family: arial;" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a><span style="font-weight: normal; font-family: arial;"> (QS. Muhammad: 13)</span></span><br /></div></span></strong>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-48473826503415975962008-10-31T17:44:00.000-07:002009-03-12T01:05:28.072-07:00Prinsip Jihad...syaikh Yusuf bin Sholih Al 'Uyairi rahimahullah...bagian 2<div align="center"><strong><font size="4">RAMBU kedua:<br />Jihad tidak BERGANTUNG dengan tokoh</font></strong></div><strong><font size="4"><div align="justify"><br /><br /><font size="3"><font style="font-weight: normal;">Pemandangan sehari-hari yang kita saksikan sekarang ini adalah ketergantungan umat Islam dalam masalah jihad kepada orang atau tokoh tertentu. </font></font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Barangkali mereka tidak menga-takannya secara langsung, mungkin hanya terlihat dari sikapnya. Sebagai bukti, tak sedikit kaum muslimin akan mengatakan kepada Anda: “Agama Islam ini adalah agama Alloh, jika orang yang berkhidmad kepada agama-Nya meninggal Alloh akan ciptakan makhluk lain yang menjadi pelayan agama Islam yang akan membelanya.” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Sayangnya, ketika tiba giliran untuk merealisasikan kata-katanya ini dalam praktek nyata, kita tidak akan jumpai langkah kongkret dan berarti dari manhaj ini dalam kehidupan. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Siapa yang mau memperhatikan kondisi umat Islam hari ini dari sisi temperamen dan gaya berbicara pemeluknya, akan menjumpai sebuah kenyataan yang tidak bisa dianggap sebelah mata; ada orang-orang yang menggantungkan setiap hal kepada tokoh tertentu, bukan hanya dalam masalah jihad, bahkan dalam masalah dakwah, usaha memperbaiki masya-rakat, amar makruf nahi munkar, dan lain sebagainya.</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Yang menjadi fokus kami dalam pembahasan ini adalah menegaskan bahwa jihad tidak bergantung dengan pimpinan atau tokoh-tokoh tertentu. Menggantungkan jihad dengan tokoh, baik itu komandan (qiyadah) ataupun mujahidin merupakan bahaya besar yang mengancam kekokohan akidah tentang syiar jihad dalam hati kaum muslimin di sepanjang zaman. Ini akan melemahkan keyakinan diri bahwa jihad akan tetap berlangsung dan relevan di setiap zaman. Bahkan, ini akan menjadi penghalang utama secara psikologis dan manhaj ketika seseorang hendak menapaki jalan jihad serta ingin mengkonsentrasikan diri terhadap syiar agama yang agung ini.</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Alloh Ta‘ala telah mendidik shahabat Muhammad SAW untuk hanya bergantung kepada-Nya jua dan kepada agama-Nya. Alloh menerang-kan kepada mereka bahwa menggan-tungkan diri dengan tokoh adalah cara yang tidak benar, akan berdampak kepada tergantungnya perjuangan dengan orang tersebut sehingga bisa jadi perjuangan berhenti dengan meninggalnya seorang tokoh. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Alloh Ta‘ala melarang para shahabat –Radhiyallohu ‘Anhum— menggantungkan diri kepada tokoh-tokoh tertentu, belum pernah Alloh melarang orang lain seperti larangan ini kepada mereka, Alloh melarang shahabat menggantungkan syiar-syiar agama dengan makhluk terbaik yang pernah Alloh ciptakan, dialah Muhammad bin Abdulloh SAW. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"> </div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3">Alloh melarang mereka bergantung dengan pribadi Nabi Muhammad SAW, Alloh berfirman:<br />{وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُوْلٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِينْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللهَ شَيْئاً وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاكِرِيْنَ}<br />“Muhammad tidak lain adalah seorang rosul yang telah lewat sebelumnya para rosul. Apakah ketika ia mening-gal atau terbunuh, kalian berbalik ke belakang? siapa yang berbalik ke belakang, tidaklah ia membahayakan Alloh sedikitpun, dan Alloh akan mem-beri balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a></font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Ayat ini turun untuk mendidik shahabat –Ridhwanulloh ‘Alaihim—, melarang mereka untuk menggunakan methode (manhaj) yang rusak, yang bisa merusak ibadah; yaitu menggantungkan amal kepada orang tertentu. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Menggantungkan amal di sini bukan selalunya mempersekutukan Alloh dengan tokoh tersebut, bukan, karena ini bisa menjadi syirik kecil, bahkan bisa juga menjadi syirik besar; maksud kami menggantungkan amal dengan tokoh adalah ketika seorang muslim beranggapan bahwa ibadah yang ia lakukan, khususnya jihad, tidak akan menuai sukses, tidak akan mengalami kemajuan dan tidak akan mendapatkan hasil apapun kalau bukan karena Alloh menjadikan tokoh ini atau tokoh itu berada di barisan depan para pejuang yang lain. Inilah gambaran minimal yang Alloh larang untuk menjadikannya sebagai manhaj. Alloh telah melarang shahabat Rosululloh SAW memakai manhaj ini. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Perkataan para mufassirun (ahli tafsir) berikut ini akan semakin memperjelas apa yang kami maksud, akan menerangkan betapa bahayanya manhaj tersebut yang pasti akan berujung kepada ditinggalkannya agama, atau paling tidak usaha memperjuangkannya menjadi lemah.<br />Baiklah, Ibnu Katsir berkata menafsirkan ayat yang kami sebutkan di atas (Tafsir Ibnu Katsir: I/ 410), “Ketika perang Uhud, di kala sebagian kaum muslimin mundur dan sebagian lagi terbunuh, syetan berteriak: “Muhammad terbunuh!” Ketika itu seorang bernama Ibnu Qomi‘ah kembali ke barisan kaum musyrikin seraya mengatakan, “Aku berhasil membunuh Muhammad,” Padahal sebenarnya Rosululloh SAW hanya terkena pukulan pada bagian kepala sehingga beliau terluka. Hal ini mengguncangkan hati kebanyakan kaum muslimin kala itu dan mereka menganggap Rosululloh SAW sudah terbunuh. Mereka terlalu berlebihan membayangkan Nabi SAW, seperti kisah kebanyakan nabi yang diceritakan Alloh. Akhirnya, terjadilah kelemahan semangat, perasaan takut mati dan malas berperang. Saat itulah turun firman Alloh: “Muhammad tidak lain adalah seorang rosul yang telah lewat sebelumnya para rosul...” maksudnya, Beliau pun sama dengan para rosul yang lain dalam mengemban risalah dan beliau juga bisa dibunuh. Ibnu Abi Najih menuturkan dari ayahnya bahwasanya ada seorang lelaki dari Muhajirin yang melewati seorang lelaki Anshor yang sedang berlumuran darah, ia berkata: “Hai fulan, tahukah kamu, Muhammad sudah terbunuh.” Orang Anshor itu menjawab, “Jika Muhammad terbu-nuh, ia telah menyampaikan risalah, maka berperanglah membela agama beliau yang sekarang kalian yakini.” Maka turunlah ayat: “Muhammad tidak lain adalah seorang rosul yang telah lewat sebelumnya para rosul…” (Diriwayatkan oleh Al-Hafidz Abu Bakar Al-Baihaqi dalam kitab Dala'ilun Nubuwwah). Kemudian Alloh berfir-man mengingkari kelemahan yang terjadi ketika itu: “Apakah ketika ia meninggal atau terbunuh, kalian berbalik ke belakang?” artinya, kalian mundur ke belakang, “...siapa yang berbalik ke belakang, tidaklah ia membahayakan Alloh sedikitpun, dan Alloh akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur,” mereka adalah orang-orang yang berbuat taat kepada Alloh, berperang membela agama-Nya, mereka mengikuti rosul-rosul-Nya, baik ketika ia masih hidup atau sudah meninggal dunia. Demikian juga terdapat riwayat-riwayat yang bisa dipertanggung jawabkan keshahihannya di dalam Kitab-kitab hadits shohih, musnad dan Sunan serta buku Islam lain dari banyak jalur yang menunjukkan hal ini secara absolut, saya telah menyebutkan sebelumnya dalam dua Musnad Abu Bakar dan Umar –radhiyallohu ‘anhuma—, di sana disebutkan bahwa Abu Bakar As-Shiddiq ra membaca ayat di atas ketika Rosululloh SAW wafat. Bukhori berkata bahwa Aisyah ra mencerita-kan, “Abu Bakar ra datang menaiki kuda dari kediamannya di daerah Sanh, kemudian ia turun dari kudanya dan masuk ke masjid, ia tidak mengatakan apapun kepada manusia sampai masuk ke rumahku (Aisyah), ia mengusap Rosululloh SAW dalam keadaan jasad beliau tertutup kain yang berhias tinta, kemudian ia membuka wajah beliau, kemudian ia peluk dan kecup wajah beliau seraya menangis kemudian berkata: “Demi ayah dan ibuku; Demi Alloh, Alloh tidak akan mengumpulkan dua kematian pada dirimu, adapun kematian yang telah ditetapkan untuk-mu, engkau telah menjemputnya.” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Az-Zuhri berkata, Abu Salamah bercerita kepadaku dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya Abu Bakar keluar, saat itu Umar berkhutbah di hadapan manusia, Abu Bakar berkata, “Duduklah wahai Umar.” Kemudian Abu Bakar berkata, “Amma ba‘du, barangsiapa beribadah kepada Muhammad, sesungguhnya beliau telah meninggal dunia, dan siapa yang beribadah kepada Alloh sesungguhnya Alloh Mahahidup dan tidak pernah mati. Alloh berfirman: “Muhammad tidak lain adalah seorang rosul yang telah lewat sebelumnya para rosul. Apakah ketika ia meninggal, kalian berbalik ke belakang? siapa yang berbalik ke belakang, tidaklah ia membahayakan Alloh sedikitpun, dan Alloh akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Demi Alloh, saat itu orang-orang merasa ayat ini seolah baru diturunkan, yaitu ketika Abu Bakar membacakannya. Maka semua orang membaca ayat tersebut, tidak ada satu orangpun tidak kude-ngar membacanya, Sa‘id bin Musay-yib menceritakan kepadaku bahwasa-nya ‘Umar berkata: “Demi Alloh aku baru tersadar setelah Abu Bakar membacakannya, akupun bercucuran keringat sampai-sampai kedua kakiku tak sanggup menyangga tubuhku dan akupun jatuh tersungkur.” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Abul Qosim At-Thobaroni berkata dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya ‘Ali mengata-kan ketika Rosululloh SAW masih hidup, “Apakah jika Muhammad meninggal atau terbunuh, kalian akan berbalik ke belakang...” Demi Alloh kami tidak akan mundur ke belakang setelah Alloh memberi kami hidayah, demi Alloh seandainya beliau wafat atau terbunuh aku benar-benar akan berperang membelanya sampai aku mati, demi Alloh aku adalah saudaranya, aku adalah walinya, aku adalah sepupunya, aku adalah ahli warisnya, siapakah yang lebih berhak membelanya selain aku?” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Sedangkan firman Alloh pada ayat selanjutnya:<br />{وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوْتَ إِلاَّ بِإِذْنِ اللهِ كِتَاباً مُؤَجَّلاً}<br />“Tidaklah satu jiwa meninggal kecuali atas izin Alloh, sebagai ketetapan yang sudah pasti.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a> artinya, tidak ada seorangpun yang mati kecuali atas takdir Alloh sampai ia habiskan batas waktu yang Alloh tentukan untuknya, oleh karena itu Alloh berfirman: “…sebagai ketetapan yang sudah pasti.” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Sama seperti firman Alloh:<br />{وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلاَ يُنْقَصُ منِ ْعمُرُهِ ِإلاَّ فِي ِكِتَابٍ}<br />“Tidaklah orang yang berumur ditambah dan dikurangi umurnya kecuali sudah tercantum dalam Kitab (Lauhul Mahfudz).” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a></font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Seperti juga firman Alloh:<br />{هُوَ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ طِيْنٍ ثُمَّ قَضَى أَجَلاً وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ}<br />“Dialah yang telah menciptakan kamu dari tanah kemudian menentukan ajal, ajal pasti itu ada di sisi-Nya...” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a></font> </div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Ayat ini menjadi penyemangat bagi orang-orang yang ciut nyalinya sekaligus pendorong bagi mereka untuk berperang, karena maju ataupun mundur sama sekali tidak akan mengurangi atau menambah umurnya, sebagaimana diceritakan Ibnu Abi Hatim, Al-‘Abbas bin Yazid Al-‘Abdi berkata kepadaku, Aku mendengar Abu Mu‘awiyah bercerita dari Al-A`masy dari Hubaib bin Shohban ia berkata: Ada seorang dari kaum muslimin –yaitu Hujr bin ‘Adi— mengatakan: “Apa yang menjadikan kalian tidak bisa menyeberang ke tempat musuh melewati sungai Dajlah ini? “Tidaklah satu jiwa mati kecuali atas izin Alloh dengan ketetapan yang sudah pasti.” Kemudian ia nekat menyeberang sungai itu dengan kudanya, ketika melihat ia maju maka orangpun semuanya maju, ketika musuh melihat hal itu mereka mengatakan: “Orang gila...orang gila...” dan merekapun lari.” Sampai di sini perkataan Ibnu Katsir Rahimahulloh.</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Penulis kitab Zadul Masir berkata ketika menafsirkan ayat ini:<br />“Alloh Ta‘ala berfirman, “Muhammad tak lain adalah seorang rosul ...”, Ibnu ‘Abbas berkata: Ketika perang Uhud syetan berteriak: Muhammad terbu-nuh! Maka sebagian kaum muslimin mengatakan, “Jika Muhammad terbunuh kita akan menyerah, mereka (kaum musyrikin) itu adalah keluarga dan saudara kita, seandainya Muhammad hidup tentu kita tidak akan kalah,” kemudian orang-orang itu memilih untuk lari dari perang maka turunlah ayat ini.<br />Adh-Dhohak berkata: Orang-orang munafik berkata, Muhammad telah terbunuh, kembalilah kalian kepada agama pertama kalian; maka turunlah ayat ini.<br />Qotadah berkata: Sebagian orang mengatakan, Seandainya ia nabi tentu ia tidak terbunuh.”</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Penulis Fathul Qodir berkata (I/ 385) menafsirkan ayat ini:<br />“Muhammad tak lain adalah seorang rosul yang telah lewat para rosul sebelumnya...”<br />“Sebab turun ayat ini adalah sebagai berikut: Ketika Nabi SAW terluka di perang Uhud, syetan berteriak: Muhammad telah terbunuh! Mende-ngar itu sebagian kaum muslimin me-rasa putus harapan sampai ada yang mengatakan: Muhammad terbunuh, menyerah saja kita, merekapun saudara kita juga. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Sebagian lagi mengatakan: Kalau Muhammad itu rosul, ia tidak akan terbunuh. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Maka Alloh mematahkan persangkaan mereka ini dan mengkhabarkan bahwa beliau hanyalah seorang rosul yang sebelumnya telah lewat rosul-rosul, beliaupun akan berlalu sebagaimana mereka juga berlalu, jadi kalimat dalam firman Alloh: “...telah lewat para rosul sebelum beliau,” adalah kata sifat bagi Rosululloh, sedangkan kontek pembatasan kalimat dalam ayat tersebut adalah pembatasan yang bersifat khusus, karena seolah aneh bagi mereka kalau beliau bisa meninggal dunia, mereka menetapkan bagi beliau dua sifat yaitu sebagai pengemban risalah dan sifat bahwa beliau tidak bisa meninggal, maka Allohpun mementahkan anggapan mereka tersebut dengan menetapkan bahwa beliau adalah seorang rosul yang tidak sampai menyandang sifat tidak bisa meninggal dunia. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Ada juga yang berpendapat pembata-san dalam ayat ini bersifat pembata-san kebalikan, karena Ibnu Abbas membaca ayat di atas begini: "Qod Kholat min qoblu rusulun..." (“Para rosul sebelumnya telah berlalu...”). Setelah itu, Alloh mengingkari sikap mereka dengan berfirman: “Apakah kalau ia meninggal atau terbunuh kalian akan berbalik ke belakang.” maksudnya, bagaimana kalian meno-lak kembali dan meninggalkan agama yang ia bawa ketika ia meninggal atau terbunuh padahal kalian tahu bahwa para rosul sebelumnya telah berlalu sementara para pengikut mereka tetap konsisten dengan agamanya meskipun mereka kehilangan pimpi-nannya karena wafat atau terbunuh? Firman Alloh: “...barangsiapa berbalik ke belakang...” yakni mundur dari perang serta murtad dari Islam, maka ia tidak akan membahayakan Alloh sedikitpun, tapi ia membahayakan dirinya sendiri, “…dan Alloh pasti akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur,” yakni orang-orang yang bersabar, yang terus berperang dan mencari kesyahidan, karena dengan itu berarti mereka telah men-syukuri nikmat Alloh yang Dia berikan kepadanya yaitu nikmat agama Islam, dan siapa yang melaksanakan perintah-Nya berarti ia telah mensyu-kuri nikmat yang Alloh berikan kepa-danya.” Sampai di sini perkataan penulis Rahimahulloh.</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Penulis kitab Shohibul ‘Ujab fi Bayaani `l-Asbaab berkata,<br />“Firman Alloh Ta‘ala: “Muhammad tidak lain adalah seorang rosul yang telah lewat sebelumnya para rosul…” Thobari meriwayatkan melalui jalur Sa‘id bin Abi ‘Urubah dan jalur Ar-Robi‘ bin Anas keduanya menceri-takan, “Ketika kaum muslimin kehila-ngan Nabi SAW pada peristiwa Uhud, sebagian mengatakan: Kalau ia nabi tentu tidak akan terbunuh; </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Sebagian lagi mengatakan: Terus berperanglah kalian seperti nabi kalian berperang sampai Alloh menangkan kalian atau kalian susul nabi kalian. Maka turunlah ayat ini. Robi` menambahkan: Ada seorang lelaki Muhajirin melewati seorang lelaki Anshor yang bersimbah darah, orang Muhajirin ini mengatakan: ‘Tidak tahukah kamu, Muhammad sudah terbunuh.’ Orang Anshor itu menjawab: ‘Kalaulah Muhammad ter-bunuh, beliau telah menyampaikan ri-salah; berperanglah kalian di atas agama yang beliau sampaikan.’Maka turunlah ayat ini. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Kemudian dari jalur Asbath dari As-Suddi: Diriwayatkan bahwa ketika pecah perang Uhud....dst (selanjutnya ia menyebutkan kisah seperti di atas), di antara isi kisahnya disebutkan bahwa saat itu tersebar berita Muhammad telah terbunuh, maka ada yang mengatakan: “Seandainya saja dari kita ada utusan kepada Abdulloh bin Ubay supaya ia meminta jaminan keamanan untuk kita dari Abu Sufyan, wahai manusia, kembalilah kepada kaum kalian sebelum kalian terbunuh.” Ketika itu, Anas bin Nadhr berkata, “Hai manusia, jika Muham-mad telah terbunuh, sesungguhnya robb Muhammad tidak bisa terbunuh, maka berperanglah kalian di atas agama yang telah kalian peluk.” Sementara itu, Rosululloh SAW pergi ke sebuah batu, sedikit demi sedikit kaum muslimin berkumpul ke tempat beliau, maka turunlah ayat tentang orang yang mengatakan bahwa Muhammad telah terbunuh tadi: “Muhammad tak lain adalah seorang rosul dst...” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Sedangkan dari jalur Ibnu Ishaq ia berkata, Al-Qosim bin Abdur Rohman bin Rofi‘ Al-Anshori –ia seorang lelaki dari Bani ‘Adi bin Najjar—menceri-takan kepadaku bahwasanya Anas bin Nadhr menghampiri beberapa orang Muhajirin dan Anshor yang angkat ta-ngan (pertanda menyerah), ia berka-ta: “Apa yang menjadikan kalian duduk-duduk saja?” Mereka mengata-kan: “Rosululloh SAW telah terbunuh.” “Kalau begitu, apalagi yang akan lakukan dalam hidup jika beliau sudah meninggal? Marilah kita mati seperti beliau mati,” kata Anas, lalu ia maju ke arah musuh dan terus berperang hingga terbunuh.” Sampai di sini perkataan penulis –Rahimahulloh—</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Perkataan ahli tafsir mengenai sebab turun (asbabun nuzul) dan tafsir dari ayat ini terlalu panjang untuk disebutkan seluruhnya di sini, tetapi dari perkataan mereka yang sudah kami sebutkan di atas kita bisa simpulkan bahwa orang-orang yang menyertai Rosululloh SAW di Uhud dan mendengar berita terbunuhnya beliau saat itu terbagi ke dalam dua jalan (manhaj). Pertama, para pengikut manhaj yang tercela dan kedua pengikut manhaj yang terpuji. Pengikut manhaj tercela adalah mereka yang diingatkan Alloh dalam ayat tadi dan diingatkan akan bahaya manhaj yang mereka tempuh, yaitu menggantungkan amal dengan tokoh walaupun tokoh itu adalah Rosululloh SAW, para pengikut manhaj tercela inipun terbagi menjadi dua, satu kelompok patah semangat dalam berjuang, mereka ditimpa kelemahan dan keciutan nyali disebabkan peristi-wa dahsyat yang mereka alami sampai mereka berfikir untuk mencari selamat agar tidak terbunuh serta meminta jaminan keamanan dari orang-orang kafir; satu kelompok lagi adalah orang-orang yang kesesatannya lebih parah, mereka ini sampai meyakini keyakinan kufur dan menyatakannya terus terang, merekalah yang mengatakan bahwa kalau beliau nabi tentu tidak terbunuh, atau yang mengatakan kembali saja kalian kepada agama pertama kalian sebelum kalian nanti terbunuh.</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Perkataan dua kelompok tercela seperti inilah yang hari banyak sekali digaungkan oleh banyak dari kaum muslimin, mereka menggembar-gemborkannya dalam artikel-artikel, majalah dan jaringan-jaringan in-formasi; “Kalau jihad yang dilakukan Taliban dan mujahidin arab itu benar, tentu mereka tidak menarik diri dari kota dan tidak akan kalah…” kata mereka. Sebagian lagi mengatakan, “Sebaiknya mujahidin Afghan itu meletakkan senjata saja, menyerah kepada pemerintahan mereka supaya kesusahan mereka berakhir.” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Lihat, ibarat petang dengan malam, tidak ada bedanya, sama saja antara mereka dengan kelompok yang kami kisahkan di atas. Kalau pada kasus perang Uhud, untuk mengang-gap agama Muhammad batil mereka menjadikan kekalahan perang sebagai tolok ukur, mereka mengingkari risalah beliau ketika mendengar berita terbunuhnya beliau, padahal mereka turut berperang bersama beliau saat itu. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Hari ini, manhaj batil itu kembali terulang dengan lebih jelas dari orang-orang sesat itu, mereka mengatakan kekalahan Taliban dan mujahidin menunjukkan manhaj mereka adalah batil. Lihatlah, sejarah kembali teru-lang, orang yang sesat dari jalan yang luruspun memiliki contoh terdahulu yang memberikan teladan pada setiap kejahatan.</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Namun, orang-orang yang berada di atas petunjuk dan agama Islam yang benar adalah kelompok kedua, kelompok manhaj yang terpuji, manhaj itu dinukil hingga sampai kepada kita oleh pakar-pakar tafsir, langsung dari kancah peperangan Uhud; merekalah yang menyambut berita terbunuhnya Nabi SAW dengan kata-kata Anas bin Nadhr ra ketika ia melewati orang-orang Muhajirin dan Anshor yang meletakkan tangan, ketika itu ia berkata: “Apa yang menyebabkan kalian duduk-duduk saja?” mereka menjawab, “Rosululloh SAW sudah terbunuh.” “Kalau begitu, apa yang kalian perbuat dalam hidup setelah beliau terbunuh? Mari kita mati seperti beliau mati.” Lalu ia maju menyerang musuh dan terus berperang sampai terbunuh. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Manhaj ini juga tercermin pada diri Abu Bakar Ash-Shiddiq ra yang mengatakan ketika Rosululloh SAW wafat: “Barangsiapa beribadah kepada Muhammad, sesungguhnya beliau telah meninggal; barangsiapa beriba-dah kepada Alloh sesungguhnya Alloh Mahahidup dan tidak akan pernah ma-ti.” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Juga tercermin dalam diri ‘Ali bin Abi Tholib setelah ia membaca ayat: “Muhammad tidak lain adalah seorang rosul…dst” ia mengatakan: “Demi Alloh, kami tidak akan pernah mundur setelah Alloh memberi kami hidayah, demi Alloh kalaulah beliau meninggal atau terbunuh, aku akan tetap berperang membela beliau sampai aku mati.”</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Inilah manhaj shahabat –radhiyallohu ‘anhum— seluruhnya, merekalah orang-orang yang ber-ibadah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya, setelah Rosululloh SAW wafat merekalah yang menyambung jalan dan tidak patah arang dalam berjihad, dakwah dan ibadah, mereka tetap berjalan di atas manhaj yang diajarkan Rosululloh SAW kepada mereka. Ketika menderita kekalahan, mereka praktekkan firman Alloh Ta‘ala:<br />{وَلاَ تَهِنُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَأَنْتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ}<br />“Janganlah kalian merasa hina dan rendah, kalian adalah tinggi jika kalian beriman.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a><br />Dan firman Alloh Ta‘ala:<br />{أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِّثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ}<br />“Apakah ketika kalian ditimpa musibah yang sebelumnya telah menimpa kali-an, kalian mengatakan: Bagaimana ini bisa terjadi? Katakan (hai Muham-mad): Itu berasal dari diri kalian sen-diri, sesungguhnya Alloh Mahakuasa atas segala sesuatu.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a></font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Ketika memperoleh kemenangan, mereka praktekkan firman Alloh Ta‘ala:<br />{وَاذْكُرُوْا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيْلٌ مُّسْتَضْعَفُوْنَ فيِ اْلأَرْضِ تَخَافُوْنَ أَنْْ يَتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَآوَاكُمْ وَأَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهِ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ}<br />“Ingatlah ketika dulu kalian sedikit dan tertindas di bumi, kalian takut manusia menerkam kalian kemudian Alloh memberikan tempat kepada kalian dan menguatkan kalian dengan pertolongan-Nya serta memberi kalian rezeki berupa kebaikan-kebaikan agar kalian bersyukur.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a></font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Inilah manhaj kebenaran yang Alloh ridhoi untuk kita; yaitu amal (perjuangan) digantungkan berdasar-kan dalil-dalil syar‘i, menghukumi sesuatu benar atau salah tidak dengan hasil-hasil yang dicapai, tetapi berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan sunnah, dalam kejadian apapun. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Kalau ada orang yang menilai peperangan-peperangan berdasarkan hasil akhirnya dengan tolok ukur ini, mau tidak mau ia akan mengatakan –wal ‘iyadzu billah, kita berlindung kepada Alloh—bahwa perang Uhud adalah peperangan batil, Rosululloh SAW tidak tepat menentukan langkah dengan melakukan perang tersebut, karena beliau kalah, sedangkan kekalahan adalah indikasi batilnya sebuah manhaj. Inilah menurut orang-orang yang jahil dan suka membuat kekacauan dalam tubuh kaum muslimin. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Sudahlah, pokoknya pengikut manhaj bathil di mana mereka mengingkari kenabian Nabi Muham-mad SAW dan kebenaran agama Islam adalah mereka yang mengkaitkan agama dengan orang dan menggan-tungkan jihad dengan tokoh. Manhaj yang mereka pegang ini berdampak kepada kerusakan besar, mereka akan mengingkari khithah awal dengan alasan ketidak tepatan atau beralasan dengan kegagalan hasil yang dicapai. Ketika seseorang sampai kepada manhaj seperti ini, bisa dipastikan ia akan terperosok ke dalam jurang kekufuran, keputus asaan dan sikap apatis. Inilah manhaj kebanyakan kaum ruwaibidhoh hari ini, yang tidak lagi memiliki rasa malu kepada Alloh dan hamba-hamba-Nya, setiap kejadian ia berpendapat lain dari sebelumnya, jika melihat kemenangan mereka bertambah semangat, mengu-lang-ulang pujian dan rasa salut. Sebaliknya, ketika menyaksikan kekalahan dan ujian dari Alloh terha-dap para hamba-Nya, mereka akan menganggap sesat, membid‘ah-bid‘ahkan, mengkritik, mencaci dan mencela. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Barangkali di antara hikmah Alloh SWT mengapa mujahidin tertimpa kekalahan adalah untuk menyaring orang-orang yang berada dalam barisan mereka, itu pertama; selanjutnya menyaring orang-orang yang tadinya simpati dan menganggap dirinya bagian dari mujahidin. Alloh telah kuak trik-trik dan sifat-sifat mereka secara mendetail, Alloh berfirman:<br />{وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَّعَهُمْ شَهِيْداً، وَلَئِنْ أَصَابَكُمْ فَضْلٌ مِّنَ اللهِ لَيَقُوْلَنَّ كَأَنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ مَوَدَّةٌ يَالَيْتَنِيْ كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوْزَ فَوْزًا عَظِيْماً}<br />“Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang-orang yang sangat berlam-bat-lambat (ke medan pertempuran). Maka jika kamu ditimpa musibah ia berkata:"Sesungguhnya Alloh telah menganugerahkan nikmat kepada saya karena saya tidak ikut berperang bersama mereka” Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Alloh , tentulah dia mengatakan seolah-olah belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia:"Wahai, kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula).” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a></font> </div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Dan berfirman:<br />{اَلَّذِيْنَ يَتَرَبَّصُوْنَ بِكُمْ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِنَ اللهِ قَالُوْا أَلَمْ نَكُنْ مَّعَكُمْ وَإِنْ كـــَانَ لِلْكَافِرِيْنَ نَصِيْبٌ قَالُوْا أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُمْ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فَاللهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِيْنَ عَلَى اْلمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلاً}<br />“(yaitu) orang-orang yang menunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mu'min). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Alloh mereka berkata:"Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata:"Bukankah kami (turut berpe-rang) bersama kamu" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: "Bu-kankah kami turut memenangkan kamu, dan membela kamu dari orang-orang mu'min.” Maka Alloh akan memberi keputusan di antara kamu di hari dan Alloh sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a></font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Memang, Jihad ini tidak akan mampu dilaksanakan kecuali oleh orang yang pantas memikulnya, karena untuk mencapai kemenangan dan kekuasaan di muka bumi ibarat unta menempuh luasnya padang pasir. Demikian juga hari ini, tidak ada yang mampu membela panji jihad ini selain orang yang sudah menyiapkan dirinya untuk menanggung bala dan ujian. Adapun orang yang bermanhaj tak jelas dan mengambang, tidak menger-ti apakah sebenarnya dirinya berposisi sebagai pembela jihad ataukah yang menentang, maka cukuplah dengan ayat-ayat di atas Alloh menyingkap teknik-teknik berkelit mereka, dan dalam surat At-Taubah diungkapkan bagaimana mereka tampak dihinakan lantaran teknik-teknik berkelit gaya syetan yang mereka gunakan seka-ligus mengungkap kedok dari manhaj mereka yang batil. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Sesungguhnya menggantungkan jihad atau pertempuran dengan orang-orang tertentu hanya akan membuah-kan kekalahan yang jelas. Kalaulah kekalahan itu bukan di medan pertem-puran, secara moril kekalahan itu sudah terjadi berupa rasa futur (patah arang) dari berjihad ketika suatu saat nanti para komandan itu hilang yang mana tadinya mereka sangka keme-nangan hanya bisa diraih dengan keberadaan mereka. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Maka dari itu, keliru kalau kaum muslimin menggantungkan urusan kepada orang atau tokoh tertentu. Sebab itu, jihad ini harus dibebaskan dari ikatan berupa tokoh-tokoh. Benar kita memang memerlukan ke-qiyadah-an untuk mempersatukan para muja-hidin, kita juga memerlukan qiyadah untuk menyusun langkah dan strategi; tetapi hilangnya qiyadah bukan berarti ikatan antar kaum muslimin dengan jihad harus lepas. Karena sebagaimana dulu jihadlah yang mela-hirkan para komandan sekelas mere-ka, dengan terus berlangsungnya jihad kelak akan lahir juga komandan-komandan baru yang profesional. Sejarah menjadi bukti; tidak ada satu zamanpun berlalu setelah wafatnya Nabi SAW kecuali di sana ada singa-singa yang membela agama ini, sampai-sampai tidak mungkin orang bisa mengatakan bahwa sebelumnya tidak ada singa-singa pembela agama. Para wanita muslimat tak pernah mandul untuk melahirkan orang-orang sekelas Umar bin Khotob, Ali bin Abi Tholib, Kholid bin Al-Walid, Miqdad, ‘Ikrimah, Sholahuddin dan Komandan Quthz (atau Qatazh). Umat ini ibarat hujan, tidak bisa ditebak di mana berkah kebaikannya berada; apakah saat pertama kali turun atau ketika hujan mau berhenti.</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Walaupun kaum muslimin kehi-langan komandannya, mereka yang sudah tergembleng untuk tidak meng-gantungkan jihad dengan simbol tokoh akan semakin mantab berjalan di atas manhaj dan jalan yang ia yakini. Sebab mereka beribadah kepada robb yang mewajibkan jihad, bukan kepada komandan jihad. Komandan itu akan muncul di bumi pertempuran ketika ia sendiri menantang maut sebagaimana prajuritnya menantang maut, bahkan komandanlah yang senantiasa mencari kesyahidan, yang menunggu-nunggu hari di mana ia bertunangan dengan huurun ‘Iin (bidadari nan bermata jeli), menunggu saat-saat mulia untuk bisa melihat Alloh robb semesta alam; para komandan itu sangat-sangat merindukan hari itu, ia berusaha meraih dan selalu mencita-citakannya. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Jika para komandan itu berhasil meraih apa yang ia cita-citakan, misalnya Mulla Muhammad ‘Umar terbunuh, Syaikh Usamah terbunuh, Komandan Syamil Basayev terbunuh, Komandan Khothob terbunuh, atau komandan jihad di bumi manapun terbunuh –semoga Alloh tetap melindungi mereka semua—, maka tercapainya apa yang mereka cita-citakan berarti sebuah kemenangan besar bagi mereka. Adapun jihad tidak akan pernah terbengkalai, sebab Alloh telah jamin keberlangsungannya hingga hari kiamat dan menjanjikan kemenangan kepada hamba-hamba-Nya jika mereka memenuhi syarat-syarat terperolehnya kemenangan, baik para komandan itu bersama mereka atau terbunuh di jalan Alloh Ta‘ala. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Maka sudah tidak selayaknya kita menggantungkan jihad dengan orang atau mengikat suatu peperangan dengan tokoh, sebagaimana dikatakan Syaikh Sulaiman Abu Ghoits belum lama ini: “Kalau Usamah terbunuh, seribu Usamah akan lahir memikul panji jihad sepeninggalnya.” </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Syaikh Usamah sendiri mengata-kan dalam salah satu tayangan wawancara ketika beliau ditanya tentang kemungkinan hancurnya jaringan yang menghubungkan antara tanzim Al-Qaeda dengan mujahidin Afghan dan Arab jika beliau terbunuh: “Terbunuhnya saya, saya rasa itu adalah kesyahidan di jalan Alloh Ta‘ala, inilah yang justru saya cita-citakan, saya memohon kepada Alloh agar berkenan menganugerahi saya kesyahidan, Usamah tidak lain hanyalah satu dari bagian umat Islam, dalam tubuh umat masih banyak perwira-perwira yang siap menjadi tumbal agama ini dengan mengga-daikan nyawa dan apa saja yang ia miliki, jadi Usamah bukan satu tokoh yang mewakili umat, ia hanyalah pemikul manhaj yang oleh anggota umat Islam lainnya juga diyakini.”</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Sebagai penutup pembahasan ini, sekali lagi kami ingatkan kaum musli-min seluruhnya agar jangan menggan-tungkan jihad dengan simbol tokoh atau menggantungkan peperangan dengan orang. Ini adalah manhaj batil dan sangat tidak baik yang bisa merusak agama dan dunia. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Jihad ini adalah salah satu dari syiar Alloh Ta‘ala; di antara prinsip baku yang tidak akan berubah adalah ia terus berlangsung hingga hari kiamat. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Dulu, setelah Nabi Muhammad SAW wafat, manhaj jihad para shahabat –Radhiyallohu ‘anhum—tidak pernah berubah, bahkan penaklukan-penaklukan terus berlangsung. Ketika Abu Bakar ra meninggal, negara Islam semakin meluas dan syiar jihad tidak terpengaruh dengan kematian beliau. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Ketika ‘Umar bin Khothob terbu-nuh, kaum muslimin justeru semakin tersebar di seluruh penjuru dunia. Demikianlah keadaan kaum muslimin dari generasi ke generasi.</font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Di antara prinsip baku kita adalah: Jihad ini sebuah keyakinan dan syiar agung, ia tidak bisa berubah atau terganggu dengan hilangnya tokoh atau komandan tertentu. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br />Kita memohon kepada Alloh agar menunjuki kita jalan yang lurus, mengangkat keadaan umat kita dan mengangkat harga dirinya di atas bangsa-bangsa kafir di seluruh penju-ru bumi, sesungguhnya Allohlah yang berhak dan Mahakuasa untuk itu. </font></div><div style="font-weight: normal;" align="justify"><font size="3"><br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> QS. Ali Imron: 143<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> QS. Ali Imron: 144<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> QS. Fathir: 11<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> QS. Al-An‘am: 2<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> QS. Ali Imron: 139<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> QS. Ali ‘Imron: 165<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref7" name="_ftn7">[7]</a> QS. Al-Anfaal: 26<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref8" name="_ftn8">[8]</a> QS. An-Nisâ’: 72 – 73.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref9" name="_ftn9">[9]</a> QS. An-Nisa’:141</font></div></font></strong>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-2710712549090162802008-10-31T17:25:00.000-07:002009-03-12T01:05:28.073-07:00Prinsip Jihad..Syaikh Yusuf bin Sholih Al 'Uyairi rahimahullah...bagian 1<div align="center"><strong><span style="font-size:130%;">Rambu pertama:<br />Jihad akan terus berlangsung (ada) hingga hari kiamat</span></strong></div><br /><div align="justify"><br /><br />Hari ini, seluruh dunia –kecuali yang dirahmati Alloh— berdiri satu barisan dengan kekuatan ediologinya, politiknya, ekonominya, informasinya, teknologi dan nasionalismenya, dan dengan segala kekuatannya, di hadapan salah satu syiar agama kita yang hanif (lurus), syiar itu adalah jihad fi sabilillah. Sebuah syiar yang Alloh wajibkan kepada kita dengan firman-Nya:<br />{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوْا شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوْا شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ}<br />"Diwajibkan atas kalian berperang, padahal perang itu kalian tidak suka; bisa jadi kalian tidak suka kepada sesuatu padahal itu lebih baik bagi kalian, dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Dan Alloh Maha tahu sedangkan kalian tidaklah mengetahui." <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a><br />Dan dengan firman-Nya:<br />{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّم وَبِئْسَ الْمَصِيْر}<br />"Wahai Nabi, jihadlah melawan orang kafir dan munafik dan bersikap keras-lah kepada mereka, tempat tinggal mereka adalah jahannam, dan sungguh itu sejelek-jelek tempat kem-bali.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a><br />Dan firman-Nya:<br />{قَاتِلُوا الَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَلاَ بِاْليَوْمِ اْلآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُوْنَ مَا حَرَّمَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ وَلاَ يَدِيْنُوْنَ دِيْنَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُوْنَ}<br />"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan hari akhir, tidak mengharamkan apa yang Alloh dan rosul-Nya haramkan dan tidak menganut agama yang benar (Islam) dari kalangan ahli kitab, sampai mereka membayar jizyah dari tangan sementara mereka dalam keadaan hina." <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a> </div><div align="justify"><br />Dalam ayat terakhir yang turun tentang jihad, Alloh berfirman menegaskan kewajiban ini:<br />{فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُمْ إِِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ}<br />“Jika telah habis bulan-bulan haram, perangilah orang-orang musyrik di manapun kalian jumpai, tawanlah dan kepunglah mereka serta intailah dari tempat-tempat pengintaian. Jika me-reka taubat dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat, bebas-kanlah mereka, sesungguhnya Alloh Maha-pengampun lagi Mahapenyayang.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a><br />Orang-orang kafir berusaha menghapus syiar jihad ini dan memberikan label kepadanya dengan label terorisme dan tindak kejahatan, menjuluki para pelakunya sebagai kaum teroris, orang-orang ekstrim, fundamentalis dan radikal. </div><div align="justify"><br />Ditambah lagi, orang-orang mu-nafik ikut membantu mereka dengan menjelekkan dan menghalang-halangi jihad dengan cara-cara syetan, ada yang mengatakan jihad dalam Islam hanya bersifat membela diri (defensive), tidak ada jihad ofensiv (menyerang terlebih dahulu). Ada juga yang mengatakan bahwa jihad disya-riatkan hanya untuk membebaskan negeri terjajah. Ada juga yang mengatakan bahwa jihad menjadi wajib kalau sudah ada perintah dari penguasa –padahal penguasa itu menjadi antek yahudi dan salibis—. Sekali waktu ada yang mengatakan bahwa jihad sudah tidak relevan untuk zaman kita sekarang, zaman kedamaian dan undang-undang baru internasional, Na`udzubillah min dzalik, kita berlindung kepada Alloh dari kesesatan-kesesatan ini. </div><div align="justify"><br />Meski ada saja alasan, dorongan, istilah-istilah munafik dan kufur berbentuk apapun yang bertujuan menghapus panji jihad, kalau dirunut ujungnya sebenarnya jalan jihad ini –sejak zaman Rosul SAW— sudah jelas bagi umat Islam, rambu-rambunya sudah ditetapkan, pemahaman dan fikihnya sudah gamblang, kita tidak perlu lagi menambahkan pemahaman-pemaha-man jihad yang baru yang tidak bias diselewengkan oleh siapapun, baik di belahan bumi timur maupun barat. </div><div align="justify"><br />Khazanah kita sudah terlalu cukup untuk ditambahi, dari khazanah itulah kita menimba rukun, syarat, kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan dan sunnah-sunnah dalam urusan jihad, kita juga mengambil pilar-pilar disyariatkannya jihad dari khazanah tersebut.<br />Lebih dari itu, Alloh dan rosul-Nya SAW telah mengkhabarkan bahwa jihad akan terus berlangsung sampai nanti Alloh wariskan bumi dan penduduknya kepada orang-orang sholeh. Khabar dari Alloh dan rosul-Nya ini termasuk perkara baku yang tidak kami ragukan lagi dan tidak akan kami tanyakan kepada siapapun setelah Alloh dan rosul-Nya SAW menegaskan hakikat ini. </div><div align="justify"><br />Dalil-dalil yang menunjukkan hal ini dari Al-Quran dan Sunnah sangatlah banyak, seperti firman Alloh Ta`ala:<br />{يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِيْنَ، يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لاَئِمٍ ذَالِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ}<br />“Hai orang-orang yang beriman, ba-rangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, Alloh akan datangkan satu kaum yang Dia cintai dan merekapun mencintai-Nya, lembut terhadap orang beriman dan keras terhadap orang kafir, mereka berjihad di jalan Alloh dan tidak takut celaan orang yang mencela. Itulah anugerah yang Alloh berikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Dan Alloh Mahaluas lagi Mahamengetahui.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a><br />Firman Alloh: "...mereka berji-had..." menunjukkan jihad akan terus berlangsung, konteks ayat ini menun-jukkan bahwa siapa saja mening-galkan sifat-sifat dalam ayat ini, Alloh akan datangkan kaum lain yang Alloh mencintai mereka dan merekapun mencintai Alloh, merekalah yang akan menyandang sifat-sifat tadi. </div><div align="justify"><br />Alloh juga berfirman:<br />{وَقَاتِلُوْهُمْ حَتَّى لاَ تَكُوْنَ فِتْنَةٌ وَيَكُوْنَ الدِّيْنُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللهَ بِمَا يَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ}<br />“Dan perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan agama seluruhnya menjadi milik Alloh, jika mereka ber-henti maka sesungguhnya Alloh Maha-mengetahui apa yang mereka kerja- kan.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a> </div><div align="justify"><br />Makna fitnah di sini adalah kekufuran, jadi perang akan terus berlangsung sampai tidak ada lagi kekufuran. Para ulama mengatakan: Kekufuran di muka bumi tidak akan pernah habis kecuali di zaman Nabi Isa turun di akhir zaman, di saat beliau mengha-pus jizyah dan mematahkan salib ser-ta membunuh babi, beliau hanya me-nerima Islam. Setelah itu Alloh wafatkan beliau beserta orang-orang beriman yang mengikuti beliau, saat itulah tidak ada di muka bumi yang mengucapkan "Alloh, Alloh," maka kiamatpun terjadi menimpa makhluk paling buruk saat itu. </div><div align="justify"><br />Lebih menegaskan bahwa jihad ini akan terus berlangsung, Alloh Ta`ala berfirman dalam ayat jihad yang terakhir turun, yaitu ayatus Saif (ayat pedang):<br />{فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُمْ إِِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ}<br />“Jika telah habis bulan-bulan haram, perangilah orang-orang musyrik di manapun kalian jumpai, tawanlah dan kepunglah mereka serta intailah dari tempat-tempat pengintaian. Jika mereka taubat dan menegakkan sho-lat serta menunaikan zakat, bebas-kanlah mereka, sesungguhnya Alloh Mahapengampun lagi Mahapenya-yang.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a> </div><div align="justify"><br />Dalam Al-Quran, ayat yang me-nunjukkan terus adanya jihad sangat-lah banyak.<br />Adapun dalil terus berlangsung-nya jihad dalam As-Sunnah, maka lebih banyak lagi. Di antaranya adalah sabda Rosul SAW sebagaimana diriwayatkan Al-Jama`ah serta yang lain, dari ‘Urwah Al-Bariqi ra ia berkata, Rosululloh SAW bersabda,<br />(اَلْخَيْلُ مَعْقُوْدٌ فِيْ نَوَاصِيْهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْأَجْرُ وَاْلمَغْنَمُ)<br />"Akan senantiasa tertambat kebaikan pada jambul kuda hingga hari kiamat, yaitu pahala dan ghanimah." </div><div align="justify"><br />Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari ketika Bukhori menjadikan hadits ini sebagai dalil akan terus berlangsungnya jihad baik bersama orang jahat ataupun orang baik, “Sebelumnya, Imam Ahmad sudah lebih dahulu menjadikan hadits ini sebagai dalil (terus berlangsungnya jihad), sebab Nabi SAW menyebutkan terus adanya kebaikan pada jambul kuda hingga hari kiamat, kemudian beliau maknai kebaikan itu dengan pahala dan ghanimah, sedangkan ghanimah yang disejajarkan dengan pahala pada kuda hanya terjadi ketika ada jihad. Hadits ini juga berisi anjuran berperang dengan menggu-nakan kuda. Juga berisi kabar gembira akan tetap bertahannya Islam serta pemeluknya hingga hari kiamat, sebab ada jihad berarti ada mujahidin, mujahidin sendiri adalah orang-orang Islam. Hadits ini senada dengan hadits yang berbunyi: “Akan senantiasa ada satu kelompok umatku yang berpe-rang di atas kebenaran.” Al-Hadits.” Sampai di sini perkataan Ibnu Hajar secara ringkas. </div><div align="justify"><br />Imam Nawawi berkata dalam kitab Syarah Shohih Muslim-nya keti-ka mengomentari hadits ini, “Sabda Rosululloh SAW: “Akan senantiasa tertambat kebaikan pada jambul kuda hingga hari kiamat,” ditafsirkan oleh hadits lain dalam hadits shohih: “Kebaikan itu adalah pahala dan ghanimah.” Hadits ini menunjukkan bahwa Islam dan jihad akan tetap eksis hingga hari kiamat, maksud hingga hari kiamat adalah hingga sesaat sebelum kiamat terjadi, yakni ketika datang angin harum dari Yaman yang mencabut nyawa setiap mukmin, laki-laki maupun perempuan, sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits shohih.”<br />Sampai di sini perkataan An-Nawawi. </div><div align="justify"><br />Dalam hadits riwayat Abu Dawud dan yang lain dari Anas bin Malik ra ia berkata, Rosululloh SAW bersabda,<br />(وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِيَ اللهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِيْ الدَّجَّالَ لاَ يُبْطِلُهُ جُوْرُ جَائِرٍ وَلاَ عَدْلُ عَادِلٍ)<br />“Jihad akan tetap berjalan sejak Alloh mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal, ia tidak akan dihentikan oleh kejahatan orang jahat ataupaun keadilan orang adil.”<br />Menerangkan hadits ini, penulis kitab `Aunul Ma`bud (Syarah Sunan Abu Dawud) mengatakan: Hadits yang berbunyi: “Jihad akan tetap berjalan sejak Alloh mengutusku,”<br />Maksudnya sejak dimulainya era di mana aku (Rosululloh) diutus, “hingga umatku yang terakhir” maksudnya adalah Nabi Isa atau bisa juga Imam Mahdi, “…memerangi Dajjal…” Dajjal dalam konteks hadits di sini sebagai kata obyek. Setelah Dajjal terbunuh, selesailah sudah jihad. Mengenai peristiwa Ya'juj dan Ma'juj, jihad tidak dilakukan karena tidak mungkin bisa melawan mereka, dalam kondisi seperti ini jihad tidak wajib atas kaum muslimin berdasarkan nash ayat surat Al-Anfal. Adapun setelah Alloh binasakan Ya`juj dan Ma`juj, tidak ada lagi orang kafir di muka bumi selama Nabi Isa masih hidup di bumi. Adapun orang yang kembali kafir setelah kematian Nabi Isa AS, mereka tidak diperangi karena baru saja kaum muslimin seluruhnya diwafatkan dengan hembusan angin harum dan karena orang-orang kafir terus ada hingga hari kiamat. Inilah pendapat Al-Qoriy. Al-Munziri tidak mengomen-tari hadits ini.” Selesai perkataan beliau. </div><div align="justify"><br />Sebagai dalil akan terus berlangsungnya jihad, seperti tertera dalam Shohih Bukhori Muslim serta kitab hadits lain, redaksinya milik Muslim, dari Jabir ra Nabi SAW bersabda:<br />(لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى اْلحَقِّ ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ)<br />“Akan selalu ada satu kelompok dari umatku yang berperang di atas kebenaran, mereka menang, hingga hari kiamat tiba.”<br />Dalam lafadz Bukhori disebutkan:<br />(لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ)<br />“Tidak akan terpengaruh oleh orang yang melemahkan semangat dan menyelisihi mereka.”<br />Dalam lafadz Imam Ahmad: “Mereka tidak mempedulikan orang yang menyelisihi dan melemahkan sema-ngat mereka." </div><div align="justify"><br />Sabda beliau: “Akan senantiasa ada...” menjadi dalil akan tetap berlangsungnya jihad meskipun kon-teks hadits ini sudah cukup untuk menetapkan bahwa jihad akan tetap berlangsung.<br />An-Nawawi berkata dalam Syarah Shohih Muslim-nya: “Saya katakan: Kemungkinan, kelompok ini terpisah-pisah dalam sekian banyak jenis kaum muslimin, di antara mereka ada yang pemberani sebagai pelaku perang, ada juga yang ahli fikih, ahli hadits, orang-orang zuhud, orang yang beramar makruf nahi munkar, ada juga pelaku kebaikan lain, tidak mesti mereka berkumpul menjadi satu, bisa saja mereka berpencar-pencar di berbagai belahan dunia. Hadits ini berisi sebuah mukjizat nyata, karena ciri seperti ini –alhamdulillah— selalu ada dalam umat sejak zaman Nabi SAW hingga sekarang, dan akan selalu ada hingga tiba ketetapan Alloh sebagaimana disebutkan dalam hadits ini.” Selesai perkataan An-Nawawi. </div><div align="justify"><br />Dalil yang lain adalah sabda Nabi SAW,<br />(أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَّسُوْلُ اللهِ وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَالِكَ عَصَمُوْا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ )<br />“Aku diperintah untuk memerangi ma-nusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang hak) selain Alloh dan bahwa Muhammad utusan Alloh, mereka menegakkan sholat dan menunaikan zakat, jika mereka lakukan itu, darah dan harta mereka terlindungi dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka dise-rahkan kepada Alloh.”<br />Dalam hadits ini, beliau menjadi-kan tujuan akhir peperangan adalah Islam, bermakna jika semua manusia sudah Islam maka tidak lagi ada perang. </div><div align="justify"><br />Di sisi lain, banyak sekali hadits yang menunjukkan bahwa tidak mungkin seluruh manusia akan menjadi Islam. Demikian juga ada hadits-hadits yang menunjukkan bah-wa kekufuran akan ada hingga hari ki-amat. </div><div align="justify"><br />Jika demikian, berarti perang akan selalu ada bersamaan dengan adanya kekufuran sampai tiba ketetapan Alloh Ta‘ala. </div><div align="justify"><br />Sedangkan maksud ketetapan Alloh dalam hadits ini, ada yang mengatakan masuk Islamnya manusia di zaman Nabi Isa, ada juga yang berpendapat hari kiamat, ada yang mengatakan berhembusnya angin yang mencabut nyawa kaum mukmi-nin, hanya saja makna yang ditun-jukkan hadits ini sangat jelas menun-jukkan bahwa perang akan selalu ada selama kekufuran ada. </div><div align="justify"><br />Nash-nash lain yang menunjuk-kan bahwa jihad akan terus berlang-sung hampir tak terhitung, para imam Islampun sepakat dan tidak ada yang berbeda pendapat bahwa jihad akan terus berlangsung. Rosul SAW sendiri mengkhabarkan hal ini sebagai sebuah berita yang tidak akan pernah berubah dan berganti. </div><div align="justify"><br />Semua nash ini menjelaskan bahwa tidak akan pernah mungkin satu zaman berlalu sejak diutusnya Nabi SAW hingga hari kiamat kosong dari panji jihad pembela kebenaran yang diangkat di jalan Alloh Ta‘ala, ini adalah pengkhabaran yang pemung-kirnya bisa kufur kepada Alloh Ta`ala. </div><div align="justify"><br />Jika kita meyakini hakikat ini, kita jadikan ini sebagai bagian terpenting dalam hidup kita, dan kita asumsikan sebagai salah satu prinsip baku yang kita konsentrasikan kehidupan kita ke arahnya, maka tidak akan mungkin kita akan mau tertinggal dalam memberikan andil kepada panji jihad dan berdiri di bawahnya walau bagaimanapun susahnya kondisi. Karena panji jihad di zaman kapanpun selalu terkait dengan Thoifah Manshuroh (kelompok yang ditolong, kelompok yang menang) yang diridhoi Alloh. </div><div align="justify"><br />Thoifah manshuroh sendiri –menurut Imam Nawawi— tidak mesti harus ada di satu tempat, bisa saja dalam satu zaman kelompok ini berada di berbagai tempat. Thoifah manshuroh ini berperang di atas kebenaran dan mereka menang, zaman kapanpun tidak akan pernah kosong dari Thoifah manshuroh yang berperang dan mengangkat panji jihad. </div><div align="justify"><br />Jika kita meyakini akidah ini, kita bisa pastikan bahwa kekuatan kufur dunia dan negara-negara munafik yang turut membantu mereka sampai kapanpun tidak akan pernah mampu memadamkan panji jihad, tidak akan mampu menumpas para mujahidin atau menghapus syiar jihad ini. Mungkin mereka bisa mengisolasinya di satu atau dua tempat, tapi untuk merontokkannya di zaman sekarang, itu hal yang mustahil walaupun seluruh jin dan manusia berkumpul untuk melakukannya. Karena panji jihad ini diangkat atas ketetapan dan izin Alloh Ta‘ala serta tidak mungkin akan diletakkan karena Alloh sendirilah yang menetapkan bagi diri-Nya sendiri untuk meninggikan panji ini sampai umat terakhir Muhammad SAW memerangi Dajjal bersama Isa bin Maryam AS. Inilah hakikat yang mesti kita jadikan titik tolak pertama, inilah keyakinan yang sudah semesti-nya kita memerangi musuh berdasar-kan keyakinan ini. Akidah yakin dan percaya penuh dengan janji Alloh SWT bahwa jihad akan tetap berjalan hingga hari kiamat. </div><div align="justify"><br />Keputus asaan kaum muslimin hari ini setelah peristiwa mundurnya mujahidin dari kota-kota di Afghanis-tan bukan menunjukkan mujahidin putus asa dan berhenti berjihad, selamanya bukan. Mereka tetap yakin jihad ini akan terus berlangsung hingga hari kiamat, kondisi mayoritas kaum muslimin yang begitu mengenaskan juga tidak akan selamanya berarti bahwa kekuatan kufur internasional mampu merontokkan panji jihad di dunia. Sayang, kebanyakan kaum muslimin tidak memahami hakikat permusuhan antara kebenaran dan kebatilan, tidak membaca sejarah umat, sejarah para nabi, khususnya dalam Al-Qur'an. </div><div align="justify"><br />Seluruh dunia menentang janji Alloh bahwa jihad ini akan tetap berlangsung, sementara kami tetap percaya kepada Alloh dan kami bersumpah bahwa kekuatan kufur dunia yang memerangi Alloh SWT akan kalah. Undang-undang baru internasional berdiri di atas pemahaman yang sudah ditentukan, slogannya sangat jelas; pemahaman itu adalah jihad adalah terorisme, semua mujahid adalah teroris, para teroris harus ditangkap dan terorisme harus dibasmi; maknanya, para wali Alloh itu harus ditangkap dan syariat Alloh SWT harus dilenyapkan. Maka, hasil akhir peperangan seperti ini sudah bisa ditebak, dulu Alloh sudah menceritakan itu dalam kitab-Nya, Rosululloh SAW sudah menerang-kannya dalam sunnahnya. Rosululloh SAW bersabda –sebagaimana riwayat Imam Bukhori, Ahmad dan yang lain, dari Abu Huroiroh ra—,<br />(مَنْ عَادَى لِيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ)<br />“Alloh berfirman: Barangsiapa memu-suhi wali-Ku, Aku maklumkan perang dengannya…” artinya, Ku maklumkan bahwa ia pasti hancur, perang Alloh adalah melawan siapa saja yang memusuhi wali-Nya karena kesetiaan mereka kepada Alloh, dan orang menganggap para wali itu sebagai musuh lantaran komitmen mereka di atas agamanya.<br />Dalam redaksi lain disebutkan: “Aadzantuhuu bil Harbi…”<br />(Aku umumkan perang kepadanya), bentuknya nakiroh, artinya perang itu mencakup semua makna hukuman. Dalam riwayat Ahmad:<br />“Barangsiapa menyakiti wali-Ku…” Hanya menyakiti saja sudah berarti perang.<br />Dalam riwayat lain: “…sungguh ia telah menghalalkan perang melawan-Ku.”<br />Hukuman ini tidak selalunya nampak seperti yang menimpa umat-umat lain, tapi bisa juga hukuman itu disegerakan, bisa juga ditunda, Allohlah yang berhak menunda, tapi Alloh tidak pernah mengabaikannya. </div><div align="justify"><br />Adapun hasil akhir dari perang ini, Alloh telah mengisahkannya dalam Al-Quran, kita ambil misalnya firman Alloh Ta‘ala:<br />{إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُوْمُ اْلأَشْهَادُ}<br />“Sesungguhnya Kami pasti menolong (memenangkan) para rosul Kami dan orang-orang beriman di dunia dan di hari ketika saksi-saksi tegak.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a><br />Alloh juga berfirman menegaskan bahwa musuh orang-orang beriman pasti kalah:<br />{إِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا يُنْفِقُوْنَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللهِ فَسَيُنْفِقُوْنَهَا ثُمَّ تَكُوْنُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُوْنَ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا إِلىَ جَهَنَّمَ يُحْشَرُوْنَ}<br />“Sesungguhnya orang-orang kafir menginfakkan harta mereka untuk memalingkan dari jalan Alloh, maka mereka akan menginfakkannya kemu-dian akan menjadi penyesalan bagi mereka dan mereka akan dikalahkan, dan orang-orang kafir itu akan dikum-pulkan di neraka Jahannam.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a><br />Alloh mengajak kita untuk mengambil pelajaran dari kejadian pada saat perang Badar, pada Yaumul Furqon (hari pembedaan antara yang hak dan batil):<br />{ قَدْ كَانَ لَكُمْ آيَةٌ فِيْ فِئَتَيْنِِ اْلتَقَتَا فِئَةٌ تُقَاتِلُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَأُخْرَى كَافِرَةٌ يَرَوْنَهُمْ مِثْلَيْهِمْ رَأْيَ الْعَيْنِ وَاللهُ يُؤَيِّدُ بِنَصْرِهِ مَنْ يَشَاءُ إِنَّ فِيْ ذَالِكَ لَعِبْرَةً لِأُوليِ اْلأَبْصَارِِ}<br />“Sungguh telah ada tanda-tanda kebesaran Alloh bagi kalian pada dua kelompok yang bertemu dalam pe-rang; satu kelompok berperang di jalan Alloh, sementara kelompok yang lain kufur, mereka melihat orang beriman dua kali lipat dari mereka jika dilihat mata. Dan Alloh menguatkan dengan pertolongan-Nya kepada siapa saja yang Ia kehendaki, sesungguhnya pada yang demikian terdapat pela-jaran bagi mereka yang berpandangan jeli.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn10" name="_ftnref10">[10]</a> </div><div align="justify"><br />Pertanyaan yang selalu mengusik hati dan menyusup ke hati orang-orang lemah adalah: Mengapa Alloh tidak menolong Pemerintahan Islam Taliban dalam perangnya melawan pasukan sekutu hingga hari ini? padahal Pemerintahan itulah yang mampu mengangkat syiar penerapan syariat Islam dan memegang teguh Al-Quran dan Sunnah, seluruh dunia bersatu menyerangnya sampai-sampai Taliban dipaksa mundur dari kota-kota yang mereka kuasai, mengapakah ini terjadi? </div><div align="justify"><br />Kami katakan, Alloh memiliki hikmah mengapa itu terjadi, hikmah pertama diterangkan dalam firman Alloh Ta‘ala:<br />{ذَالِكَ وَلَوْ يَشَاءُ اللهُ لاَنْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِّيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ وَالَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ فَلَنْ يُضِلَّ أَعْمَالَهُمْ}<br />“Yang demikian itu, kalau Alloh berkehendak pasti akan menangkan mereka atas orang-orang kafir, akan tetapi untuk menguji sebagian atas sebagian yang lain, dan orang-orang yang terbunuh di jalan Alloh, maka amalan mereka tidak akan pernah disia-siakan.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn11" name="_ftnref11">[11]</a><br />Bisa saja Alloh memenangkan Taliban atas mereka (bahkan Alloh sangat Mahakuasa) sendirian, bisa saja Alloh mematikan dan meluluh lantakkan seluruh kekuatan mereka sekejap mata, akan tetapi Alloh membiarkan orang-orang kafir itu menguasai kaum muslimin untuk memberikan ujian, artinya untuk menguji kaum muslimin dan mencoba kejujuran mereka meskipun orang-orang kafir berkuasa atas mereka, jika mereka sabar dan semakin berpegang teguh dengan agama mereka serta lari dan mengadukan perkaranya kepada Alloh Ta‘ala, maka Alloh akan menolong mereka setelah melihat bahwa mereka memang layak memperoleh kemenangan, Alloh akan mantabkan kekuasaan agama yang Dia ridhoi bagi mereka (Islam), tentunya setelah mereka memenuhi syarat-syarat tercapainya kekuasaan di muka bumi. Alloh Ta‘ala berfirman:<br />{وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُوْنَنِيْ لاَ يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْئاً وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَالِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ}<br />“Alloh berjanji kepada orang-orang beriman dari kalian, pasti Ia kuasakan mereka di muka bumi sebagaimana orang-orang sebelum mereka dikua-sakan, dan akan memantabkan posisi agama mereka yang Alloh ridhoi bagi mereka dan akan menggantikan keadaan takut mereka dengan kea-manan, mereka beribadah kepada-Ku dan tidak mensekutukan dengan apapun terhadap-Ku, dan barangsiapa kufur setelah itu, maka mereka adalah orang-orang fasik.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn12" name="_ftnref12">[12]</a> </div><div align="justify"><br />Dan berfirman:<br />{قَالَ مُوْسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِيْنُوْا بِاللهِ وَاصْبِرُوْا إِنَّ اْلأَرْضَ لِلَّهِ يُوْرِثُهَا مَنْ يَّشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَاْلعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ}<br />“Musa berkata kepada kaumnya: 'Minta tolonglah kalian kepada Alloh dan bersabarlah, sesungguhnya bumi ini adalah milik Alloh, Alloh mewariskannya kepada siapa saja yang Dia kehendaki dari para hamba-Nya, dan hasil akhir adalah milik orang-orang bertakwa.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn13" name="_ftnref13">[13]</a> </div><div align="justify"><br />Dan berfirman:<br />{وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُوْرِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ اْلأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُوْنَ}<br />“Dan telah Kami tetapkan dalam Zabur bahwa bumi ini akan diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang sho-leh.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn14" name="_ftnref14">[14]</a> </div><div align="justify"><br />Dan berfirman:<br />{إِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ اْلمَلاَئِكَةُ أَلاَّ تخََاَفُوْا وَلاَ تَحْزَنُوْا وَأَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ، نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيْهَا مَا تَشْتَهِيْ أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيْهَا مَا تَدَّعُوْنَ}<br />“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan tuhan kami adalah Alloh kemudian mereka istiqomah, malaikat turun kepada mereka: Janganlah kalian takut dan sedih dan bergem-biralah dengan surga yang dijanjikan kepada kalian. Kami adalah pelindung kalian di kehidupan dunia dan akhirat, di sana kalian mendapatkan apa saja yang kalian inginkan dan di sana terdapat apa yang kalian minta.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn15" name="_ftnref15">[15]</a> </div><div align="justify"><br />Jadi, syarat dimantabkannya posisi (tamkiin) di muka bumi harus terpenuhi dahulu dalam diri kaum mukminin sebelum kemantaban posisi itu tercapai. Sebagian syarat itu telah Alloh sebutkan dalam ayat-ayat tadi, di antaranya adalah iman dan amal sholeh, mengikuti manhaj Nabi SAW dan para shahabat beliau yang dahulu telah berkuasa di muka bumi, meyakini ajaran agama yang benar (Islam), tidak menyekutukan Alloh, meminta tolong hanya kepada Alloh, sabar di atas jalan jihad dan perang melawan musuh, bertakwa kepada Alloh dalam kondisi sendirian atau dilihat orang, kesalehan secara menyeluruh di semua lapisan, karakter seorang mujahid hendaknya senantiasa menyatakan tuhanku adalah Alloh sekaligus mengamalkan konsekwensi pernyataan tersebut, ia harus konsisten (istiqomah) di atas ajaran agamanya. Inilah syarat-syarat yang apabila seorang hamba bersungguh-sungguh merealisasikan-nya, ia akan menjadi orang yang berhak diberi kemenangan oleh Alloh dan Alloh akan kuasakan dia di muka bumi. </div><div align="justify"><br />Kalau kita mau meneliti hikmah mengapa Alloh menunda kemenangan dan mendatangkan kekalahan –secara kasat mata— kepada kaum muslimin di medan pertempuran, mau tidak mau kita harus menilainya dengan adil. Hanya, kita akan sendirikan pembahasannya setelah ini dengan izin Alloh, cukup kita isyaratkan di sini secara sepintas mengingat pemaha-man seperti ini tidak boleh hilang dari benak setiap muslim yang hidup hari ini di mana ia selalu mengikuti perkembangan dari medan pertempu-ran di Afghanistan dengan segala suasana dan eksistensinya, pepera-ngan antara kekuatan kufur inter-nasional seluruhnya melawan mujahi-din Afghan. </div><div align="justify"><br />Kita mohon kepada Alloh agar memuliakan mujahidin dan menolong mereka serta menjadikan mereka berkuasa. Semoga Alloh memecah belah dan mencerai beraikan orang-orang kafir, menghinakan dan menjadikan mereka sebagai ghanimah bagi kaum muslimin. </div><div align="justify"><br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> QS. Al-Baqoroh: 216<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> QS. At-Taubah: 73<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> QS. At-Taubah: 29<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> QS. At-Taubah: 5<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> QS. Al-Maidah: 54<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a> QS. Al-Anfal: 39<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref7" name="_ftn7">[7]</a> QS. At-Taubah: 5<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref8" name="_ftn8">[8]</a> QS. Ghofir: 51<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref9" name="_ftn9">[9]</a> QS. Al-Anfal: 36<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref10" name="_ftn10">[10]</a> QS. Ali Imron: 13<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref11" name="_ftn11">[11]</a> QS. Muhammad: 4<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref12" name="_ftn12">[12]</a> QS. An-Nuur: 55<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref13" name="_ftn13">[13]</a> QS. Al-A‘roof: 128<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref14" name="_ftn14">[14]</a> QS. Al-Inbiya’: 105<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref15" name="_ftn15">[15]</a> QS. Fushilat: 30-31</div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-48550667975041763152008-09-03T22:53:00.000-07:002009-03-12T01:05:28.073-07:00Engkau Memiliki Allah Wahai Al Aqso!!<div align="center"><strong>بسم الله الرحمن الرحيم<br /></strong><br /><br /><strong>"Engkau memiliki Allah wahai Al-Aqsa"<br /><br /><br />Segala puji bagi Allah yang memiliki nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang tinggi. Salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi yang dijalankan para malam hari (isra’) dari masjidil Haram ke masjidil Aqsa, Wa ba’du:<br /><br /><br />Telah muncul berita-berita dari ikhwan-ikhwan di Al Quds mengenai usaha serius yang dilakukan oleh Yahudi untuk menguasai masjidil Aqsa dengan cara melakukan perluasan galian yang mancakup seluruh lokasi di bawah masjid dengan galian yang sangat dalam. Ini merupakan ancaman yang berbahaya dan nyata. Bukan hanya ancaman untuk diledakkan, akan tetapi hal itu bisa terjadi hanya dengan sekedar melintaskan pesawat-pesawat super sonik. Di sisi lain, apa reaksi yang muncul …<br /><br /><br />-Pemerintahan Abbas dan pemerintahan-pemerintahan Arab tenggelam dalam “madu”, mereka tidak peduli dengan dihancurkannya Al Aqsa maupun Ka’bah.<br /><br /><br />-Pemerintahan Gaza (Hamas) sibuk memperkokoh singgasananya di Jalur Gaza dan mendirikan negara demokrasi.<br /><br /><br />-Berbagai kelompok dan gerakan melakukan mengajak untuk melakukan penentangan dan pengecaman dengan cara pergolakan massa dan demonstrasi damai, kemudian pulang lagi untuk menyantap makan siang bersama anak dan istri.<br /><br />Lalu apa yang tengah terjadi wahai umat Islam?<br /><br /><br />Sesungguhnya Al Aqsa adalah tempat isra’, tanyakan kepada Ibnul Khattab dan Ibnul Jarrah, apakah kalian ingin Al Aqsa dihancurkan?<br /><br /><br />Oleh karena itu kami angkat persoalan ini kepada umat Islam supaya umat Islam memahami permasalahan ini dengan jelas:<br /><br /><br />Pertama: “Brigade Al Qassam” memikul tanggung jawab secara penuh jika tidak melakukan balasan atas kejahatan-kejahatan Yahudi dalam persoalan Al Aqsa, karena harapan umat ada pada mereka. Umat Islam ketika menyokong mereka dengan dana dan persenjataan, mereka tidak menginginkan untuk ditimbun atau digunakan untuk melawan kaum muslimin. Dan ketika mereka telah dikuasakan atas persenjatan, mereka tidak mengambilnya untuk kemudian dibiarkan berkarat. Oleh kerana itu, hendaknya mereka menggunakannya untuk memerangi Yahudi atau memberikannya kepada orang yang mau berperang dengan senjata tersebut.<br /><br /><br />Ummu ‘Ammarah radliyAllahu ‘anha berkata mengenai perang Uhud: Ketika itu aku melihat manusia kalangkabut meninggalkan Rasulullah sallAllahu ‘alaihi wasalam, sehingga tidak tersisa kecuali beberapa orang yang tidak genap 10, ditambah dengan aku, anak-anakku dan suamiku yang berada di depanku. Kami melindungi Rasulullah, sementara orang-orang yang lari kalah melewati beliau, sementara beliau melihat aku tidak membawa tameng. Maka ketika beliau melihat seseorang melarikan diri sedangkan dia membawa tameng, beliau mengatakan kepada orang tersebut: Hai orang bertameng, lemparkan tamengmu untuk orang yang berperang! Orang itupun melemperkan tamengnya lalu aku ambil tameng itu dan aku gunakan untuk melindungi Rasulullah sallAllahu ‘alaihi wa sallam.<br /><br /><br />Kedua: Situasi tenang yang diciptakan antara kelompok-kelompok Palestina dengan Yahudi merupakan faktor yang memuluskan proyek-proyek tersebut. Hal ini pula yang menjadikan Yahudi berani meningkatkan pembunuhan dan penangkapan terhadap kaum muslimin di tepi barat. Dan yang akhirnya menjadikan Yahudi menghancurkan Al Aqsa dengan tenang, sementara mereka yakin bahwa aktifitas mereka ini tidak akan memancing penduduk Gaza, lantaran mereka sibuk dengan peperangan interen. Oleh karena itu kami menyeru kepada seluruh orang yang bertauhid dan ikhlas agar berlepas diri dari perjanjian damai yang batil ini.<br /><br /><br />Ketiga: Serangan roket atau penyerangan terhadap Yahudi yang muncul sebagai reaksi yang wajar, akan ditafsirkan sebagai tindakan yang merusak kepentingan nasional, yang akan dijadikan pemerintah sebagai alasan untuk memerangi atau menangkap mujahidin. Dan menteri luar negeri pemerintahan Hammas telah menegaskan hal itu. Lalu apa solusinya?<br /><br /><br />Keempat: Apakah imbalan atas penjagaan universitas Islam dan lembaga-lembaga pemerintahan di Gaza adalah dengan dihancurkannya masjidil Aqsa?<br /><br /><br />Kelima: Keluarnya mujahidin untuk memerangi Yahudi atau untuk menghujani mereka dengan roket akan memaksa mereka untuk berkonfrontasi dengan pemerintah yang berkuasa atas Gaza, yang hal itu pasti akan mengakibatkan meletusnya peperangan dan pembunuhan di tengah-tengah kaum muslimin, dan inilah yang diinginkan oleh Yahudi. Jadi apa yang bisa dilakukan oleh seorang mujahid, sementara pemerintah menghalanginya untuk memerangi Yahudi? Apakah Brigade Al Qassam telah menjadi penjaga perbatasan untuk Yahudi?<br /><br /><br />Keenam: Jika kelompok-kelompok dan gerakan-gerakan Palestina itu tidak memahami strategi Yahudi untuk membengkokan dan memecah belah umat dengan cara mengadakan perjanjian damai antara satu fihak dengan satu fihak, lalu mereka membunuh fihak pertama kemudian fihak kedua, lalu kenapa mereka menceburkan diri mereka dalam peperangan yang tidak jelas ini?<br /><br /><br />Ketujuh: Kami tidak berperang untuk batu dan tanah, sedangkan darah seorang muslim itu bagi kami lebih suci daripada ka’bah, apalagi masjidil Aqsa. Kami tidak hendak memerangi kaum muslimin, atau menjadi faktor terbunuhnya seorang muslim. Akan tetapi serangan Yahudi terhadap masjidil Aqsa adalah serangan terhadap Islam, dan orang yang diam terhadap kejahatan ini berarti sepakat dengan Yahudi. Dan tidak atas tindakan Yahudi berarti ridlo dengan tindakan tersebut atau tidak merasa sedih dengannya. Sedangkan kami lebih mulia daripada sekedar menyibukkan diri dengan dunia atau memerangi kaum muslimin sehingga melalaikan kami melindungi tanah suci umat Islam.<br /><br /><br />Oleh karenanya, wahai umat Islam: Ingat-ingatlah Allah dalam menjaga agama kalian. Ingat-ingatlah Allah dalam menjaga Al Aqsa. Sungguh tempat isra’ Nabi kalian dalam bahaya. Apa yang akan kalian katakan kepada Allah dan Rasul-Nya sallAllahu ‘alaihi wa sallam jika masjidil Aqsa dihancurkan?<br /><br /><br />Tidak akan diterima udzur kalian dalam proses normalisasi semu yang dengannya kalian belenggu para lelaki. Orang yang lemah adalah orang yang duduk di rumahnya dan mengatakan: Apa yang dapat aku kerjakan? Sedangkan pengkhianat adalah orang yang lebih mengutamakan kepentingan Gaza dan penduduknya daripada Al Quds dan masjidil Aqsa.<br /><br /><br />Ya Allah, bukankah telah kami sampaikan, ya Allah saksikanlah.<br />Ya Allah, bukankah telah kami sampaikan, ya Allah saksikanlah.<br />Ya Allah, bukankah telah kami sampaikan, ya Allah saksikanlah.<br /><br />Dan akhir dari seruan kami, segala puji bagi Allah Rabbul ‘Alamiin.<br /><br /><br />Divisi Media Jaish Al-Islam<br />Bumi ribath<br /><br /><br />Sabtu, 15 sya’ban 1429 H<br />Bertepatan dengan 16 August 2008 M<br /><br /><br />Sumber : Markas Media Sada Al Jihad<br /><br /><br />Front Media Islam Global<br />(Pengawas Informasi Mujahidin dan Pengobar Semangat kaum Mukminin )<br /><br />Penterjemah : Forum Islam Al-Tawbah<br /></strong></div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-11625619181383363882008-08-26T16:26:00.000-07:002009-03-12T01:07:26.886-07:00Tuntutan Jihad Melalui Tandzim Yang Terpimpin....dari sites altawbah<div align="justify">Setelah diketahui bahwa jihad seorang diri itu tergolong jihad yang dibenarkan dan syah yang mengantarkan pelakunya kepada mati syahid, bukan berarti mengabaikan manajement sebuah peperangan yang telah dikendalikan oleh sebuah organisasi. Karena Allah pun telah menyebutkan pentinya pasukan jihad yang teratur dan terkendali. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dalam firmannya;</div><div align="justify">" إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ “</div><div align="justify">"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh."</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dapat kita teliti bahwa kepentingan ini bisa di bagi dua sisi; pertama, karena tuntutan kondisi kaum muslimien yang mengharuskan untuk mengambil musabab munculnya kekuatan, kekokohan dan keteguhan. Kedua; karena adanya dalil-dalil dan nash syar’i.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Adapun pertama, karena kekuatan musuh hari ini – berupa negara atau organisasi – telah maksimal menghadapi kaum muslimien dengan dibekali berbagai musabab kekuatan; sesuatu yang terorganisir dan terprogram, adanya persiapan-persiapan baik dari segi senjata atau pun personal dan lain sebagainya.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Sebaliknya kaum muslimien – termasuk menyia-nyiakan – menghadapi musuh yang kuat dengan musabab yang lemah dan kalah; gerakan yang cenderung sendri-sendiri, atau mental sufistis yang salah dalam tawakkal!!!</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Adapun alasan dalil-dali syari’I, Allah ta’ala telah memerintahkan kaum musliemien agar bersiap-siap dan menempuh musebab datangnya kekuatan untuk memberikan rasa takut pada orang-orang kafir dan murtadz. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Allah berfirman;</div><div align="justify">" وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَتَعْلَمُونَهُمُ اللهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَاتُنْفِقُوا مِن شَىْءٍ فِي سَبِيلِ اللهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَتُظْلَمُونَ {60}" الأنفال : 60</div><div align="justify">"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (60)</div><div align="justify"> </div><div align="justify">berdasar ayat diatas, wajib kepada kaum muslimien untuk menempuh semua musebab kekuatan dan kemenangan maadi dan maknawi, sehingga dapat menakuti musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kaum muslimien dari golongan kafir dan munafaqin, yang diantaranya adalah; Al-jama’ah, terorganisir, perencanaan, kepemimpinan dan ketaatan, yang mana jihad tidak berjalan dengan benar tanpa ada unsure tersebut dan unsure tersebut termasuk permulaan yang durury untuk I’dad yang sesuai dengan syar’i.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dan telah kita saksikan akan keberadaan tho’ifah mansuroh atau sekelompok umat islam yang bersamanya kebenaran sebagaimana rosul sabdakan. Mereka berperang di jalan Allah. Hari ini mereka ada, yaitu di zaman ketika tidak adanya kekhilafahan hingga akhir zaman. Sifat tersebut sebagaimana disebutkan dalam hadits :”لا تزال” (senantiasa ada) yang berarti menunjukan keberadaan mereka dan keberlangsungannya hinggga akhir zaman.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dr. Abdulloh Azzam berkata : Jihad adalah Ibadah Jama’iyyah yang tidak akan terlaksana kecuali dengan adanya jama’ah yang berhadapan dengan masyarkat jahiliyah atau masyarakat kafir. Oleh sebab itu jihad tidak diwajibkan ketika di Mekah karena lemahnya kaum muslimin, sedikitnya jumlah mereka dan ketidak sanggupan mereka untuk menghadapi jahiliyah yang mengandalkan kekuatan dan jumlah.Dan selama jihad itu merupakan ibadah jama’iyyah, maka yang memegang perkara ini haruslah amirul jama’ah muslimah dan dialah yang mengumumkan jihad. (I’lanul Jihad, Dr. Abdulloh Azzam, hal. 8)</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dengan demikian, maka apakah masuk akal bahwa mereka thoifah mansuroh tersebut –yang diantara sifat yang masyhur berperang di jalan Allah – melaksanakan kewajiban jihad dengan sendiri-sendiri tanpa terorganisir, atau mereka berperang dengan kelompok yang terorganisir dan selalu mencari musebab datangnya kemenangan ???</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Kemudian, hendaknya mereka melihat kepada sejarah Rosulullah saw dan para sahabatnya, ketika mereka belum memiliki daulah islam. Apakah mereka bergerak dalam dakwah sendiri-sendiri tanpa adanya tandzim dan ketaatan pada rosulullah saw, ataukah mereka bergerak dengan tandzim yang rapi dan ketaatan atas nabi saw ???</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dalam hadits rosul sabdakan;"عليكم بالجماعة و إياكم و الفرقة, فإن الشيطان مع الواحد و هو من الإثنين أبعد, ومن أراد بحبوحة الجنة فليلزم الجماعة" الترمذي : 1758 “hendaknya kalian mengikuti Aljama’ah dan jauhilah perpecahan, karena sesungguhnya syaithon itu bersama satu orang, dan dia lebih jauh dari dua orang. Barang siapa yang menginginkan intinya surga hendaknya mengikuti Aljama’ah”(hokum islam fie Ad-Dimokratia Waa Ta’addiyyah Hazbiyyah: 174)</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Syekh Abdul Mun'im mustofa Halimah (Abu Bashir) dalam kitabnya at thoifah mansurah setelah beliau menjelaskan tentang salah satu sifat at thoifah al mansurah diantaranya adalah al jihadu fie sabilillah beliau memberikan tanbih (perhatian) bahwa meskipun jihad fie sabilillah adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kaum muslimin ketika tidak adanya khilafah, hendaknya mereka tidak melaksanakannya secara perorangan (individu) karena jihad merupakan ibadah jama'ie dan akan menimbulkan madlarat (bahaya) jika amal jama'ie ini dilakukan secara perorangan. Maka diperlukan adanya tansiq antar harakah jihadiyah untuk melaksanakan kewajiban ini. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Referensi:</div><div align="justify">- hokum islam fie Ad-Dimokratia Waa Ta’addiyyah Hazbiyyah, Abdul Mun’im Musthofa Halimah: 174</div><div align="justify">- Jamaa’atul Jihad Aqidatan Waa Manhajan, Maktabah I’lam Lie Jamaa’atul Jihad : 131</div><div align="justify">- Diroosat haula Al-jamaa’ah Wal Jama’aat, Abdul Hamid Hindawi; 404</div><div align="justify"> </div><div align="justify"> </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Pada Zaman ini kita sedang krisis amal jama’i. alangkah susah menemukan sosok-sosok seperti mereka yang serius dan tenang tanpa banyak bicara, yang berjalan terus secara terarah, tidak goyah dan tidak mudah terpengaruh. Kelompok yang penuh barokah ini terprogram dengan proyeknya. Selama beberapa tahun mereka tidak melenceng dari tujuan yang telah digariskan. Mereka berhati-hati dan mengekang lidah dari banyak bicara sembari terus berlatih menerbangkan pesawat dan hal-hal lain yang dibutuhkan untuk operasi. Walaupun kondisi dunia terus berubah, mereka terus melakukan latihan hingga tercapainya tujuan mereka. Semua ini adalah hal yang langka dan jarang ditemui dalam amal jama’i hari ini. Hal-hal demikian wajib diperhatikan oleh para mujahidin dan orang-orang yang bekerja untuk kemuliaan Dien ini.” (Abu Muhammad Al-Maqdisi, Waqafat Ma’a Tsamrati Al-Jihad.)</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Demikianlah sedikit cuplikan dari ucapan Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi tentang kondisi jihad hari ini. Dan pada makalah utama edisi kali ini kembali akan dibahas tentang Tuntutan Jihad Melalui Tanzhim Yang Terpimpin.</div><div align="justify"><br />عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا كَانَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Artinya: Dari Abu Hurairah t bahwasanya Rasulullah r bersabda, “Bila kalian sedang bertiga dalam bepergian maka hendaklah kalian mengangkat salah seorang sebagai pemimpin.” (HR. Abu Dawud no 2242)</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Hadits ini merupakan landasan tentang disyari’atkannya mengangkat seorang pemimpin pada setiap kondisi sedang bertiga atau lebih. Karena dengan demikian akan menghindarkan dari perselisihan yang berakibat pada kebinasaan. Sebaliknya bila tidak ada yang menjadi pemimpin maka setiap masing-masing bertindak berdasarkan keinginan hawa nafsunya hingga akhirnya berakibat pada kehancuran. Dengan adanya kepemimpinan perselisihan dapat ditekan dan keputusan dapat disatukan. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Maka bila dalam urusan safar saja yang terdiri dari tiga orang disyari’atkan untuk diorganisir secara terpimpin tentunya bagi sekelompok orang yang berdiam dalam satu desa atau kota untuk melawan kezhaliman dan meleraikan pertikaian lebih mendesak dan lebih membutuhkan diorganisir secara terpimpin. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dan hadits ini juga sebagai landasan bagi yang mengatakan bahwa bagi kaum muslimin wajib untuk mengangkat pemimpin yang dapat mengatur dan memerintah urusan mereka. (Abdul Qadir bin Abdul Aziz, Al-Umdah Fi I’dadil ‘Uddah).</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga mengatakan, “Wajib untuk diketahui bahwa kepemimpinan untuk mengurus urusan ummat merupakan kewajiban Din yang paling besar, bahkan Din dan dunia ini tidak akan pernah tegak kecuali dengannya.” (Majmu’ Fatawa).</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Oleh karena itu, setiap kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali harus dengan berjamaah atau terorganisasi secara terpimpin, maka hukum berjamaah dibawah komando seorang pemimpin tersebut menjadi sebuah kewajiban. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Sebagaimana kaidah usul menyebutkan;<br />لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبِ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبِ.</div><div align="justify">“Sebuah kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan suatu hal maka hal tersebut menjadi wajib.”</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Pada kenyataannya, iqamatuddin hari ini menghadapi kekuatan musuh yang terorganisir secara internasional dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi yang terus berkembang. Tak hanya serangan militer yang secara nyata dilancarkan, namun juga serangan ide (pemikiran) yang ternyata justru tak pernah disadari oleh umat Islam. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Maka menolak makar-makar musuh dengan peperangan yang dapat melumpuhkan mereka dan melindungi kehormatan kaum muslimin tidak akan membuahkan hasil yang maksimal kecuali dengan adanya sebuah jamaah yang dipimpin oleh seorang imam. Artinya, kita memang menghajatkan sebuah organisasi yang terpimpin rapi dengan program yang jelas dan terarah.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Hal ini telah menjadi kesepakatan kaum muslimin, sebagaimana kesepakatannya para sahabat untuk mengangkat Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai khalifah setelah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam untuk menggantikan peran beliau dalam iqamatuddin, mengatur urusan kaum muslimin dan menjadikan kalimat Allah paling tinggi, sebaliknya kalimat orang kafir menjadi hina. Lalu kaum muslimin dari satu generasi ke generasi berikutnya hidup di bawah sebuah kepemimpinan seorang khalifah. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Allah Ta’ala berfirman :<br />إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”. [An-Nisa’ ;58]</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Al Amanah dalam ayat ini yaitu tanggung jawab kepemimpinan. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Maka Nabi SAW bersabda :<br />وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّة</div><div align="justify">"Barangsiapa yang mati dan dilehernya tidak ada baiat maka dia mati menyerupai mati jahiliyah”. (HR Muslim 3441).</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dalam hadits yang lain Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;Barangsiapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, maka seakan-akan ia melepaskan ikatan Islam dari lehernya.</div><div align="justify"><br />قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ اللَّهُ أَمَرَنِي بِهِنَّ بِالْجَمَاعَةِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَالْهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنْ الْجَمَاعَةِ قِيدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَّا أَنْ يَرْجِعَ</div><div align="justify">“…dan aku memerintahkan kalian dengan lima perkara yang Allah telah perintahkan kepadaku dengannya; jama’ah, mendengar, taat, hijrah dan jihad fi sabilillah. Maka sesungguhnya siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal niscaya ia telah melepaskan Islam dari lehernya, kecuali bila ia kembali”. (HR. Ahmad 16542, dan Albani mengatakan hadits ini isnadnya shahih tanpa diragukan).</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Al Badr Al Aini dalam mengomentari hadits-hadits ini mengatakan bahwa seperti matinya ahli jahiliyah dalam hal mereka tidak memiliki imam yang ditaati dan bukan yang dimaksud adalah mati dalam kekafiran, melainkan mati dalam kemaksiatan. (‘Umdatul Qari’ juz 24 hal 187).</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Islam –dalam banyak hal- memberikan tuntunan untuk melaksanakan ibadah secara jama’i, karena hal tersebut lebih banyak mendatangkan barokah dan pahala daripada pelaksanaan secara fardi (individu). Tak hanya sholat, namun melebar hingga seluruh bentuk ibadah dan muamalat. Bahkan dalam masalah furu’ seperti makan, bepergian dan sebagainya, perintah untuk melakukannya secara jama’i sangat ditekankan. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Lantas bagaimana dalam hal menegakkan Islam secara kaffah, upaya dalam membela, memuliakan dan menghilangkan keasingannya, sedangkan kerusakan telah menggenangi bumi dan kebanyakan manusia telah menyimpang dari dien yang lurus?Iqamatuddin atau menegakkan kemuliaan Dien dengan Jihad tentunya, adalah satu amalan yang kesempurnaannya hanya akan tercapai bila dilakukan secara bersama-sama atau dengan amal jama’i. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Apalagi bila melihat dari target iqamatuddin itu sendiri yang menjadi kebutuhan umat Islam hari ini yaitu kekuasaan di muka bumi, kemenangan dan balasan terhadap serangan musuh maka adanya satu tanzhim yang terorganisir dengan baik adalah sebuah kemestian yang harus diwujudkan oleh kaum muslimin.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Syaikh Abu Muhammad al-Maqdisi menyebutkan bahwa sebuah amal jama’i akan dapat melaksanakan rancangan-rancangan programnya dengan baik dalam rangka untuk meraih target sebuah iqamatuddin bila telah memenuhi dua tuntutan berikut;</div><div align="justify">Pertama: Kitman (menjaga rahasia)</div><div align="justify">Kedua: Aktivitas berkesinambungan dengan target tertentu yang terus menerus.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Demikianlah yang harus dipenuhi oleh sebuah amal jama’i. Dan ini merupakan tabiat khusus yang berbeda dengan tabiat bila itu dilakukan oleh perorangan.Sebagaimana bahwa berjihad secara perorangan juga disyari’atkan dan itu adalah sebuah amalan terbaik yang pelakunya juga termasuk penolong Dien. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Namun untuk meraih target yang strategis bagi kemenangan kaum muslimin dan pukulan terhadap musuh, berjihad secara berjama’ah dengan manhaj yang jelas serta menggunakan skala prioritas sesuai tipu daya musuh dan level peperangan mereka juga pimpinan yang menguasai ilmu syar’i dan waqi’ yang mendalam lagi terperinci sehingga ia mampu memandang realita dengan pandangan yang tajam, jeli dan jauh, itu lebih baik, lebih utama dan lebih sempurna. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Wallahu a’lam.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">Refrensi:</div><div align="justify">1- Majmu' Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah</div><div align="justify">2- Sunan Abi Dawud</div><div align="justify">3- Al-'Umdah Fi I'dadil 'Uddah, Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz</div><div align="justify">4- Waqafaat Ma'a Tsamratil Jihaad, Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi </div><div align="justify">5- Harokah Jihad Ibnu Taimiyah, Abdurrohman Bin Abdul Kholiq.</div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-16336865643370565762008-08-16T17:03:00.000-07:002009-03-12T01:07:26.887-07:00Definisi Jihad...Oleh Syaikh Ibnu Qudamah<p align="justify"><br />· Ibnu Mandzur berkata: “Wa Jaahadal ‘Aduwwu mujaahadatan wa jihaadan, artinya: qootalahuu (memeranginya), dan berjihad di jalan Alloh. Di dalam hadits<br />disebutkan:<br />« َ لا هِ جرَة ب ع د ْالَفتحِ وَلكِ ن جِ هاد ونِيٌة »<br />“Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, tinggallah jihad dan niat.”</p><p align="justify"><br />Al-Jihad (di sini) artinya memerangi musuh; yaitu berusaha sekuat tenaga, mencurahkan segala potensi dan kemampuan berupa kata-kata maupun tindakan. Sedangkan yang dimaksud niat adalah: “Mengikhlaskan amal karena Alloh; artinya tidak ada hijrah lagi setelah penaklukan kota Makkah, sebab sekarang kota itu telah berubah menjadi negara Islam, yang ada tinggal ikhlas dalam jihad dan memerangi orang-orang kafir. Sedangkan jihad maknanya adalah berusaha keras dan mencurahkan segala kemampuan dalam rangka perang, bisa dilakukan juga dengan lisan atau apa saja yang ia mampu.” Selesai perkataan Ibnu Mandzûr.</p><p align="justify"><br />· Adapun pengertian jihad secara syar‘i adalah memerangi orang-orang kafir dalam rangka meninggikan kalimat Alloh dan bahu membahu dalam mengerjakannya, sebagaimana ditafsirkan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam pada sebuah riwayat dari Imam Ahmad dalam Musnad-nya dari ‘Amru bin ‘Abasah ia berkata:<br />“Seorang lelaki bertanya kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rosululloh, apakah Islam itu?” beliau bersabda, “Hatimu pasrah kepada Alloh ‘azza wa jalla dan kaum muslimin selamat dari (gangguan) lidah dan tanganmu.” Ia berkata lagi, “Bagaimanakah Islam yang paling sempurna?” beliau bersabda, “Iman.” Ia berkata, “Iman bagaimanakah yang paling utama?” beliau bersabda, “Engkau beriman kepada Alloh, malaikatmalaikat- Nya, kitab-kitab-Nya, para rosul-Nya dan hari berbangkit setelah kematian.” Ia berkata lagi, “Iman bagaimanakah yang paling utama?” beliau bersabda, “Hijroh.” Ia bertanya, “Apakah hijroh itu?” beliau bersabda, “Engkau jauhi keburukan.” Ia berkata, “Hijroh bagaimana yang paling utama?” beliau bersabda, “Jihad.” Ia bertanya, “Apakah jihad itu?” beliau bersabda, “Engkau perangi orang-orang kafir jika engkau bertemu dengan mereka.” Ia berkata, “Jihad bagaimanakah yang paling utama?” beliau bersabda, “Siapa saja yang kuda terbaiknya terluka dan darahnya tertumpah.” Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Kemudian dua amal yang keduanya merupakan amalan terbaik kecuali kalau ada yang melakukan yang semisal; hajji mabrur dan umroh.”( HR.Ahmad dan Ibnu Majah)</p><p align="justify"><br />Dengan tafsiran tentang jihad seperti tertera dalam hadits Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam di atas inilah para ulama Islam menafsirkan jihad, di antaranya:<br />- Ibnu Hajar rahimahullah berkata (mengenai definisi jihad): “Mencurahkan semua kemampuan dalam rangka memerangi orang-orang kafir.”<br />- Al-Qosthalani rahimahullah berkata, “Memerangi orangorang kafir untuk membela Islam dan untuk meninggikan kalimat Alloh.”<br />- Al-Kasani Rahimahullah berkata: “Dalam kebiasaan penggunaan istilah syara‘, jihad dipakai untuk makna mencurahkan semua potensi dan kekuatan dengan membunuh (perang) di jalan Alloh ‘azza wa jalla, baik dengan jiwa, harta, lisan dan lain sebagainya, ataupun mengerahkan tenaga dalam hal itu.”<br />- Penulis Ad-Durrul Mukhtaar berkata, “Mengajak kepada agama yang benar serta memerangi orang yang tidak mau menerimanya.”</p><p align="justify"><br />Terkadang, jihad di dalam nash-nash syar‘i digunakan untuk selain makna memerangi orang-orang kafir. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Mujahid adalah yang berjihad melawan nafsunya dalam rangka taat kepada Alloh, dan muhajir adalah yang meninggalkan semua yang Alloh larang.”</p><p align="justify"><br />Demikian juga sabda beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam terhadap orang yang meminta izin kepada beliau ikut berjihad, “Apakah kedua orangtuamu masih hidup?” ia berkata, “Masih.” Beliau bersabda, “Berjihadlah untuk keduanya.”</p><p align="justify"><br />Hanya saja, lafadz jihad jika disebut secara mutlak, maka maksudnya adalah memerangi orang-orang kafir dalam rangka meninggikan kalimat Alloh ta‘ala dan tidak dibawa kepada makna lainnya kecuali bila ada qorinah (bukti pendukung) yang menunjukkan bahwa yang dimaksud bukan itu, contohnya seperti dalam dua hadits tadi.</p><p align="justify"><br />- Ibnu Rusyd berkata di dalam Muqoddimat-nya (I/ 369):<br />“Dan jihad pedang adalah memerangi orang-orang musyrik demi diin (agama). Maka, siapa saja yang melelahkan dirinya karena Alloh berarti ia telah berjihad di jalan-Nya. Hanya saja, jika kata jihad disebut secara mutlak, maka maknanya tidak dibawa kecuali kepada makna berjihad<br />melawan orang kafir dengan pedang sampai mereka masuk Islam, atau memberikan jizyah dari tangan sementara mereka dalam keadaan hina.”</p><p align="justify"><br />Di antara dalil yang menunjukkan bahwa jihad jika disebut secara mutlak tidak dibawa kepada makna selain memerangi orang-orang kafir adalah sebagai berikut:</p><p align="justify"><br />1. Dari Abu Huroiroh RA ia berkata:<br />“Datang seorang lelaki kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam lalu ia berkata, “Tunjukkan kepadaku amalan yang menyamai jihad.” Beliau bersabda, “Aku tidak menemukannya.”. “Mampukah salah seorang dari kalian apabila seorang mujahid keluar, kamu masuk ke masjidmu kemudian sholat dan tidak pernah berhenti dan puasa serta tidak berbuka?” lanjut beliau. Ia berkata, “Siapa yang mampu melakukannya.”<br /><br />Abu Huroiroh berkata, “Sungguh kuda mujahid benarbenar akan terus ditulis kebaikan-kebaikan sepanjang hidupnya.” (HR. Bukhori – Muslim).</p><p align="justify"><br />Bukti petunjuk hadits ini terhadap makna jihad sangatlah jelas; sholat dan puasa termasuk jihad melawan hawa nafsu, meskipun demikian Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku tidak temukan amalan yang menyamai jihad.”</p><p align="justify"><br />Sehingga ini menunjukkan bahwa yang dimaksud jihad apabila disebut secara mutlak adalah berjihad melawan orang-orang kafir, bukan melawan hawa nafsu.</p><p align="justify"><br />2. Dari Abu Sa‘id Al-Khudhri RA berkata:<br />“Dikatakan: “Wahai Rosululloh, siapakah manusia terbaik?” Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang mukmin yang berjihad di jalan Alloh dengan jiwa dan hartanya.” Para shahabat mengatakan, “Kemudian siapa?” beliau bersabda, “Orang mukmin yang berada di lembah-lembah; bertakwa kepada Alloh dan menjauhi kejahatan manusia.” (HR. Bukhori dan Muslim)</p><p align="justify"><br />Orang yang bertakwa kepada Alloh di satu lembah itu berjihad terhadap nafsunya, bersamaan dengan itu, Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam membawa makna jihad kepada artian memerangi orang-orang kafir.</p><p align="justify"><br />3. Dari Abu Huroiroh RA ia berkata:<br />“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Alloh dan rosul-Nya, menegakkan sholat dan berpuasa di bulan Romadhon, maka menjadi hak Alloh memasukkannya ke dalam surga; ia berjihad di jalan Alloh, atau duduk di tanah di mana ia dilahirkan.” Para shahabat mengatakan, “Tidakkah kita beri kabar kembira kepada manusia wahai Rosululloh?” Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya di surga ada seratus derajat, Alloh siapkan bagi para mujahidin di jalan-Nya, antara kedua derajat seperti antara langit dan bumi. Maka jika kalian meminta kepada Alloh, mintalah surga firdaus, sesungguhnya itulah tengah dan puncaknya surga, di atasnya ada ‘Arsy Ar- Rohman, dan dari sanalah sungai-sungai surga mengalir.” (HR. Ahmad dan Bukhori)</p><p align="justify"><br />Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam menyebut orang yang duduk di tanah kelahirannya bukan sebagai mujahid, padahal ia berjihad terhadap hawa nafsunya dengan cara sholat dan berpuasa serta jihad nafs lainnya dalam rangka memikul beban-beban syar‘i.</p><p align="justify"><br />Semua ayat dan hadits yang menunjukkan keutamaankeutamaan jihad, maka arti jihad tersebut adalah jihad yang benar-benar jihad; yaitu memerangi orang-orang kafir dalam rangka meninggikan kalimat Alloh ta‘ala, tidak dibawa kepada makna jihad melawan hawa nafsu.<br /></p><p align="justify">Demikian juga para ulama Islam; para muhadditsin dan fuqoha, jika mereka meletakkan bab jihad dalam buku-buku mereka maka yang dimaksud adalah jihad melawan orangorang kafir dalam artian perang, bukan berjihad melawan hawa nafsu. Satu hal yang mesti diperhatikan: Jihad melawan nafsu bukanlah jihad terbesar secara mutlak sebagaimana klaim kaum Tasawwuf dan orang-orang yang mengaku berilmu yang mereka menarik-narik manusia untuk tidak berjihad sebenarnya.<br /><br />Mengenai hadits yang berbunyi: “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad besar…” ini adalah hadits dho‘if, tidak shohih; Al-Baihaqi, Al-Iroqi serta As-Suyuthi menilainya dho‘if, demikian juga Al-Albani di dalam Dho‘if Al-Jaami‘ Ash- Shoghiir, juga ulama-ulama lainnya –rahimahumullah–. Amirul Mukminin fil Hadits, Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan di dalam kitab Tasdiidul Qous bahwa hadits tersebut masyhur dibicarakan padahal sebebarnya itu berasal dari kata-kata Ibrohim bin ‘Ablah –seorang Tabi‘i `t-Tabi‘in—. </p><p align="justify">Al-Iroqi berkata dalam takhrij hadits-hadits Al-Ihya’: “Dirawayatkan Al-Baihaqi dengan sanad dho‘if dari Jabir.” Bukti paling jelas yang menunjukan bahwa hadits ini tidak benar adalah bahwa yang mengucapkannya (kalau memang ini hadits) yaitu Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam –di mana mereka menisbatkan hadits tadi kepada beliau— sama sekali tidak duduk berpangku tangan dari berperang. Namun beliau terjun berperang selama di Madinah sebanyak tiga kali tiap tahunnya, belum lagi berbicara sariyah-sariyah. Demikian juga dengan murid-murid beliau; mereka terdidik dengan jihad yang sambung menyambung. Seandainya yang mereka katakan benar, orang berakal itu akan memulai latihan menanggung yang kecil-kecil dulu, lalu yang besar, lalu yang lebih besar. Sehingga ia meningkat dari yang terendah hingga yang tertinggi. Maka, mulailah dari jihad terkecil –menurut kalian tadi— baru yang besar.</p><p align="justify"><br />Hanya saja, kami katakan: jihad pedang dan jihad melawan hawa nafsu tidaklah saling mengganggu, keduaduanya tetap bagian dari Islam, salah satu tidak boleh ditinggalkan dengan alasan sibuk dengan yang lain, sama halnya dengan belajar ilmu yang fardhu ain yang tidak boleh<br />ditinggalkan dengan alasan sibuk mentarbiyah diri.</p><p align="justify"><br />Hadits (dho‘îf) tadi juga menyelisihi firman Alloh ta‘ala:<br />َ لا ي ستوِى اْلَقاعِ دو َ ن مِ ن اْل م ؤمِنِ ين َ غير ُأ ولِى ال ضررِ واْل م جاهِ دو َ ن فِي سبِيلِ<br />اللهِ بَِأ م والِهِ م وَأنُفسِهِ م َف ض َ ل اللهُ اْل م جاهِدِي ن بَِأ م والِهِ م وَأنُفسِهِ م عَلى<br />اْلَقاعِدِي ن د ر جًة و ُ ك لا و ع د اللهُ اْل ح سنى وَف ض َ ل اللهُ اْل م جاهِدِي ن عَلى<br />اْلَقاعِدِي ن َأ جرا عظِي ما<br />“Tidaklah sama antara orang-orang yang hanya duduk dari kalangan mukminin yang tidak memiliki uzur dan orang yang berjihad di jalan Alloh dengan harta dan jiwanya. Alloh lebih utamakan orang yang berjihad dengan harta dan nyawanya di atas orang-orang yang duduk satu derajat. Dan masing-masing Alloh janjikan pahala yang baik. Dan Alloh lebihkan para mujahid di atas orang-orang yang duduk berupa pahala besar.” (An-Nisa’: 95)</p><p align="justify"><br />Menyebut perang melawan orang-orang kafir sebagai jihad kecil juga tidak ditunjukkan oleh satu dalil pun dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Lagi pula, orang yang berjihad terhadap hawa nafsu dengan sungguh-sungguh sampai berhasil menaklukkannya pasti akan bersegera untuk melaksanakan perintah Alloh ‘azza wa jalla untuk memerangi orang-orang kafir. Sedangkan orang yang tidak ikut dalam memerangi orang-orang kafir, pada dasarnya ia bukanlah orang yang berjihad melawan hawa nafsu dalam rangka melaksanakan perintah Alloh. Maka berdalih dengan jihad melawan nafsu untuk membenarkan sikap berpangku tangan termasuk kilah syetan yang ujung-ujungnya akan memalingkan kaum muslimin untuk berjihad melawan musuh-musuh mereka.</p><p align="justify"><br />Inilah Sayyidah Aisyah RA, ia pernah bertanya: “Wahai Rosululloh, apakah wanita ada kewajiban jihad?” beliau bersabda, “Mereka ada kewajiban jihad yang tanpa perang: hajji dan umroh.” (Isnadnya shohih, riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).<br /><br />Sedangkan di dalam riwayat Bukhori disebutkan: Aisyah berkata: “Kami melihat jihad adalah sebaik-baik amalan, lantas mengapa kami (kaum wanita) tidak berjihad?”</p><p align="justify"><br />Jadi, ‘Aisyah memahami bahwa jihad adalah perang. Dan, apakah maksud para shahabat yang mulia ketika mereka mengatakan kalimat yang cukup masyhur:<br />ن ح ن الَّذِي ن بايع وا م ح م دا عَلى اْلجِ هادِ ما بقِينا َأبدًا<br />Kami adalah orang-orang yang berbaiat kepada Muhammad… Untuk berjihad selama kami masih hidup…Apakah mereka memiliki maksud lain selain jihad bermakna<br />perang?!</p><p align="justify"><br />Dengan kata lain: Orang yang meninggalkan hal-hal haram disebut orang berpuasa karena ia puasa dari perkara-perkara haram, akan tetapi apakah maknanya ia diperbolehkan tidak berpuasa dalam arti sebenarnya yaitu puasa Romadhon?! </p><p align="justify">Padahal, Robb kita berfirman:<br />ُ كتِ ب عَلي ُ ك م اْلقِتا ُ ل<br />“Diwajibkan atas kalian berperang…”(QS. Al Baqoroh: 216)</p><p align="justify">Sebagaimana Dia berfirman:<br />ُ كتِ ب عَلي ُ ك م ال صيام<br />“Diwajibkan atas kalian berpuasa…”(QS. Al Baqoroh: 183)</p><p align="justify"><br />“…Apakah kalian beriman dengan sebagian kitab dan<br />mengkufuri sebagian yang lain.”? (QS. Al Baqoroh: 85)</p><p align="justify"><br />Sebagian orang bersikeras untuk mengkaburkan makna jihad ini dengan mengatakan, “Kami juga sedang berjihad ini!!” mereka bertujuan membenarkan sikap duduk mereka dari perang. Setelah Anda lihat kehidupannya, ternyata ada yang jadi pegawai untuk menghidupi keluarganya, yang satu lagi jadi pedagang, yang lain jadi karyawan, yang ini jadi petani, yang itu mengajar di Fakultas Syariah, Kedokteran, Ekonomi, Ilmu Politik atau…dst, semuanya mengklaim dirinya sebagai mujahid (orang yang berjihad) dan berarti boleh meninggalkan perang…! Benar, mereka menganggap dirinya sebagai mujahid sementara di negerinya ia makan minum, mengajar dan bekerja. </p><p align="justify">Bahkan, tanpa malu-malu ada juga yang menganggap apa yang ia lakukan sekarang lebih baik daripada perang itu sendiri!</p><p align="justify"><br />Orang-orang berpefikiran rusak dan biasa menyimpangkan makna seperti mereka mesti diberi penjelasan kembali dari Al- Qur’an dan As-Sunnah serta sejarah para tabi‘in yang mengikuti para pendahulunya dengan kebaikan.<br />Seandainya benar klaim mereka, Alloh SWT dan nabi-Nya Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak akan memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir, tidak akan memotivasi agar melaksanakannya, tidak akan ada keterangan tentang wajibnya berperang, tidak ada pengobaran semangat kaum muslimin untuk berperang dengan menyebutkan pahala para mujahidin dan para syuhada, tidak ada ancaman keras, janji hukuman dan siksa pedih bagi orang yang tidak ikut berjihad.</p>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-72913322183535502582008-08-16T16:53:00.000-07:002009-03-12T01:07:26.887-07:00Fase-Fase Turunnya Jihad...Oleh Sulaiman Ibnu Walid Damanhuri<div align="justify"><br /><br />Para ulama’ menyebutkan bahwa ibadah jihad disyari’atkan melalui empat tahapan sebagai berikut :<br /><br /> <strong> [1]- Tahapan larangan untuk berperang dan perintah untuk bersabar menghadapi gangguan dan cercaan orang-orang musyrik sembari terus menyebarkan dakwah.<br /></strong><br />Selama 13 tahun masa dakwah di Makkah, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk memaafkan seluruh gangguan orang-orang musyrik. Beliau dan para sahabat dilarang untuk membalas atau memerangi mereka. Meski siksaan dan gangguan orang-orang musyrik sudah kelewat batas dan banyak sahabat jatuh menjadi korban, Rasulullah tetap memerintahkan seluruh sahabat untuk bersabar.<br /><br />عَنْ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ رَضِي اللَّه عَنْهمَا أَخْبَرَهُ (...وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ يَعْفُونَ عَنِ الْمُشْرِكِينَ وَأَهْلِ الْكِتَابِ كَمَا أَمَرَهُمُ اللَّهُ وَيَصْبِرُونَ عَلَى الْأَذَى. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ( وَلَتَسْمَعُنَّ مِنِ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنِ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ) الْآيَةَ. وَقَالَ اللَّهُ (وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ ) إِلَى آخِرِ الْآيَةِ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَأَوَّلُ الْعَفْوَ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ بِهِ حَتَّى أَذِنَ اللَّهُ فِيهِمْ ..)<br />Usamah bin Zaid radiyallahu 'anhu berkata,” Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat memaafkan orang-orang musyrik dan ahlu kitab sebagaimana perintah Allah kepada mereka (untuk memaafkan). Beliau dan para sahabat bersabar atas gangguan (orang-orang musyrik dan ahlu kitab). </div><div align="justify"><br />Allah berfirman (artinya)” Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan."[QS. Ali Imran :186]. </div><div align="justify"><br />Allah berfirman (artinya),” Banyak orang-orang ahli kitab yang sangat ingin sekali memurtadkan kalian dikarenakan kedengkian pada diri mereka.” [QS. Al Baqarah :109]. Beliau melasanakan perintah Allah untuk memaafkan, sampai Allah mengizinkan beliau (untuk membalas).”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a><br /><br />عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَأَصْحَابًا لَهُ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي عِزٍّ وَنَحْنُ مُشْرِكُونَ فَلَمَّا آمَنَّا صِرْنَا أَذِلَّةً فَقَالَ إِنِّي أُمِرْتُ بِالْعَفْوِ فَلَا تُقَاتِلُوا. فَلَمَّا حَوَّلَنَا اللَّهُ إِلَى الْمَدِينَةِ أَمَرَنَا بِالْقِتَالِ فَكَفُّوا فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ( أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ).<br />Dari Ibnu Abbas bahwasanya Abdurahman bin Auf dan beberapa sahabat mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam saat masih di Makkah dan berkata,”Wahai Rasulullah, kami dahulu ketika masih musyrik adalah orang-orang yang mulia, tetapi setelah kami beriman kami justru menjadi orang-orang yang hina.” Maka beliau menjawab,” Aku diperintahkan untuk memaafkan, maka janganlah kalian memerangi mereka.” </div><div align="justify"><br />Ketika Allah memindahkan kami ke Madinah dan Allah memerintakan kami untuk berperang, kami justru tidak berperang. Maka Allah menurunkan ayat (Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka:"Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari takutnya…"<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn2" name="_ftnref2">[2]</a></div><div align="justify"><br />Hadits-hadits ini menunjukkan, larangan berperang selama masa dakwah di Makkah disebutkan dalam firman Alloh :<br /><br />فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ<br />“ Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka sampai datang perintah Allah (untuk memerangi / membalas ).” [QS. Al Baqarah :109].<br /><br />لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًىكَثِيرًا وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُورِ<br />" Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." [QS. Ali Imran :186]<br /><br />أَلَمْ تر إلى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقُُ مِّنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لولا أخرتنا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلُُ والآخرة خَيْرُُ لِّمَنِ اتَّقَى وَلاَ تُظْلَمُونَ فَتِيلاً<br />“ Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka:"Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari takutnya. Mereka berkata:"Ya Rabb kami, mengapa engkau wajibkan berperang kepada kami Mengapa tidak engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi" Katakanlah:"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun."(QS. An-Nisa’: 77).<br /><br />قُل لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لاَيَرْجُونَ أّيَّامَ اللهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ<br />“ Katakanlah kepada orang-orang yang beriman untuk memaafkan orang-orang (musyrik) yang tidak mengharapkan hari (perjumpaan dengan) Allah.” [QS. Al Jatsiyah :14].<br />Dalam fase dakwah Makkah ini tidak ada jihad dalam artian perang. Yang ada sebatas jihad dakwah, sebagaimana firman Allah Ta’ala :<br /><br />فَلاَ تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا<br /> “ Maka janganlah kau mentaati orang-orang kafir itu dan lawanlah mereka secara sungguh-sungguh dengan Al Qur’an.” [QS. Al Furqan :52].</div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br /><br /><strong>[2]- Diperbolehkan berperang untuk membela diri dan tidak diwajibkan.<br /></strong><br />Hal ini disebutkan dalam firman Alloh :<br /><br />أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ<br />“ Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (Al-Hajj: 39)<br /><br />عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ لَمَّا أُخْرِجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَخْرَجُوا نَبِيَّهُمْ لَيَهْلِكُنَّ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ( أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ ) الْآيَةَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ لَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّهُ سَيَكُونُ قِتَالٌ<br />Dari Ibnu Abbas ia berkata,” Ketika Nabi diusir dari Makkah, sahabat Abu Bakar berkata,” Mereka mengusir nabi mereka. Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un. Mereka benar-benar akan binasa.” Maka turunlah ayat [QS. Al Hajj:39]. Abu Bakar berkata setelah turunnya ayat ini,” Aku tahu setelah ini akan terjadi perang.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn3" name="_ftnref3">[3]</a><br /></div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br /><strong>[3]- Diwajibkan berperang hanya jika kaum muslimin diserang.<br /></strong><br />وَ قَاتِلُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ الذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَكُمْ<br />“ Dan berperanglah di jalan Alloh melawan orang-orang yang memerangi kalian.” (QS. Al-Baqoroh: 190)<br /><br />فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلاً {90} سَتَجِدُونَ ءَاخَرِينَ يُرِيدُونَ أَن يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُوا قَوْمَهُمْ كُلَّ مَارُدُّوا إِلَى الْفِتْنَةِ أُرْكِسُوا فِيهَا فَإِن لَّمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُوا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوا أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأُوْلاَئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا مُّبِينًا<br />“ Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum,yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka. (90)<br />Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman(pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun ke dalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimana saja kamu menemui mereka, dan merekalah orang-orang yang kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka. " [QS. An Nisa’ :90-91].<br /></div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br /><strong>[4]- Diwajibkan memerangi seluruh orang musyrik meskipun mereka tidak memerangi kaum muslimin, termasuk memerangi mereka di negeri mereka, sampai mereka mau masuk Islam atau membayar.<br /></strong><br />Inilah fase terakhir perintah jihad yang turun sebelum Rasulullah wafat. Fase ini merupakan fase niha’i (final, terakhir) perintah jihad, yang ditandai dengan turunnya ayat saif (pedang), yaitu firman Alloh :<br /><br />فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ<br />“ Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.” (At-Taubah: 5).<br />Allah juga berfirman :<br /><br />قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ<br />“ Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (At-Taubah: 29)<br />Dalam hadits shahih Rasulullah bersabda :<br /><br />عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ<br />“ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka menyaksikan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Bila mereka telah melakukan hal itu, maka mereka telah menjaga darah dan harta mereka, sementara perhitungan amal mereka di sisi Allah.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn4" name="_ftnref4">[4]</a><br /><br />اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا<br />“ Berperanglah di jalan Allah, dengan nama Allah, perangilah orang yang kafir (tidak beriman kepada Allah), berperanglah dan janganlah kalian mengambil harta rampasan perang sebelum dibagikan, jangan mengkhianati perjanjian, jangan mencincang, jangan membunuh anak-anak!.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn5" name="_ftnref5">[5]</a><br />Imam Ibnu Qoyyim meringkasnya dalam perkataan beliau :<br /><br />وَكَانَ مُحَرَّماً ثُمَّ مَأْذُوناً بِهِ ثُمَّ مَأْمُوراً بِهِ لِمَنْ بَدَأَهُمْ بِالْقتِاَلِ ثُمَّ مَأْمُوراً بِهِ لِجَمِيعِ اْلمُشْرِكِينَ<br />“ Jihad itu awalnya diharamkan, lalu diijinkan, lalu diperintahkan melawan orang yang menyerang terlebih dahulu, lalu diperintahkan untuk memerangi seluruh orang-orang musyrik.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn6" name="_ftnref6">[6]</a><br />Ibnu Qoyyim berkata,“ Maka keadaan orang kafir setelah turun surat At-Taubah ditetapkan menjadi tiga kelompok, yaitu Muharibin, Ahlu ‘Ahdin dan Ahlu Dzimmah. Ahlul ‘Ahdi wash Shulhi (dianggap) tergabung ke dalam negara Islam, maka orang kafir tinggal dua macam saja yaitu Muharibin dan Ahludz Dzimmah.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn7" name="_ftnref7">[7]</a><br />Ketika menafsirkan firman Alloh (فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ) Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu..”(At-Taubah: 5), imam Ibnul ‘Arobi berkata,“ Ayat ini menasakh seratus empat belas ayat.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn8" name="_ftnref8">[8]</a><br />Imam Ibnu Athiyah berkata tentang ayat saif :<br /><br />وَهَذِهِ اْلآيَةُ نَسَخَتْ كُلَّ مُوَادَعَةٍ فِي اْلقُرْآنِ أَوْ مَا جَرَى مَجْرَى ذَلِكَ، وَهِيَ عَلَى مَا ذُكِرَ مِائَةُ آيَةٍ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ آيَةً<br />“ Ayat ini menaskh seluruh ayat Al Qur’an yang memerintahkan perjanjian damai dan hal yang semakna dengannya, yang menurut para ulama berjumlah 114 ayat.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn9" name="_ftnref9">[9]</a><br />Imam Ath Thabari mengatakan tentang QS. Al Baqarah :109 :<br /><br />فَنَسَخَ اللهُ جَلَّ ثَنَاؤُهُ الْعَفْوَ عَنْهُمْ وَالصَّفْحَ بِفَرْضِ قِتَالِهِمْ حَتىَّ تَكُونَ كَلِمَتُهُمْ وَكَلِمَةُ اْلمُؤْمِنِينَ وَاحِدَةً أَوْ يُؤَدُّوا اْلجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ صِغَاراً<br />“ Allah Ta’ala menaskh perintah memaafkan dan membiarkan dengan mewajibkan mereka memerangi orang-orang musyrik sampai kalimat (dien) mereka dan kalimat (dien) kaum muslimin satu atau mereka membayar jizyah dalam keadaan hina.” Beliau kemudian menyebutkan bahwa perkataan Ibnu Abbas, Qatadah, dan Rabi’ bin Anas yang menunjukkan ayat saif telah menaskh ayat-ayat yang memerintahkan untuk memaafkan."<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn10" name="_ftnref10">[10]</a><br />Imam Al Qurthubi mengatakan tentang QS. Al Baqarah ;109 :<br /><br />هَذِهِ اْلآيَةُ مَنْسُوخَةٌ بِقَوْلِهِ : ]قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ[، عَنِ بْنِ عَبَّاٍس وَقِيلَ : النَّاسِخُ لَهَا: ] فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ [<br />“ Ayat ini telah dinaskh oleh ayat “ Perangilah orang-orang yang tidak beriman..dalam keadaan hina.” [QS. At Taubah :28]. Inilah pendapat Ibnu Abbas. Ada juga yang berpendapat bahwa yang menaskh adalah firman Allah,” Maka bunuhlah orang-orang musyrik.” [QS. At Taubah :5].<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn11" name="_ftnref11">[11]</a><br />Tentang firman Allah QٍS. At Taubah 73 :<br />يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ<br />“ Wahai nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafik dan perlakuan mereka secara keras (tegas).” Imam Al Qurthubi mengatakan :<br /><br />وَهَذِهِ اْلآيَةُ نَسَخَتْ كُلَّ شَيْءٍ مِنَ اْلعَفْوِ وَالصَّفْحِ<br />“ Ayat ini menaskh setiap ayat yang memerintahkan untuk memaafkan dan membiarkan.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn12" name="_ftnref12">[12]</a><br />Begitu juga dengan imam Ibnu Katsir. Setelah menyebutkan pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan ayat saif telah menaskh seluruh ayat yang memerintahkan bersabar dan tidak melawan, beliau berkata :<br /><br />وَكَذَا قَالَ أَبُو ْالعَالِيَةَ وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ وَقَتَادَةُ وَالسُّدِّيُّ :إِنَّهَا مَنْسُوخَةٌ بِآيَةِ السَّيْفِ،وَيُرْشِدُ إِلَى ذَلِكَ أيَْضاً قَولُهُ تَعَالَى: ] حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ [<br />“ Demikian juga pendapat imam Abu Aliyah, Rabi’ bin Anas, Qatadah dan As Sudi bahwa ayat-ayat memaafkan telah dinaskh oleh ayat saif. Hal ini juga ditunjukkan oleh ayat,” Sampai datangnya perintah Allah.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn13" name="_ftnref13">[13]</a><br />Imam Ibnu Hazm juga mengatakan :<br /><br />وَنُسِخَ اْلمَنْعُ مِنَ الْقِتَالِ بِإِيجَابِهِ<br />“ Larangan berperang telah dinaskh oleh perintah yang mewajibkan perang.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn14" name="_ftnref14">[14]</a><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan ;<br /><br />… فَأَمْرُهُ لَهُمْ بِالْقِتَالِ نَاسِخٌ ِلأَمْرِهِ لَهُمْ بِكَفِّ أَيْدِيهِمْ عَنْهُمْ<br />“ Perintah Allah kepada mereka untuk berperang merupakan naskh atas perintah-Nya untuk menahan tangan mereka.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn15" name="_ftnref15">[15]</a><br />Tentang QS. Ali Imran ayat 186, beliau berkata ;<br /><br />إِنَّ هَذِهِ اْلأَيَةَ وَمَا شَابَهَهَا مَنْسُوخٌ مِنْ بَعْضِ الْوُجُوهِ<br />“ Ayat ini dan ayat-ayat serupa telah dinaskh dari berbagai alasan.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn16" name="_ftnref16">[16]</a><br />Imam As Suyuthi di dalam kitabnya Al-Iklil fis Timbatit Tanziil dan At-Tahbir Fii ‘ilmit Tafsiir juga menyatakan ayatus saif telah menasakh ayat-ayat yang memerintahkan untuk memaafkan, berlapang dada dan berdamai. Ketika menerangkan QS. At Taubah :5 “…maka bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kalian jumpai mereka.” beliau berkata:<br /><br />هَذِهِ آيَةُ السَّيْفِ النَّاسِخَةِ ِلآيَاتِ اْلعَفْوِ وَالصَّفْحِ وَاْلإِعْرَاضِ وَالْمُسَالَمَةِ، وَاسْتَدَلَّ بِعُمُومِهَا اْلجُمْهُورُ عَلَى قِتَالِ التُّرْكِ وَالْحَبَشَةِ<br />” Ayat ini adalah ayatus saif yang telah menasakh ayat-ayat yang berkenaan dengan memberikan maaf, berlapang dada, berpaling dan berdamai. Berdasar keumuman ayat ini, mayoritas ulama berpendapat untuk memerangi bangsa Turki dan Habasyah.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn17" name="_ftnref17">[17]</a><br />Para ulama salafu sholih yang menyatakan bahwa ayat saif telah menasakh (menghapus seluruh fase ayat-ayat jihad sebelumnya) adalah :<br />- Imam Adh-Dhohak bin Muzahim (Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anul Adzim 4/134),<br />- Imam Ar-Robi’ bin Anas (Al-Baghowi, Ma’alimu Tanzil 2/269, Multan, Idaarotu Ta’lifat Asyrafiyah, tahqiq ; Marwan Suwar dan Khalid Abdurahman Al ‘Ak),<br />- Imam Mujahid dan Abul ‘Aliyah (Asy-Syaukani, Fathul Qodir 1/162, Beirut, Daarul Kutub Al Ilmiyah, cet 1:1415 /1994),<br />- Imam Al-Hasan ibnul Fadl (Al-Qurthubi, Al Jami’u li Ahkamil Qur’an 13/73, Al Baghawi 2/269),<br />- Imam Ibnu Zaid (Al-Qurthubi, 2/339),<br />- Imam Musa bin ‘Uqbah, Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan, ‘Ikrimah, dan Qotadah (Asy Syaukani, Fathul Qodir I/497, Mahmud Al Alusi, Ruuhul Ma’ani Fi tafsiri Al Qur’anil Adzim wa Sab’il Matsani 1/357, Beirut, Daarul Fikr, 1408 /1987),<br />- Imam Ibnul Jauzi dan ‘Atho’ (Al-Baghowi 3/122).<br />Pendapat ini juga dikatakan oleh ;<br />- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Ibnu Taimyah, Al-Ihtijaj bil Qodar hal. 36),<br />- Imam Asy-Syaukani (Fathul Qodir 1/162),<br />- Imam Al-Qurthubi (Tafsir Al-Qurthubi 2/331),<br />- Imam As Suyuthi (Ad Durul Mantsur fi Tafsir Al Ma’tsur 1/262, Beirut, Daarul Fikr, 1993/1414), dan para ulama’ dari berbagai masa.<br />Beberapa ulama’ salaf sholih bahkan telah menyatakan adanya ijma’ (kesepakatan seluruh ulama mujtahidin) tentang mansukh (telah dihapusnya) hukum-hukum jihad sebelum hukum yang terakhir.<br />Imam Al Jashash mengatakan tentang QS. An Nisa’ 90:<br /><br />وَلاَ نَعْلَمُ أَحَداً مِنَ الْفُقَهَاءِ يَحْظَرُ قِتَالَ مَنِ اعْتَزَلَ قِتَالَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، وَإِنَّمَا اْلخِلاَفُ فِي جَوَازِ تَرْكِ قِتَالِهِمْ لاَ فِي حَظَرِهِ. فَقَدْ حَصَلَ اْلاِتِّفَاقُ مِنَ اْلجَمِيعِ عَلَى نَسْخِ حَظَرِ الْقِتَالِ لِمَنْ كَانَ وَصْفُهُ مَا ذَكَرْنَا<br />“ Kami tidak mengetahui ada seorang ulamapun yang melarang memerangi orang-orang kafir yang tidak memerangi kita. Justru yang diperselisihkan adalah boleh tidaknya tidak memerangi mereka, bukan larangan memerangi mereka. Karena telah menjadi kesepakatan semua ulama tentang dinaskhnya larangan memerangi orang kafir yang keadaannya seperti kami sebutkan tadi.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn18" name="_ftnref18">[18]</a><br />Imam Shodiq Hasan Khan Al-Bukhori mengatakan :<br /><br />وَمَا وَرَدَ فِي مُوَادَعَتِهِمْ أَوْ فِي تَرْكِهِمْ إِذَا تَرَكُوا اْلمُقَاتَلَةَ فَذَلِكَ مَنْسُوخ ٌباِتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ<br />“ Adapun riwayat tentang berdamai dan membiarkan (tidak memerangi) orang-orang kafir apabila mereka tidak memerangi (kaum muslimin), maka hal itu telah mansukh berdasar kesepakatan seluruh kaum muslimin.” <a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn19" name="_ftnref19">[19]</a><br />Syaikhul mufasirin imam Ibnu Jarir ketika menafsirkan QS. Al Jatsiyah 14, berkata :<br /><br />وَهَذِهِ اْلآيَةُ مَنْسُوخَةٌ بِأَمْرِ اللهِ بِقِتَالِ اْلمُشْرِكِينَ، وَإِنَّمَا قُلْنَا هِيَ مَنْسُوخَةٌ ِلإِجْمَاعِ أَهْلِ التَّأْوِيلِ عَلَى أَنَّ ذَلِكَ كَذَلِكَ<br />” Ayat ini telah mansukh dengan perintah Alloh untuk memerangi orang-orang musyrik, sesuai dengan ijma’ ulama takwil (mufasirin) atas hal itu.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn20" name="_ftnref20">[20]</a><br />Imam Asy-Syaukani mengatakan :<br /><br />أَمَّا غَزْوُ الْكُفَّارِ وَمُنَاجَزَةُ أَهْلِ الْكِتَابِ وَحَمْلُهُمْ عَلَى ْالإِسْلاَمِ أَوْ تَسْلِيمِ الْجِزْيَةِ أََوِ الْقَتْلِ فَهُوَ مَعْلُومٌ مِنَ الضَّرُوْرَةِ الدِّيْنِيَّةِ ... وَمَا وَرَدَ فِي مُوَادَعَتِهِمْ أَوْ تَرْكِهِمْ إِذَا تَرَكُوا ْالمُقَاتَلَةَ فَذَلِكَ مَنْسُوخٌ بِإِجْمَاعِ اْلمُسْلِمِينَ بِمَا وَرَدَ مِنْ إِيْجَابِ الْمُقَاتَلَةِ لَهُمْ عَلَى كُلِّ حَالٍ مَعَ ظُهُورِ الْقُدْرَةِ عَلَيهِمْ وَالتَّمَكُّنِ مِنْ حَرْبِهِمْ وَقَصْدِهِمْ إِلَى دِيَارِهِمْ<br />” Menyerang orang-orang kafir dan ahli kitab serta membawa mereka (untuk memilih salah satu dari tiga pilihan, pent) : masuk kepada agama Islam, atau membayar jizyah atau bunuh (perang), merupakan al-ma'lum min ad-dien bi-dharurah (perkara yang sangat jelas dalam agama, diketahui oleh orang awam maupun ulama) … dalil yang menyebutkan meninggalkan dan membiarkan mereka jika mereka tidak memerangi, sudah mansukh berdasar ijma’ kaum muslimin dengan dalil yang mewajibakn memerangi mereka apapun kondisinya selama memiliki kemampuan dan sanggup memerangi mereka di negeri mereka.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn21" name="_ftnref21">[21]</a><br /></div><div align="justify"><br /><br /><strong>Catatan Penting</strong><br /><br />Perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan naskh ketiga fase jihad pertama, adalah wajib hukumnya memerangi orang-orang musyrik setelah sebelumnya dilarang atau diperbolehkan sekedar untuk membela diri saja. </div><div align="justify"><br />Jadi, yang dimansukh adalah mencukupkan diri dengan dakwah lisan dan jihad membela diri semata (jihad defensif). Dengan adanya hukum naskh ini, maka memerangi orang-orang musyrik hukumnya wajib sekalipun mereka tidak memerangi umat Islam. Meski demikian, hukum berdakwah dengan lisan dan jihad defensif tetap berlaku, hanya saja ditambah dengan satu kewajiban baru yaitu memerangi orang-orang musyrik sekalipun mereka tidak memerangi umat Islam (jihad ofensif).</div><div align="justify"><br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :<br />“ Sebagian orang mengatakan ayat-ayat yang memerintahkan mendebat orang kafir telah dinaskh oleh ayat saif karena mereka meyakini bahwa perintah untuk memerangi berarti meniadakan perintah mendebat. Pendapat ini salah, karena sebuah naskh terjadi bila hukum yang menaskh bertolak belakang dengan hukum yang dimansukh, sebagaimana perintah menghadap ke masjidil haram dalam sholat bertolak belakang dengan perintah menghadap ke Masjidil Aqsho, dan seperti firman Allah (tahanlah tangan-tangan kalian…) yang bertolak belakang dengan perintah (perangilah mereka…),<br />Sebagaimana firman Allah (Tidakkah kau melihat orang-orang yang diperintahkan untuk menahan tangan-tangan mereka, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Ketika diwajibkan atas mereka berperang, mereka takut kepada manusia sebagaimana takutnya mereka kepada Allah atau bahkan lebih takut lagi…” (QS. An Nisa’ :77). Perintah Allah Ta’ala untuk berperang menaskh perintah-Nya untuk menahan tangan-tangan mereka.</div><div align="justify"><br />Adapun perintah Allah,” Serulah mereka kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan peringatan yang baik dan debatlah mereka dengan debat yang lebih baik” (QS. An Nahl :125) dan firman-Nya,” dan janganlah kalian mendebat ahlu kitab kecuali dengan cara yang lebih baik…” (QS. Al Ankabut :46), maka kedua ayat ini tidak bertolak belakang dengan perintah berjihad melawan orang-orang yang diperangi. (Yang ada) Perintah jihad itu bertolak belakang dengan larangan berjihad dan perintah untuk sekedar berdebat saja.”</div><div align="justify"><br />Beliau lalu menyebutkan beberapa cara mengkompromikan antara perintah berjihad dan perintah berdebat. Cara kelima adalah :<br />“ Cara kelima : Yang dimasukh adalah (perintah untuk) mencukupkan diri dengan sekedar berdebat saja.”<a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftn22" name="_ftnref22">[22]</a></div><div align="justify"> </div><div align="justify"> </div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref1" name="_ftn1">[1]</a> - HR. Bukhari : Tafsirul Qur'an no. 4566.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref2" name="_ftn2">[2]</a> - HR. Nasa’i ; Al-Jihad 6/3, Baihaqi 9/11, Al-Hakim dalam Mustadrok 2/307 dan beliau berkata shahih sesuai dengan Syarthul Bukhori namun Bukhori dan Muslim tidak meriwayatkannya, dan hal ini disepakati oleh Adz-Dzahabi. Dishahihkan syaikh Al Albani dalam Shaih Nasa’i no. 2891.<br /><br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref3" name="_ftn3">[3]</a> - Tirmidzi 3171, Nasa’i 6/2 dengan tambahan perkataan Ibnu Abbas di akhirnya,” Ini adalah ayat yang pertama kali turun tentang perang.” Juga Al Hakim 3/7, tanpa tambahan perkataan Ibnu Abbas. Hadits shahih dishahihkan syaikh Al Albani dalam Shahih Nasa’I no. 2890 dan Shahih Tirmidzi no. 2535.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref4" name="_ftn4">[4]</a> - HR. Bukhari no. 25, Muslim no. 22, Tirmidzi 2606, Abu Daud 1656, Ahmad 1/19.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref5" name="_ftn5">[5]</a> - HR. Muslim no 1731, Abu Daud 2612, Tirmidzi 1617, Ibnu Majah 2858.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref6" name="_ftn6">[6]</a>- Zaadul Ma’ad II/58. Lihat pembahasan fase-fase ini dalam Abdu-Akhir Hammad Al-Ghunaimi: Marohilu Tasyri’il Jihad, hal. 2 dan Naqdhu Ara-i Al Buthi Fi Kitabihi ‘Anil Jihad hal. 27-31. Dr. Muhammad Khair Haikal, Al Jihaadu wal Qitaalu Fi Siyasah Syar’iyah 1/371-460, Beirut, Daarul Bayariq, cet 1 ; 1414 / 1993 M. Dr. Ali Nufai’ Al Ulyani, Ahammiyatul Jihad Fi Nasyri Dakwah Islamiyah hal. 147-149. Dan buku-buku fikih secara umum.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref7" name="_ftn7">[7]</a> - Zaadul Ma’ad 3/160.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref8" name="_ftn8">[8]</a> - Ibnul ‘Arobi, Ahkamul Qur’an I/201, Beirut, Daarul Ma’rifah, cet 3 : 1392, 1972.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref9" name="_ftn9">[9]</a> - Abu Muhammad Abdul Haq bin Athiyah Al Andalusi, Al Muharraru Al Wajiizu Fi tafsiril Kitabil ‘Aziz 6/412, Dauhah, Muassatu Daaril Ulum, 1401 /1981 M.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref10" name="_ftn10">[10]</a> - Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an 1/626-630, Beirut, Daarul Fikr, cet 1: 1421 / 2001 M.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref11" name="_ftn11">[11]</a> - Al Qurthubi, Al Jami’u Li Ahkamil Qur’an 2/71, Kairo, Darul Kutub Al ‘ilmiyah, 1373 H /1954 M.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref12" name="_ftn12">[12]</a> - Al Qurthubi, 8/205.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref13" name="_ftn13">[13]</a> - Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anul Adzim 1/133-134, Beirut, Al Maktabatu Al ‘Ashriyatu, cet 3 : 1420 / 2000 M.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref14" name="_ftn14">[14]</a> - Ibnu Hazm, Al Ihkam Fi Ushulil Ahkam 4/82, dinukil dari Marahilu Tasyri’il Jihad hal. 5.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref15" name="_ftn15">[15]</a> - Ibnu Taimiyah, Al Jawabu Ash Shahih Liman Badala Dienal Masih 1/66, Kairo, Mathba’atul Madani.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref16" name="_ftn16">[16]</a> - Ibnu Taimiyah, Ash Shorimul Maslul ‘Ala Syatimi Rasul hal. 239, Beirut, Daarul Kitab Al ’Arabi, cet 1 : 1416 / 1996 M. Tahqiq : Khalid Abdul lathif As Saba’u Al ‘Alami.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref17" name="_ftn17">[17]</a>- As Suyuthi, Al Iklilu Fi Istinbathi Tanzil hal 138, Beirut, Daarul Kutub Al Ilmiyah, cet 2 : 1405 / 1985 M.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref18" name="_ftn18">[18]</a> - Ahkamul Qur’an 2/222, dinukil dari Marahilu Tasyri’il Jihad hal. 5.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref19" name="_ftn19">[19]</a>- Lihat Ahammiyatul Jihad hal. 147-149.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref20" name="_ftn20">[20]</a>- Tafsir Ah-Thobari 25/167 cet. Darul Fikr, Bairut.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref21" name="_ftn21">[21]</a>- Asy Syaukani, As-Sailul Jarror Al Mutadafaq “ala Hadaiqil Azhar 5/519, Beirut, Daarul Kutub Al Ilmiyah , 1405 H, tahqiq Mahmud Ibrahim Zayid.<br /><a title="" style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=6901742208666473766#_ftnref22" name="_ftn22">[22]</a> - Ibnu Taimiyah, Al Jawabu Shahih 1/66-74.</div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-62725377422353358092008-07-20T01:20:00.000-07:002009-03-12T01:08:47.253-07:00Asy Syar'iyyah Ad Duwaliyyah (Hukum/Undang2 Internasional) Adalah Thaghut Yang Disembah Selain Allah...Oleh Syaikh 'Abd Qodir bin 'Abd 'Aziz<div align="justify"><br />Istilah ini telah menyebar luas dan selalu di ulang-ulang orang kafir dan kaum muslimin yang membebek mereka, khususnya sejak terjadi perang antara Irak dan Kuwait tahun 1990. Sedangkan pada hari ini Uni Soviet telah terpuruk dan Amerikalah yang menguasai dunia sendirian sebagai satu-satunya negara Adi Daya/Super Power. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dengan fakta ini akhirnya hukum internasional benar-benar merupakan kehendak Amerika dan hasil ketetapan-ketetapannya. Hanya saja kehendak dan ketetapan ini tidak bersumber dari Washington, melainkan dari Dewan Keamanan PBB yang bermarkas di New York Amerika Serikat. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dewan inilah yang mengumpulkan kelima negara besar yang najis itu. Bila Amerika berkeinginan untuk memperluas daerah di dalam suatu perkara, maka ia mengumpulkan koalisi yang lebih luas di Dewan Keamanan PBB, seperti koalisi 30 negara untuk menginvasi Irak. Juga koalisi sejumlah negara yang dipimpin Amerika untuk menginvasi Afghanistan. Sehingga yang terlihat di mata dunia bahwa Amerika tidak bertindak sendirian di dalam mengambil keputusan, tetapi biar dianggap sebagai keputusan bersama negara-negara di dunia atau mayoritas negara-negara di dunia. Dan dari sinilah Amerika menyebut keputusan itu sebagai Hukum Internasional. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Hukum Internasional yang thaghut ini hanya diterapkan bagi negara-negara lemah saja. Dengan dalih hukum internasionallah Irak dan Afghanistan diserang, Libya dan Sudan diembargo. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Adapun negara-negara kuat dan penjilat seperti Israil, maka Hukum Internasional itu mandul dan tidak pernah berlaku. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Karenanya ... Haram bagi setiap muslim, baik sebagai individu maupun negara bila mengakui hukum internasional ini atau meminta agar hukum ini diterapkan ataupun menghormatinya. Sebab, ini semua merupakan Kufur Akbar yang benar-benar dapat mengeluarkan seseorang dari agama Islam alias murtad!<br /></div><div align="justify">Lalu bagaimanakah kita menyikapi? Sementara pada saat yang sama justru hukum internasional ini digembar-gemborkan oleh sebagian Masyayikh (para syaikh) dan diikuti orang-orang awam dengan latah, seraya membebek para raja dan pimpinanpimpinan mereka. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Keterangan untuk persoalan ini adalah bahwa Hukum Internasional itu sebenarnya merupakan hukum-hukum yang dibuat oleh manusia-manusia kafir dengan bersumber hawa nafsuhawa nafsu mereka tanpa ada ikatan sedikitpun dengan syari'at Islam! Dan mereka menjadikan hukum-hukum itu sebagai sesuatu yang harus ditaati di seluruh dunia.</div><div align="justify"><br />Maka hukum-hukum internasional itu dapat dipastikan sebagai Thaghut yang memutuskan dan menjadi landasan hukum bagi pihak yang berperkara yang secara terang merampas hak<br />Allah Subhanahu wa Ta'ala. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Allah berfirman :<br />َألَ م ترإلِ ى الَّذِي ن ي ز ع مو َ ن َأن ه م ءَامنوا بِ مآُأنزِ َ ل إَِلي ك ومآُأنزِ َ ل مِن َقبلِ ك<br />يرِي دو َ ن َأن يتحَاكَ موا إَِلى الطَّا ُ غوتِ وَق د ُأمِروا َأن ي ْ كُفروا بِهِ ويرِي د<br />ال شي َ طا ُ ن َأن يضِلَّ ه م ض َ لا ً لا بعِي دا<br />"Tidakkah Engkau melihat kepada orang-orang yang menyangka bahwa mereka telah beriman dengan apa yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang telah diturunkan kepada sebelummu. Mereka ingin berhukum kepada Thaghut sedangkan mereka benar-benar telah<br />diperintahkan untuk mengkafirinya. Dan syaitan menginginkan agar dapat menyesatkan mereka dengan kesesatan yang jauh." (An Nisa' : 60)</div><div align="justify"><br />Ini merupakan nash (pernyataan Allah) bahwa apa saja yang menjadi landasan hukum yang ia jelas bertentangan dengan syari'at Allah maka ia adalah Thaghut! Dan barangsiapa berhukum<br />kepadanya berarti telah beribadah kepadanya dan mengimaninya. Tidakkah anda melihat firman Allah di atas "Sedangkan mereka benar-benar telah diperintahkan untuk mengkafiri-nya" Ini bermakna bahwa berhukum kepada Thaghut sama halnya dengan beriman kepadanya dan kebalikannya barangsiapa berhukum kepada Allah berarti mengkafiri Thaghut. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Demikian juga barangsiapa yang berhukum kepada sesuatu berarti ia telah beribadah kepada sesuatu itu tadi! </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Tidakkah anda melihat firman Allah.<br />إِنِ اْل ح ْ ك م إِلاَّ للهِ َأمر َألاَّت عب دوا إِ لآإِياه<br />"Hukum itu hanyalah milik Allah, Dia memerintahkan agar kalian hanya beribadah kepada-Nya saja." (Yusuf : 40)</div><div align="justify"><br />Maka di sini Allah menjelaskan bahwa mengesakan Allah di dalam masalah hukum dan berhukum adalah bentuk beribadatan yang diperintahkan. Dan siapa saja yang tidak menetapkan prinsip ini berarti telah kafir terhadap Allah. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Sebab Islam seseorang tidak akan sah kecuali dengan mengkafiri Thaghut.<br />َف من ي ْ كُف ر بِالطَّا ُ غوتِ وي ؤمِن بِاللهِ َفَقدِ ا ست م س ك بِاْلع ر وةِ اْل وْثَقى<br />"Maka barangsiapa kafir terhadap Thaghut dan beriman kepada Allah berarti telah berpegang teguh kepada Al Urwatul Wutsqo (Laa Ilaaha Illalloh)." (Al Baqarah : 256)</div><div align="justify"><br />Dan yang termasuk Thaghut Hukum adalah Hukum Internasional, Hukum-hukum Positif dan Undang-undang buatan manusia. Dan siapapun yang membuatnya atau memutuskan perkara dengannya atau berhukum kepadanya atau meridhainya berarti ia telah kafir, sebagaimana penjelasan sebelumnya. </div><div align="justify"> </div><div align="justify">Dan siapa saja yang berperang demi tegaknya hukum-hukum thaghut ini juga telah kafir, sebagaimana firman-Nya :<br />ا د خُلوا َأب وا ب ج هن م خالِدِي ن فِي ها َفبِْئ س مْث وى اْل مت َ كبرِي ن</div><div align="justify"><br />"Dan orang-orang kafir itu, berperang di jalan Thaghut." (An Nisa' : 76)</div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-85121119900782141892008-07-14T03:22:00.000-07:002009-03-12T01:08:47.254-07:00Hukum2 positif Adalah Bentuk Agama Baru, Siapa Yang Menjadikannya Sebagai Aturan Atau Mengamalkannya Berarti Kafir...Syaikh 'Abd Qodir bin 'Abd AzizAd Dien (Agama), salah satu artinya adalah undang-undang hidup manusia dan aturan hidup bagi mereka, baik ia benar atau salah (haq/batil). Dalilnya adalah surat Al Kafirun.<br />ُق ْ ل ياَأي ها اْل َ كافِرو َ ن {} لآََأ عب د مات عب دو َ ن {} ولآََأنت م عابِ دو َ ن مآَأ عب د {} ولآََأنا<br /> عابِ ُ د ما عبدت م {} ولآََأنت م عابِ دو َ ن مآَأ عب د {} َل ُ ك م دِين ُ ك م ولِ ي دِينِ<br />"Katakanlah, "Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah dan kalian tidak menjadi penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak menjadi penyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian tidak menjadi penyembah apa yang aku sembah. Bagi kalian<br />agama kalian dan bagiku agamaku." Jadi Allah menamakan keyakinan kufur mereka dengan kata dien (agama).<br />Dalil lain adalah :<br /> ومن يبتغِ َ غير ْالأِ س َ لامِ دِينا َفَلن ي ْ قب َ ل مِنه و ه و فِي ْالأَخِرةِ مِ ن<br />اْل خاسِرِي ن<br />"Dan barangsiapa mencari (memeluk) agama selain Islam niscaya tidak akan diterima dan dia termasuk orang-orang yang merugi di akhirat." (Ali Imran : 85)<br />Maka di sini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan bahwa ajaran agama selain Islam juga disebut dengan kata Dien (agama), hanya saja agama itu tidak akan diterima.<br />Dan manakala hukum-hukum positif itu menjadi undangundang dan aturan hidup manusia di suatu negara yang dasar hukumnya berlandaskan hukum-hukum positif itu, maka hukum-hukum positif itu adalah agama mereka. Dengan begitu mereka telah kafir disebabkan mereka mengikuti agama selain Islam walaupun mereka mengira bahwa mereka masih berpegang terhadap satu ajaran dari ajaran-ajaran Islam.<br />Keadaan mereka itu seperti orang-orang kafir Arab di zaman Jahiliyah, di mana mereka masih berpegang kepada ajaran Nabi Ibrahim, yaitu dengan tetap berhaji ke Baitullah, sehingga<br />akhirnya Nabi Muhammad Shallallohu 'alaihi wa sallam pun melarang mereka dengan sabda beliau :<br />لا ي ح جو َ ن ب ع د العامِ م شرِ ك<br />"Setelah tahun ini (Fathu Makkah) tidak boleh ada seorang musyrikpun yang berhaji."<br />Sabda beliau ini sebagai perwujudan dari perintah Allah dalam surat At Taubah, yaitu bahwa orang-orang musyrik itu najis tidak boleh dekat-dekat dengan Baitullah setelah tahun 9 Hijriyah. Keadaan orang-orang muslim hari ini yang berpegang teguh dengan hukum-hukum positif, dan kaum kafir jahiliyah yang memegang ajaran Nabi Ibrahim dengan tetap berhaji itu<br />bersesuaian dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :<br /> وماي ؤمِ ن َأ ْ كَثر ه م بالله إلا و ه م م شرِ ُ ك و َ ن<br />Dan tidaklah kebanyakan manusia itu beriman kepada Allah melainkan pasti mereka masih berbuat syirik." (Yusuf : 106)<br />Mereka beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan shalat dan shiyam dan pada saat yang sama mereka beribadah kepada Thaghut (hukum-hukumnya) di dalam<br />memutuskan suatu perkara atau membuat aturan. Tentu mereka telah kafir dengan itu semua.<br />Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :<br /><br />يرِي دو َ ن َأن يتحَا َ ك موا إَِلى الطَّا ُ غوتِ وَق د ُأمِروا َأن ي ْ كُفروا بِهِ<br />"Mereka hendak berhukum kepada Thaghut sedangkan mereka diperintahkan agar mengkafirinya." ( An nisa :60 )<br />(Sebelumnya hal ini telah diterangkan)<br />Dan bahwasanya berhukum dengan hukum Thaghut berarti telah beriman dan beribadah kepadanya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :<br />إِنِ اْل ح ْ ك م إِلاَّ للهِ َأمر َألاَّت عب دوا إِ لآإِياه<br />"Sesungguhnya hukum itu hanya milik Allah, Dia memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya." (Yusuf : 40)<br />Dan barangsiapa mengesakan Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam hukum dan berhukum berarti telah beribadah kepada-Nya saja.<br />Inilah hakekat Tauhid!<br />Dan barangsiapa berhukum kepada selain Allah berarti telah mengibadahi-nya dan menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala.<br /> و َ لاي شرِ ك فِي ح ْ كمِهِ َأ ح دا<br />"Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." (Al Kahfi : 26)<br />Ayat ini secara jelas menerangkan adanya larangan untuk mengambil sekutu bagi Allah di dalam menetapkan keputusan. Maka barangsiapa berhukum kepada selain syari'at-Nya berarti<br />telah mengambil sekutu bagi Allah di dalam menentukan/mengambil keputusan. Ini jelas merupakan kesyirikan dan kekufuran yang paling besar. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.<br /><br />ومن لَّ م ي ح ُ كم بِ مآَأنز َ ل اللهُ َفُأ و َ لائِ ك ه م اْل َ كافِرو َ ن<br /><br />"Barangsiapa yang tidak berhukum dengan (kitab) yang telah diturunkan oleh Allah, berarti mereka telah kafir." (Al<br />Maidah : 44)<br />Ini merupakan nash yang jelas tentang kafirnya orang yang meninggalkan hukum Allah dan berhukum dengan selainnya. Seperti mereka yang memutuskan sesuatu dengan undang-undang<br />atau hukum-hukum positif dan hukum internasional.<br />Ayat ini turun pada orang-orang Yahudi yang menyangka bahwa mereka beriman tetapi mereka tidak mau berhukum kepada hukum Taurat. Allah telah mewajibkan mereka agar merajam kasus zina muhshan (zina yang dilakukan oleh orang yang telah<br />bersuami/beristri) dan mereka malah membuat hukum baru sebagai pengganti lalu Allah menghukumi/memvonis mereka dengan vonis kafir.<br />Nash ayat ini bersifat umum dan berlaku bagi siapa saja yang melakukan hal seperti itu.<br />Fenomena hari ini yang terjadi di negeri-negeri Islam adalah sejenis/serupa dengan gambaran sebab turunnya ayat 44 surat Al Maidah. Yaitu adanya kaum yang menyangka dirinya beriman dan Islam sedangkan mereka justru meninggalkan hukum-hukum Allah dan berhukum dengan syari'at buatan mereka. Dan di dalam ketetapan Ushul yang disebutkan bahwa gambaran sebab turunnya ayat benar-benar masuk di dalam nash ayat itu. Maka orang-orang yang berhukum dengan selain apa yang telah diturunkan oleh Allah pada hari ini adalah benar-benar telah<br />kafir secara qoth'i.<br />Anda jangan tertipu dengan oran yang berkata kepada anda bahwa yang dimaksud ayat itu adalah kufrun duuna kufrin (kufur ashghar) yang tidak mengeluarkan seseorang dari millah Islam!<br />Sebab pendapat yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas ini adalah atsar yang dha'if (lemah), karena Hisyam bin Jubair meriwayatkan sendirian dan sekiranya ia benar dari Ibnu Abbas,<br />tentu pendapat ini tertolak, sebab bertentangan dengan pendapat sahabat yang lain. Ibnu Mas'ud misalnya, beliau berpendapat, "Hal itu kufur."<br />Dan bahwa ucapan sahabat itu tidak bisa mengkhususkan nash yang bersifat umum sebagaimana ucapan sahabat juga tdak bisa dijadikan hujjah bila bertentangan dengan ucapan sahabat yang lain, tetapi haruslah melalui proses Tarjih untuk menentukan mana yang lebih tepat.<br />Kata kufur pada ayat ini dalam bentuk ma'rifah (dengan Alif Lam) yang berarti Kufur Akbar. Dan kaidah-kaidah ushul ini sudah merupakan kesepakatan ahli ilmu.<br />Anda juga jangan tertipu dengan orang yang berkata, "Kufur yang dimaksud ayat ini adalah kufur Akbar tetapi khusus bagi orang yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah atau<br />sebaliknya. Ini adalah kekeliruan yang banyak beredar di tengahtengah umat Islam melalui nukilah-nukilan yang ada di kitab-kitab mereka. Jelas sekali bahwa pendapat ini tanpa dalil dan tanpa landasan ilmu dan keyakinan, tetapi lebih sekedar taklid/ikutikutan.<br />Pendapat seperti ini bagian dari ucapan-ucapan Ghulatul Murjiah (kaum murjiah yang sudah parah kesesatannya) yang bocor dan berhasil masuk di kitab-kitab para Fuqoha'.<br />Pendapat seperti ini telah tertolak oleh ijma' shahabat yang mengatakan bahwa dosa-dosa mukaffiroh (yang dapat menyebabkan pelakunya kafir) itu dapat mengkafirkan pelakunya<br />walau hanya dengan terlaksana perbuatan dosa itu tanpa embelembel apapun. Tanpa melihat ada tidaknya juhud atau istihlal (Ingkar/penghalalan yang haram). Misalnya meninggalkan shalat, sebagaimana yang telah dinukil oleh Ibnul Qoyyim di dalam kitabnya "Ash Sholat".<br />Adapun dosa-dosa ghoiru mukaffiroh (tidak mengkafirkan pelakunya), seperti minum khamer maka pelakunya tidak dapat dikafirkan dengan perbuatannya itu bila tidak disertai penghalalan<br />(istihlal). Sebagaimana ijma' para sahabat terhadap Qudamah bin Mazh'un.<br />Dosa-dosa mukaffiroh itu dengan sendirinya dapat mengkafirkan pelakunya bila dilakukan. Inilah pemahaman yang benar yang didasarkan atas Nash Syar'i yang sehat/selamat. dari<br />pertentangan/kesimpangsiuran dalil. Dan di antara contohnya adalah berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala.<br />Dengan kata lain, apa yang terjadi pada mayoritas umat Islam hari ini adalah jelas-jelas merupakan bentuk istihlal, yaitu penghalalan apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala<br />dan mengatakannya sebagai hal yang mubah/boleh.<br />Mereka membolehkan berhukum dengan hukum-hukum positif bahkan mengharuskan penerapannya, padahal hal itu jelas-jelas diharamkan. Mereka membolehkan riba, khamer dan zina dengan ridho padahal kesemuanya itu adalah haram secara qoth'i. Dan di dalam undang-undang buatan mereka dinyatakan bahwa tidak disebutkannya sesuatu perbuatan sebagai tindak kriminal/pidana menunjukkan bahwa hal itu boleh dilakukan.<br />Bila tadi telah saya katakan bahwa hukum-hukum atau undang-undang positif adalah agama baru, maka ini tidak berarti bahwa seluruh penduduk yang mana negaranya berhukum dengannya adalah kafir, tetapi yang divonis kafir adalah mereka yang menjadikannya sebagai aturan, yang memerintahkan dengannya dan yang mengambil keputusan dengannya serta yang<br />ridho untuk berhukum kepadanya. Dan sepengetahuan saya, tidak ada satupun negeri yang bebas dari praktek hukum positif,baik Saudi Arabia maupun negerinegeri<br />lainnya. Bentuk yang paling kecil adalah mengizinkan/memperbolehkan beroperasinya bank-bank ribawi, dan tentu hal ini menunjukkan pembolehan riba.<br />Lalu bagaimana dengan undang-undang perdagangan, undang-undang pekerjaan, undang-undang kepegawaian serta undang-undang hukum pidana buatan mereka. Dan ternyata<br />semua undang-undang/hukum-hukum positif itu bertentangan dengan Syari'at Islam.<br />Dan bagaimana dengan tidak diberlakukannya hukum-hukum had Syari'at secara menyeluruh di mayoritas negeri yang mengaku Islami?<br /><br />Kesimpulan masalah ini adalah :<br /><br />Agar anda mengetahui bahwa negeri-negeri yang menyangka bahwa ia negeri Islam dan menginginkan agar diajak berkoalisi bersama Amerika untuk menggempur Afghanistan adalah negaranegara non Islam sebelumnya, karena negara-negara itu berhukum dengan hukum-hukum selain hukum Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan tentunya wajib hukumnya untuk menggulingkan para penguasanya, mencopotnya dan mengangkat penguasa-penguasa muslim di dalamnya, sebagaimana sabda Nabi Shallallohu 'alaihi<br />wa sallam :<br />وأ ْ ن لا ننازِ ع الأ مر أ هَله إلا أ ْ ن تر وا كُ ْ فرا ب وا حا عِن د ُ ك م مِ ن الله فِيهِ ب ر ها ٌ ن<br />"Dan agar kami tidak merampas kekuasaan dari penguasa yang sah ... kecuali bila kalian melihat kekufuran yang nyata (yang dilakukan oleh penguasa) dan kalian bukti/dalil yang kuat dari Allah tentang hal itu." (Muttafaq 'Alaihi)<br />Karena itu setiap muslim wajib berusaha untuk mewujudkan hal itu, maka barangsiapa mau berusaha pasti mendapat pahala, sedangkan yang duduk-duduk pasti mendapat dosa kecuali orangorang yang menderita udzur-udzur Syar'i. Dan barangsiapa yang ridho terhadap mereka, maka ia adalah golongan mereka.Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-78868576186116641372008-05-22T21:20:00.000-07:002009-03-12T01:25:28.849-07:00Ceramah Syaikh Abu Muhammad 'Ashim Al Maqdisiy hafidzahullah (bag 2)<p style="margin-bottom: 0cm;" align="justify"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="center"><b> (2) TIMBANGAN KITA DAN TIMBANGAN MEREKA</b></p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify"><i>Bismillaah wal hamdu lillaah wash shalaatu was salaamu ‘alaa Rasuulillaah.</i></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Allah <i>Ta’ala</i> berfirman : </p> <p dir="rtl" style="margin-bottom: 0cm;" align="center"><span style="font-family:Tahoma;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ</span></span></span></span></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">“<i>Sungguh Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan timbangan agar manusia dapat melaksanakan keadilan.” </i>(Al-hadid : 25)</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Timbangan yang berdampingan dengan Kitabullah tidak memerlukan penilaian manusia, kelompok, sekte, dan atau pun jama’ah. Apabila rusak sebuah timbangan, pasti akan rusak pula bersamanya cara pandang dan paradigma berpikir, kemudian rusak pula hukum, perbuatan, tingkah laku, dan <i>minhaj</i> (metode). Realita yang ada dalam manhaj dan dakwah orang-orang yang menisbahkan diri kepada Islam pada hari ini merupakan bukti dan indikasi yang sangat besar mengenai hakikat ini. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Timbangan-timbangan merekalah yang membatasi manhaj dan tingkah laku mereka yang dibangun di atas penghukuman mereka terhadap individu, organisasi, dan jama’ah. <i> </i> </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Sebagian mereka menimbang dengan timbangan nasionalisme sehingga Anda akan melihatnya bersaudara dengan orang-orang atheis, musyrik, kafir, dan <i>bathiniyyun</i> di bawah naungannya. Mengapa tidak? Bukankah mereka ini adalah saudaranya dalam perjuangan nasionalisme?!!</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Sebagian mereka menimbang permasalahan dengan timbangan maslahat dan <i>istihsanat</i> (menganggap baik). Setiap sarana yang dapat mengantarkan kepada tujuan meskipun termasuk di antara sarana yang kotor dan busuk merupakan sarana yang baik dan bersih menurutnya. Mereka yang menempuhnya merupakan orang-orang yang berilmu yang memiliki pemikiran cemerlang, sedangkan mereka yang meninggalkannya merupakan orang-orang bodoh yang memiliki pemikiran sempit, dangkal, dan tertutup.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Sekelompok orang menimbang Anda dengan keuntungan duniawi yang mereka dapatkan dari Anda. Dengan ukuran ini Anda menjadi dekat atau jauh dari mereka. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Sebagian mereka mengambil satu segi dari agama yang dianggapnya baik dan mudah lalu ia menjadikan perasaan sebagai timbangan.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Sekelompok orang menimbang Anda dengan jumlah hari-hari dalam satu tahun yang Anda gunakan untuk keluar bersama mereka untuk berdakwah <i>ilallaah. </i>Dalam mengemukakan makna <i>khuruj</i>, mereka membatasi ayat-ayat dan hadits-hadits tentang jihad. Apabila Anda membenarkannya sesuai dengan yang dipaksakan oleh timbangan mereka, maka Anda adalah orang yang mereka cintai. Namun jika Anda meninggalkannya, Anda tidak lagi dicintai oleh orang tersebut meskipun Anda telah keluar dengan tombak dan darah sepanjang hayat untuk melawan setiap thaghut.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Sebagian mereka menimbang Anda berdasarkan sejauh mana pengetahuan dan pemahaman Anda dalam masalah <i>asma’ wa shifat</i> atau <i>tauhidul ma’rifah wal itsbat</i> (tauhid pengetahuan dan penetapan) yang cukup jelas bagi Iblis atau tauhid <i>rububiyah</i> yang juga cukup jelas bagi orang-orang kafir Quraisy. Menurut mereka, ini merupakan aqidah yang selamat, pemahaman salafy, jalan yang sesuai dengan atsar, dan … dan … dan …. Oleh karena itu, orang yang salah atau tergelincir sedikit saja dalam cabang-cabangnya adalah ahli bid’ah yang tercela di mana timbangan mereka tidak dapat memaafkannya meskipun ia telah merealisasikan tauhid di mana seluruh rasul diutus karenanya (tauhid uluhiyah), berjihad di jalan ikatannya yang kuat (<i>laa ilaaha illallaah</i>), berperang, dan terbunuh.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Adapun orang yang memperlihatkan pengetahuannya, maka menurut mereka ia adalah salafy tulen, bahkan termasuk dari ahlul hadits yang ikhlas dan pemimpin <i>thaifah manshurah.</i> Sifat ini tidak akan terlepas darinya meskipun hingga ia menghancurkan ikatan Islam yang kuat dan memfitnah prinsip dakwah para nabi dan rasul dan inti tauhid uluhiyah. Seorang thaghut yang paling sesat pun menurut timbangan mereka adalah <i>imaamul Muslimin</i> dan <i>amiirul Mukminin </i>selama ia menyebutkan dan mengetahui keyakinan tersebut<i>.</i></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Sebagian mereka menimbang Anda berdasarkan sejauh mana <i>bara’</i> Anda terhadap orang yang mengkafirkan para penguasa thaghut mereka meskipun ia termasuk di antara golongan <i>muwah-hidun</i> yang ikhlas, sejauh mana kemarahan dan pemburukan Anda terhadapnya, sejauh mana <i>wala’</i> dan perdebatan Anda demi membela para penguasa mereka yang kafir lagi pendosa yang disucikan dan dibaiat oleh para <i>ulama sulthan,</i> dan atau sejauh mana dukungan Anda kepada mereka serta ketiadaan pengkafiran Anda dengan keluar melawan mereka meskipun hanya dengan perkataan. Jika Anda memilih ini semua, Anda akan menjadi orang yang mereka ridhai dan pemilik paham yang cemerlang yang berhak mendapatkan semua dukungan, bantuan, pertolongan, dan penyandaran. Akan tetapi, jika perkara-perkara di atas tidak terpenuhi sedikit pun, maka Anda adalah ahli bid’ah yang jelek; musuh para ulama dan pemakan daging mereka yang beracun!! Bahkan, Anda adalah seorang khawarij yang merupakan salah satu makhluk paling jahat dan salah satu anjing neraka!!</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Sebagian mereka memiliki dua timbangan, tidak hanya satu timbangan. Satu timbangan ia khususkan untuk dirinya yang dengan-nya ia menjaga keuntungan dan menimbang kebaikan. Alasan-alasan ‘udzur telah dipersiapkan meskipun untuk perbuatan-perbuatan dosa dan syirik. Timbangan ini merinci ukuran keuntungan dan keinginan-nya. Ini merupakan timbangan yang dengannya ia menimbang orang-orang yang ia cintai, rekan-rekannya, dan jama’ahnya. Adapun timbangan yang lain ia khususkan untuk lawan-lawannya dan orang-orang yang menyainginya. Timbangan ini begitu teliti dan peka yang tidak mungkin lepas darinya segala yang datang dan yang keluar. Demikianlah, jika Anda tidak melewati ukurannya, ia akan mengubah Anda dari orang yang dicintai menjadi orang yang dibenci. Kondisi lahiriahnya mengatakan :</p> <p style="margin-left: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify"><i>Mata yang senang akan buta penglihatannya dari segala kejelekan.</i></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify"><i>Namun, mata yang benci akan merusak segala kebaikan.</i></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Allah <i>Ta’ala </i>berfirman : </p> <p dir="rtl" style="margin-bottom: 0cm;" align="center"><span style="font-family:Tahoma;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">ويل للمطففين </span></span></span></span><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">* </span></span><span style="font-family:Tahoma;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">الذين إذا اكتالوا على الناس يستوفون </span></span></span></span><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">* </span></span><span style="font-family:Tahoma;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">وإذا كالوهم أو وزنوهم يخسرون </span></span></span></span><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">* </span></span><span style="font-family:Tahoma;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">ألا يظن أولئك أنهم مبعورثون </span></span></span></span><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">* </span></span><span style="font-family:Tahoma;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">ليوم عظيم </span></span></span></span><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">*</span></span></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">“<i><span lang="fr-FR">Celakalah orang-orang yang curang. </span>Yaitu orang-orang yang apabila menerima timbangan dari orang lain ia minta dipenuhi. Namun apabila mereka menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar.” </i>(Al-muthaffifun : 1-6)</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Ketika salah seorang sahabat membaca ayat ini dalam shalat, Abu Hurarirah <i>radhiyallaahu ‘anhu</i> mengatakan : “Celakalah Abu Fulan! Ia memiliki dua timbangan. Apabila ia menerima timbangan dari orang lain, ia minta dipenuhinya. Namun apabila ia menimbang untuk orang lain, ia menguranginya.”<i> </i>(HR Ahmad dan Al-hakim)</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Inilah timbangan-timbangan mereka. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Adapun ahlut tauhid, para penolongnya, dan para aktivis dakwahnya, maka timbangan mereka hanya satu yang tidak akan berubah atau berganti. Mereka tidak memilih timbangan ini berdasar-kan hawa nafsu mereka atau menetapkannya berdasarkan keuntungan dan anggapan baik mereka. Akan tetapi, Allah-lah yang telah menurunkannya kepada mereka bersama dengan Al-kitab dan Rasulullah <i>shallallaahu ‘alaihi wa sallam</i> menetapkan ukuran dan timbangan tersebut untuk mereka. Tidak akan salah dan tidak akan keliru orang yang menjaganya dan menetapkan timbangan dengannya selama-lamanya. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Itulah timbangan <i>laa ilaaha illallaah,</i> timbangan tauhid. Orang yang merealisasikannya adalah orang yang dekat dengan kita, orang yang kita cintai, dan akan selamat dari kehancuran. Orang yang melakukan kesalahan dan dosa apabila ia merealisasikan tauhid yang merupakan hak Allah yang paling besar atas hamba-Nya dan men-jauhi kesyirikan, maka ia akan diampuni Allah. Cahaya tauhid akan memadamkan seluruh api kemaksiatan kecuali kesyrikan yang dapat membatalkannya sebagaimana firman Allah <i>Ta’ala </i>: <i>“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa saja yang Ia kehendaki.”</i></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-tirmidzy, dan Ibnu Majah dari Abdullah bin ‘Amru berkata : Bersabda Rasulullah <i>shallallaahu ‘alaihi wa sallam</i> : “Seorang laki-laki dari umatku akan dipanggil pada hari kiamat di atas kepala makhluk-makhluk. Maka disebarkan kepadanya 99 catatan di mana setiap catatan panjangnya seperti panjangnya pandangan. Lalu Allah berfirman : ‘Apakah engkau mengingkari sedikit pun dari catatan ini?’ Laki-laki tersebut berkata : ‘Tidak, ya rabbi.’ Allah berfirman : ‘Apakah catatan-Ku yang terjaga ini telah menzhalimimu?’ Kemudian Allah berfirman : ‘Apakah engkau memiliki kebaikan dari catatan tersebut?’ Laki-laki itu takut, lalu berkata : ‘Tidak.’ Allah berfirman : ‘Benar. Sesungguhnya engkau mempunyai kebaikan pada sisi Kami dan bahwasanya tidak ada kezhaliman terhadap dirimu pada hari ini.’ Maka dikeluarkanlah sebuah kartu yang di dalamnya terdapat <i>Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh.</i> Laki-laki tersebut berkata : ‘Ya rabbi, apa manfaat kartu ini terhadap catatan-catatan ini?’ Allah berfirman : ‘Engkau tidak akan dizhalimi.’ Kemudian diletakkanlah catatan-catatan pada telapak tangan dan kartu pada telapak tangan lain. Ternyata catatan-catatan tersebut lebih ringan dan kartu lebih berat.’" </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Inilah timbangan kita, ahlut tauhid dan para penolongnya. Kita menimbang dengannya tulisan, perkataan, kitab, ulama, dan manusia seluruhnya. Kita tidak akan mendahulukan suatu apa pun di atas pelaksanaan kalimat tauhid dan penghindaran kesyirikan. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Barang siapa yang melaksanakan tauhid dan berjuang untuk menegakkannya, ia adalah orang yang dekat dengan kita. Ia dimaaf-kan dalam kesalahan atau takwilnya selain dalam hal kesyirikan. Ini merupakan jalan ahlus sunnah wal jama’ah. Tidak ada halangan untuk menjelaskan kesalahannya atau mengingatkan penyimpangan-nya sebagai nasehat karena Allah untuk agama-Nya dan untuk kaum Muslimin.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Barang siapa yang menuduh prinsip pokok ini atau menghancur-kan ikatannya yang kuat adalah orang yang jauh dari kita meskipun banyak orang mengagungkan dan mengutamakannya. Tidak ada halangan bagi kita untuk men<i>tahdzir</i> (mengingatkan) dari kesesatan-nya dan menjelaskan kesalahan dan penyimpangannya meskipun orang tersebut banyak julukannya atau besar sorban dan ijazahnya.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Itulah timbangan kita yang adil yang turun dari sisi Allah. Tidak ada timbangan selainnya meskipun orang membesarkan dan men-dahulukannya.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Apabila Anda ingin mengetahui keagungan urusan timbangan ini, maka perhatikanlah manhaj kami yang merupakan buah dari timbangan kami, kemudian perhatikanlah manhaj-manhaj mereka yang merupakan buah dari timbangan-timbangan mereka. Hanya Allah-lah yang Maha Mengatakan kebenaran dan Ia Maha Memberi petunjuk ke jalan yang lurus. </p> <p style="text-indent: 1.27cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify"> </p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="justify"> Ditulis pada Rabii’uts Tsaany 1422 H</p>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-82854738902194438572008-05-22T21:16:00.000-07:002009-03-12T01:25:28.849-07:00Ceramah Syaikh Abu Muhammad 'Ashim Al Maqdisiy hafidzahullah (bag 1)<p style="margin-bottom: 0cm;" align="center"><b>(1) TEGAKNYA AGAMA DENGAN KITAB YANG MEMBERI PETUNJUK DAN PEDANG YANG MENOLONG DAN CUKUPLAH TUHANMU MENJADI</b></p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="center"><b>PEMBERI PETUNJUK DAN PENOLONG </b> </p> <p style="margin-bottom: 0cm;"><br /></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Berkata Jabir bin Abdillah <i>radhiyallaahu ‘anhu </i>sementara ia membawa pedang di salah satu tangannya dan mushhaf di tangannya yang lain, “Rasulullah <i>shallallaahu ‘alaihi wa sallam</i> memerintahkan kami agar memukul dengan ini (pedang) orang yang menyimpang dari ini (kitab).”</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Perkataan Jabir bin Abdillah ini merupakan penafsiran terhadap firman Allah <i>Ta’ala </i>: </p> <h1 dir="rtl" class="western" align="center"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;">لقد أرسلنا رسلنا بالبينات وأنزلنا معهم الكتاب والميزان ليقوم الناس بالقسط</span></h1> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">“<i>Sungguh Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan timbangan agar manusia dapat melaksanakan keadilan.” </i>(Al-hadid : 25)</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">“Maksud dari diutusnya rasul-rasul dan diturunkannya kitab-kitab adalah agar manusia dapat melaksanakan keadilan dalam hak-hak Allah dan hak-hak hamba-Nya.” (<i>Fatawa Syaikhul Islam </i>28/263)</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Dan di antara hak Allah <i>Ta’ala </i> yang paling besar yang dengannya diutus seluruh rasul dan diturunkan semua kitabullah adalah agar manusia merealisasikan tauhid yang merupakan pemurnian ibadah kepada Allah dalam semua segi kehidupan mereka. Seluruh dakwah para rasul dan semua kitab yang diturunkan Allah kepada mereka dari pertama hingga terakhir berbicara tentang kebenaran yang agung ini yang intinya adalah : </p> <ul><li><p style="margin-bottom: 0cm;" align="justify">Seruan untuk merealisasikan dan menegakkan kebenaran (tauhid) ini atau perintah untuk berdakwah kepadanya dan bersabar dalam memperjuangkannya atau motivasi untuk berjihad dalam rangka merealisasikan tauhid tersebut serta memberikan loyalitas dan permusuhan karenanya. </p> </li><li><p style="margin-bottom: 0cm;" align="justify">Berita tentang balasan bagi orang yang merealisasikan, menegakkan, dan menolong tauhid serta berjihad di jalannya dan juga pahala yang besar serta nikmat yang berharga yang dijanjikan Allah. </p> </li><li><p style="margin-bottom: 0cm;" align="justify">Seruan untuk berlepas diri dari kesyirikan yang membatalkan tauhid dan seruan untuk berjihad melawannya dan berjihad melawan pendukungnya serta berusaha untuk menghancurkan-nya dan mencabut sampai ke akar-akarnya dengan segala bentuknya dari atas muka bumi.</p> </li><li><p style="margin-bottom: 0cm;" align="justify">Berita tentang tempat kembali bagi orang-orang yang menentang perealisasian tauhid serta orang-orang yang me-meranginya dan memerangi wali-walinya. Tempat kembali mereka adalah kehinaan dan penyesalan serta hukuman yang buruk dan siksa yang kekal yang telah dijanjikan Allah kepada mereka. </p> </li></ul> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Semua kitabullah dan semua risalah nabi-nabi dari pertama hingga terakhir terangkum dalam <i>al-haq</i> (tauhid) ini dan berbicara tentangnya. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Tauhid merupakan tujuan terbesar dan target tertinggi yang karenanya Allah menciptakan makhluk, mengutus rasul-rasul untuk-nya, dan menurunkan kitab-kitab.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Kemudian Allah <i>Ta’ala </i>berfirman : </p> <p dir="rtl" style="margin-bottom: 0cm;" align="center"><span style="font-family:Tahoma;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">وأنزلنا الحديد فيه بأس شديد ومنافع للناس وليعلم الله من ينصره ورسله بالغيب</span></span></span></span></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">“<i>Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.” </i>(Al-hadid : 25)</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Barang siapa yang menentang tauhid dan tidak menegakkannya dengan adil dan menolak para rasul dan para da’i,<b> </b>ia diluruskan dengan pedang. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Ini merupakan makna dari sabda Rasulullah <i>shallallaahu ‘alaihi wa sallam</i> : </p> <p dir="rtl" style="margin-bottom: 0cm;" align="center"><span style="font-family:Tahoma;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">بعثت بالسيف بين يدي الساعة ، حتى يعبد الله وحده لا شريك له ،وجعل رزقي تحت ظل رمحي ،وجعل الذل والصغار على من خالف أمري ،ومن تشبه بقوم فهو منهم</span></span></span></span></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">“Aku diutus menjelang datangnya hari kiamat dengan membawa pedang hingga Allah disembah sendirian yang tiada sekutu bagi-Nya dan dijadikan rezekiku berada di bawah bayang-bayang tombakku serta dijadikan hina dan rendah orang yang menyelisihi urusanku. Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR Imam Ahmad dari Ibnu Umar)</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">“Barang siapa yang menyimpang dari kitab maka ia diluruskan dengan besi. Oleh karena itu, tegaknya agama adalah dengan <i>mushhaf</i> dan pedang.” (<i>Al-fatawa</i> 28/264) <i> </i> <i> </i> </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Sudah semestinya para aktivis dakwah yang terpercaya pada setiap zaman menjadikan tauhid sebagai poros dakwah mereka, titik tolak pembicaraan dan persepsi mereka, dan sandaran timbangan mereka. Mereka berkeliling di sekitarnya dan oleh karenanya mereka diuji dan dipenjara serta di bawah panjinya mereka diperangi dan dibunuh.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Hendaknya mereka senantiasa berusaha untuk menegakkan tauhid berdasarkan Al-kitab dan As-sunnah dengan argumen dan keterangan. Barang siapa yang menolak tauhid siapa pun orangnya, maka ia diluruskan dengan besi. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Apabila pada suatu masa para aktivis dakwah sulit untuk mempergunakan besi dan tangan mereka tidak mampu untuk melakukannya, mereka tidak boleh menghapus ketentuan ini dari perhitungan mereka atau meninggalkannya. Akan tetapi, mereka harus beredar dengan Al-kitab dan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam ber<i>i’dad</i> untuk menegakkannya dengan besi.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Setiap orang yang mengetahui hakikat dien ini –hingga musuh-musuhnya-, mereka mengetahui bahwa dien ini adalah tauhid dan jihad, dakwah dan <i>qital</i>, <i>mushhaf</i> dan besi. Mereka benar-benar mengetahui –selama mereka menolak untuk <i>istiqamah </i>dalam dien ini dan menegakkannya dengan adil- bahwa dien ini menolak mereka dan akan mencabut kebatilan mereka hingga ke akar-akarnya di setiap masa dan setiap tempat. Mereka mengetahui bahwa Muham-mad <i>shallallaahu ‘alaihi wa sallam </i>diutus untuk menyembelih mereka dan menyembelih orang-orang yang serupa dengan mereka. Rasulullah menghadapi orang-orang yang paling dekat dengan itu, yaitu keluarga dan kaumnya ketika mereka menolak untuk melaksanakan tauhid ini dengan adil. Beliau lalu memberitahukan mereka mengenai tujuannya sebelum akhirnya mampu menaklukkan mereka dalam beberapa tahun berikutnya. Beliau bersabda : “Dengarkanlah wahai orang-orang Quraisy! Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku datang kepada kalian dengan sembelihan.” Kemudian beliau benar-benar melakukan hal itu dengan <i>hadid</i> (besi) yang dengannya Allah memuliakan Islam dan para penganutnya. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Insya Allah kita senantiasa mengikuti <i>atsar</i>nya, menempuh manhajnya, menegakkan sunnahnya, dan berperang bersamanya. </p> <p dir="rtl" style="margin-bottom: 0cm;" align="center"><span style="font-family:Tahoma;"><span style="font-size:130%;"><span style="font-family:Traditional Arabic,Times New Roman;"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">وكأي من نبي قاتل معه ربيون كثير فما وهنوا لما أصابهم في سبيل الله، وما ضعفوا وما استكانوا والله يحب الصابرين</span></span></span></span></p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">“<i>Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” </i>(Ali Imran : 146) </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “Sesungguhnya keadaan nabi yang berperang bersamanya atau dibunuh bersamanya para pengikutnya yang banyak tidak harus nabi tersebut ikut bersama mereka berada dalam peperangan. Akan tetapi, setiap orang yang mengikuti nabi dan berperang demi tegaknya diennya, sungguh ia telah berperang bersama nabi. Inilah yang dipahami oleh para sahabat. Sebab, sebagian besar peperangan yang mereka lakukan terjadi setelah wafatnya Nabi <i>shallallaahu ‘alaihi wa sallam</i> hingga mereka mampu menaklukkan negeri Syam, Mesir, Iraq, Yaman, ‘Ajam, Romawi, negeri-negeri barat, dan negeri-negeri timur. Pada waktu itu cukup banyak orang yang terbunuh bersamanya. Sesungguhnya orang-orang yang berperang kemudian mereka terbunuh di atas dien para nabi sangat banyak. Ayat ini merupakan pelajaran bagi setiap orang beriman hingga datangnya hari kiamat. Sebab, mereka semuanya berperang bersama Nabi <i>shallallaahu ‘alaihi wa sallam</i> dan di atas diennya meskipun beliau telah meninggal. Mereka ini masuk dalam firman Allah <i>Ta’ala</i> : <i>“Muhammad adalah utusan Allah; dan orang-orang yang bersamanya.”</i> Dan ayat : <i>“Dan orang-orang yang beriman setelahnya dan berhijrah serta berjihad bersama kalian.”</i> Maka, bukan merupakan sebuah syarat bahwa orang yang taat harus menyaksikan orang yang ditaatinya melihatnya.” (<i>Majmu’ Fatawa</i>)</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Kita katakan dengan terus terang kepada musuh-musuh kita mengenai tujuan kita dan kita beritahukan kepada mereka bahwa apabila pada hari ini kita lemah, maka hal ini bukan berarti kita menghapus kewajiban ini dari perhitungan kita. Sekali-kali tidak! Bagaimana pun juga, kita tidak boleh melakukannya dan kita tidak memiliki landasan untuk melakukannya. Oleh karena itu, kita berdo’a kepada Allah siang dan malam agar Ia menguatkan kita untuk menebas leher-leher mereka dan leher-leher musuh-musuh dien ini. Setiap gerak, diam, dan nafas kita adalah dalam rangka <i>i’dad</i> untuk menghadapi mereka.</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Mereka benar-benar mengetahui hal itu dan juga mengetahui penyimpangan dan kesalahan para aktivis dakwah yang minder dan kalah yang berusaha dengan segala kesia-siaan untuk memisahkan kitab dari <i>hadid</i> (besi). Mereka mengetahui kebodohan aktivis dakwah tersebut terhadap hakikat dien ini dan bahwa ia telah menyimpang dari perintah syar’i Allah dan sunnah kauniyah-Nya dan tidak memahami dienul Islam. </p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Dan dienul Islam, hendaknya pedang mengikuti kitab. Apabila telah muncul ilmu berdasarkan Al-kitab dan As-sunnah sedangkan pedang mengikuti-nya, maka urusan Islam akan tegak.” (<i>Al-fatawa</i> 20/393)</p> <p style="text-indent: 0.64cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Ia juga berkata : “Maka tegaknya agama adalah dengan Kitab yang memberi petunjuk dan pedang yang menolong. <i>Dan cukuplah Tuhanmu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.</i>” </p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="justify"><br /></p> <p style="margin-left: 6.35cm; margin-bottom: 0cm;" align="justify">Ditulis pada Muharram 1422 H. </p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="justify"><br /></p> <p style="margin-bottom: 0cm;" align="justify"><br /></p>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-4033960069906256312008-05-12T16:51:00.000-07:002009-03-12T01:11:16.847-07:0050 Indikasi Destruktif Demokrasi...Oleh Syaikh Abdul Majid Bin Mahmud Ar Reimy<p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dengan memohon taufiq kepada Allah, kami berusaha memaparkan beberapa indikasi destruktif (kerusakan) demokrasi, pemilihan umum dan berpartai: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">1. Demokrasi dan hal-hal yang berkaitan dengannya berupa partai-partai dan pemilihan umum merupakan manhaj jahiliyah yang bertentangan dengan Islam, maka tidak mungkin sistem ini dipadukan dengan Islam karena Islam adalah cahaya sedangkan demokrasi adalah kegelapan. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat dan tidak (pula) kegelapan dengan cahaya.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Faathir:19-20) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Islam adalah hidayah dan petunjuk sedangkan demokrasi adalah penyimpangan dan kesesatan. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Sungguh telas jelas petunjuk daripada kesesatan.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Baqarah: 256) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Islam adalah manhaj rabbani yang bersumber dari langit sedangkan demokrasi adalah produk buatan manusia dari bumi. Sangat jauh perbedaan antara keduanya. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">2. Terjun ke dalam kancah demokrasi mengandung unsur ketaatan kepada orang-orang kafir baik itu orang Yahudi, Nasrani atau yang lainnya, padahal kita telah dilarang untuk menaati mereka dan diperintahkan untuk menyelisihi mereka, sebagaimana hal ini telah diketahui secara lugas dan gamblang dalam dien. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Allah Ta'ala berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Wahai orang-orang yang beriman jika kalian menaati sekelompok orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir setelah kamu beriman.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Ali 'Imran: 100) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Karena itu janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Furqaan: 52) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan janganlah kamu menaati orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung(mu).</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Ahzaab: 48) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dan ayat-ayat yang senada dengan ini sangat banyak dan telah menjadi maklum. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">3. Sistem demokrasi memisahkan antara dien dan kehidupan, yakni dengan mengesampingkan syari'at Allah dari berbagai lini kehidupan dan menyandarkan hukum kepada rakyat agar mereka dapat menyalurkan hak demokrasi mereka --seperti yang mereka katakan-- melalui kotak-kotak pemilu atau melalui wakil-wakil mereka yang duduk di Majelis Perwakilan. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">4. Sistem demokrasi membuka lebar-lebar pintu kemurtadan dan zindiq, karena di bawah naungan sistem thaghut ini memungkinkan bagi setiap pemeluk agama, madzhab atau aliran tertentu untuk membentuk sebuah partai dan menerbitkan mass media untuk menyebarkan ajaran mereka yang menyimpang dari dienullah dengan dalih toleransi dalam mengeluarkan pendapat, maka bagaimana mungkin setelah itu dikatakan, "Sesungguhnya sistem demokrasi itu sesuai dengan syura dan merupakan satu keistimewaan yang telah hilang dari kaum muslimin sejak lebih dari seribu tahun yang lalu," sebagaimana ditegaskan oleh sejumlah orang jahil, bahkan (ironisnya) hal ini juga telah ditegaskan oleh sejumlah partai Islam yang dalam salah satu pernyataan resminya disebutkan: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"Sesungguhnya demokrasi dan beragamnya partai merupakan satu-satunya pilihan kami untuk membawa negeri ini menuju masa depan yang lebih baik." <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">5. Sistem demokrasi membuka pintu syahwat dan sikap permissivisme (menghalalkan segala cara) seperti minum arak, mabuk-mabukan, bermain musik, berbuat kefasikan, berzina, menjamurnya gedung bioskop dan hal-hal lainnya yang melanggar aturan Allah di bawah semboyan demokrasi yang populer, "Biarkan dia berbuat semaunya, biarkan dia lewat dari mana saja ia mau," juga di bawah semboyan "menjaga kebebasan individu." <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">6. Sistem demokrasi membuka pintu perpecahan dan perselisihan, mendukung program-program kolonialisme yang bertujuan memecah-belah dunia Islam ke dalam sukuisme, nasionalisme, negara-negara kecil, fanatisme golongan dan kepartaian. Hal ini bertentangan dengan firman Allah Ta'ala: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Rabbmu, maka bertaqwalah kepada-Ku.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Mukminun: 52) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Juga bertentangan dengan firman Allah Ta'ala: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (dien) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Ali 'Imran: 103) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dan firman-Nya: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu gagal dan hilang kekuatanmu.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Anfal: 46) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">7. Sesungguhnya orang yang bergelut dengan sistem demokrasi harus mengakui institusi-institusi dan prinsip-prinsip kekafiran, seperti piagam PBB, deklarasi Dewan Keamanan, undang-undang kepartaian dan ikatan-ikatan lainnya yang menyelisihi syari'at Islam. Jika ia tidak mau mengakuinya, maka ia dilarang untuk melaksanakan aktivitas kepartaiannya dan dituduh sebagai seorang ekstrim dan teroris, tidak mendukung terciptanya perdamaian dunia dan kehidupan yang aman. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">8. Sistem demokrasi memvakumkan hukum-hukum syar'i seperti jihad, hisbah, amar ma'ruf nahi munkar, hukum terhadap orang yang murtad, pembayaran jizyah, perbudakan dan hukum-hukum lainnya. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">9. Orang-orang murtad dan munafiq dalam naungan sistem demokrasi dikategorikan ke dalam warga negara yang potensial, baik dan mukhlis, padahal dalam tinjauan syar'i mereka tidak seperti itu. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">10. Demokrasi dan pemilu bertumpu kepada suara mayoritas tanpa tolak ukur yang syar'i. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Sedangkan Allah Ta'ala telah berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan jika kamu mentaati kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-An'am: 116) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahui.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-A'raf: 187) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.</i>" (<st1:city st="on">Surat</st1:city> <st1:place st="on">Saba</st1:place>': 13) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">11. Sistem ini membuat kita lengah akan tabiat pergolakan antara jahiliyah dan Islam, antara haq dan batil, karena keberadaan salah satu di antara keduanya mengharuskan lenyapnya yang lain, selamanya tidak mungkin keduanya akan bersatu. Barangsiapa mengira bahwa dengan melalui pemilihan umum fraksi-fraksi jahiliyah akan menyerahkan semua institusi-institusi mereka kepada Islam, ini jelas bertentangan dengan rasio, nash dan sunah (keputusan Allah) yang telah berlaku atas umat-umat terdahulu. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Tiadalah yang mereka nanti melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) atas orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapati perubahan bagi sunnatullah dan sekali-kali tidak (pula) akan mendapati perpindahan bagi sunnatullah itu.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Faathir: 43) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">12. Sistem demokrasi ini akan menyebabkan terkikisnya nilai-nilai aqidah yang benar yang diyakini dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia, akan menyebabkan tersebarnya bid'ah, tidak dipelajari dan disebarkannya aqidah yang benar ini kepada manusia, karena ajaran-ajarannya menyebabkan terjadi perpecahan di kalangan anggota partai, bahkan dapat menyebabkan seseorang keluar dari partai tersebut sehingga dapat mengurangi jumlah perolehan suara dan pemilihnya. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">13. Sistem demokrasi tidak membedakan antara orang yang alim dengan orang yang jahil, antara orang yang mukmin dengan orang kafir, dan antara laki-laki dengan perempuan, karena mereka semuanya memiliki hak suara yang sama, tanpa dilihat kelebihannya dari sisi syar'i. padahal Allah Ta'ala berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Katakanlah! Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Az-Zumar: 9) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dan Allah Ta'ala berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Maka apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasiq? Mereka tidaklah sama.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> As-Sajdah: 18) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dan Allah Ta'ala berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Maka apakah Kami patut menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu berbuat demikian, bagaimanakah kamu mengambil keputusan?</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Qalam: 35-36) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dan Allah Ta'ala berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan anak laki-laki (yang ia nadzarkan itu) tidaklah seperti anak perempuan (yang ia lahirkan).</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Ali Imran: 38) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">14. Sistem ini menyebabkan terjadinya perpecahan di kalangan para aktivis dakwah dan jamaah-jamaah Islamiyah, karena terjun dan berkiprahnya sebagian dari mereka ke dalam sistem ini (mau tidak mau) akan membuat mereka mendukung dan membelanya serta berusaha untuk mengharumkan nama baiknya yang pada gilirannya akan memusuhi siapa yang dimusuhi oleh sistem ini dan mendukung serta membela siapa yang didukung dan dibela oleh sistem ini, maka ujung-ujungnya fatwa pun akan simpang-siur tidak memiliki kepastian antara yang membolehkan dan yang melarang, antara yang memuji dan yang mencela. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">15. Di bawah naungan sistem demokrasi permasalahan wala' dan bara' menjadi tidak jelas dan samar, oleh karenanya ada sebagian orang yang berkecimpung dan menggeluti sistem ini menegaskan bahwa perselisihan mereka dengan partai sosialis, partai baath dan partai-partai sekuler lainnya hanya sebatas perselisihan di bidang program saja bukan perselisihan di bidang manhaj dan tak lain seperti perselisihan yang terjadi antara empat madzhab, dan mereka mengadakan ikatan perjanjian dan konfederasi untuk tidak mengkafirkan satu sama lain dan tidak mengkhianati satu sama lain, oleh karenanya mereka mengatakan adanya perselisihan jangan sampai merusakkan kasih sayang antar sesama!! <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">16. Sistem ini akan mengarah pada tegaknya konfederasi semu dengan partai-partai sekuler, sebagai telah terjadi pada hari ini. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">17. Sangat dominan bagi orang yang berkiprah dalam kancah demokrasi akan rusak niatnya, karena setiap partai berusaha dan berambisi untuk membela partainya serta memanfaatkan semua fasilitas dan sarana yang ada untuk menghimpun dan menggalang massa yang ada di sekitarnya, khususnya sarana yang bernuansa religius seperti ceramah, pemberian nasehat, ta'lim, shadaqah dan lain-lain. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">18. (Terjun ke dalam kancah demokrasi) juga akan mengakibatkan rusaknya nilai-nilai akhlaq yang mulia seperti kejujuran, transparansi (keterusterangan) dan memenuhi janji, dan menjamurnya kedustaan, berpura-pura (basa-basi) dan ingkar janji. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">19. Demikian pula akan melahirkan sifat sombong dan meremehkan orang lain serta bangga dengan pendapatnya masing-masing karena yang menjadi ini permasalahan adalah mempertahankan pendapat. Dan Allah Ta'ala telah berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada di sisi mereka (masing-masing)</i>." (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Mukminun: 53) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">20. Kalau kita mau mencermati dan meneliti dengan seksama, berikrar dan mengakui demokrasi berarti menikam (menghujat) para Rasul dan risalah (misi kerasulan) mereka, karena al-haq (kebenaran) kalau diketahui melalui suara yang terbanyak dari rakyat, maka tidak ada artinya diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab-kitab, apalagi biasanya ajaran yang dibawa oleh para Rasul banyak menyelisihi mayoritas manusia yang menganut aqidah yang sesat dan menyimpang dan memiliki tradisi-tradisi jahiliyah. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">21. Sistem demokrasi membuka pintu keraguan dan syubhat serta menggoncangkan aqidah umat Islam, terlebih lagi kita hidup di masa dimana ulama robbaninya sangat sedikit sedang kebodohan tersebar dimana-mana. Maka lantaran terbatasnya ilmu, banyak orang-orang awam yang jiwanya down dan goncang dalam menghadapi gelombang besar dan arus deras dari berbagai partai, <st1:city st="on"><st1:place st="on">surat</st1:place></st1:city> kabar, dan pemikiran-pemikiran yang destruktif. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">22. Melalui dewan-dewan perwakilan dapat diketahui bahwa sesungguhnya sistem demokrasi berdiri di atas asas tidak mengakui adanya Al-Hakimiyah Lillah (hak pemilikian hukum bagi Allah), maka terjun ke dalam sistem demokrasi kalau bertujuan untuk menegakkan argumen-argumen dari Al-Quran dan Sunnah maka hal ini tidak mungkin diterima oleh anggota dewan karena yang dijadikan hujjah oleh mereka adalah suara mayoritas dan andapun mau tidak mau harus mengakui suara mayoritas tersebut, maka bagaimana anda akan menegakkan hujjah dengan Al-Quran dan Sunnah sedangkan mereka tidak mengakui keduanya. Meskipun anda menguatkan (argumen anda) dengan berbagai dalil-dalil syar'i maka dalam pandangan mereka hal itu tidak lebih dari sekedar pendapat anda saja, bagi mereka dalil-dalil tersebut tidak memiliki nilai sakral sedikitpun karena mereka menginginkan --seperti yang mereka katakan-- untuk membebaskan diri dari hukum ghaib yang tidak bersumber dari suara mayoritas dan pertama kali yang mereka tentang adalah hukum Allah dan Rasul-Nya. Maka pengakuan anda terhadap prinsip thaghut ini --yakni kebijakan hukum di tangan suara mayoritas dan pengakuan anda akan hal itu demi memenuhi tuntutan massamu-- berarti meruntuhkan prinsip "hak pemilikan dan penentuan hukum mutlaq bagi Allah semata." Dan manakala anda menyepakati bahwa suara mayoritas merupakan hujjah yang dapat menyelesaikan perselisihan maka tidak ada gunanya lagi anda membaca Al-Quran dan hadits karena keduanya bukan hujjah yang disepakati di antara kalian. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">23. Kita tanyakan kepada para aktivis dakwah yang tertipu dengan sistem ini: Jika kalian sudah sampai pada tampuk kekuasaan apakah kalian akan menghapuskan demokrasi dan melarang eksisnya partai-partai sekuler? Padahal kalian telah sepakat dengan partai-partai lain sesuai dengan undang-undang kepartaian bahwa pemerintahan akan dilaksanakan secara demokrasi dengan memberi kesempatan kepada seluruh partai untuk berpartisipasi aktif. Jika kalian mengatakan bahwa sistem demokrasi ini akan dihapus dan partai-partai sekuler dilarang untuk eksis berarti kalian berkhianat dan mengingkari perjanjian kalian merkipun perjanjian tersebut (pada hakekatnya) adalah bathil. Sedangkan Allah Ta'ala telah berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan jika kamu mengetahui pengkhianatan dari suatu kaum (golongan), maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Anfal: 58) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "<i>Akan ditancapkan sebuah bendera bagi setiap orang yang ingkar pada hari kiamat kelak</i>." (HR. Bukhary) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Adapun hadits yang menyatakan bahwa perang itu adalah tipu daya, tidak termasuk dalam pembahasan ini. Dan jika kalian mengatakan kami akan menegakkan hukum demokrasi dan mentolerir berdirinya partai-partai berarti ini bukanlah pemerintahan yang Islami. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">24. Sistem demokrasi bertentangan dengan prinsip taghyir (perubahan) dalam Islam yang dimulai dari mencabut segala yang berbau jahiliyah dari akar-akarnya lalu mengishlah (memperbaiki) jiwa-jiwa manusia. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada diri mereka sendiri</i>." (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Ar-Ra'du: 11) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Maka prinsip perbaikan ekonomi, politik dan sosial adalah mengikuti perbaikan jiwa manusia-manusianya, bukan sebaliknya. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">25. Sistem ini bertentangan dengan nash-nash yang qath'i yang mengharamkan menyerupai orang-orang kafir baik dalam akhlaq, <st1:city st="on"><st1:place st="on">gaya</st1:place></st1:city> hidup, tradisi ataupun sistem dan perundang-undangan mereka. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">26. Dan yang sangat membahayakan, sistem demokrasi dan pemilu dapat mengestablishkan (mengukuhkan posisi) orang-orang kafir dan munafiq untuk memegang kendali kekuasaan atas kaum muslimin --dengan cara yang syar'i-- menurut perkiraan sebagian orang-orang yang jahil. Padahal Allah Ta'ala telah berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Janji-Ku (untuk menjadikan keturunan Nabi Ibrahim sebagai pemimpin) ini tidak mengenai orang-orang dzalim</i>." (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Baqarah: 124) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dan Allah Ta'ala berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman</i>." (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> An-Nisaa': 141) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Berapa banyak orang-orang muslim yang awam tertipu dengan sistem seperti ini sehingga mereka mengira bahwa pemilu adalah cara yang syar'i untuk memilih seorang pemimpin!! <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">27. Demokrasi mengaburkan dan meruntuhkan pengertian syura yang benar, karena minimal syura itu berbeda dengan demokrasi dalam tiga prinsip dasar: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">a. Dalam sistem syura, sebagai pembuat dan penentu hukum adalah Allah sebagaimana firman Allah Ta'ala: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Menetapkan hukum itu adalah hak Allah</i>." (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-An'am: 57) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Sedangkan demokrasi tidak seperti itu karena penentu hukum dan kebijaksanaan berada pada selain Allah (yakni di tangan suara mayoritas). <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">b. Syura dalam Islam hanya diterapkan dalam masalah-masalah ijtihadi yang tidak ada nashnya ataupun ijma', sedangkan demokrasi tidaklah demikian. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">c. Syura dalam Islam hanya terbatas dilakukan oleh orang-orang yang termasuk dalam Ahlu'l-Halli wa'l-Aqdi, orang-orang yang berpengalaman dan mempunyai spesifikasi tertentu, sedangkan demokrasi tidak seperti itu sebagaimana telah dijelaskan pada point terdahulu. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">28. Terjun ke dalam kancah demokrasi akan dihadapkan pada perkara-perkara kufur dan menghujat syariat Allah, mengolok-oloknya dan mencemooh orang-orang yang berusaha untuk menegakkannya, karena setiap kali dijelaskan kepada mereka bahwa hukum yang mereka buat bertentangan dengan ajaran Islam, mereka akan mencemooh syariat Islam yang bertentangan dengan undang-undang mereka dan mencemooh orang-orang yang berusaha untuk memperjuangkannya. Maka menutup erat-erat pintu yang menuju ke <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:city> dalam hal ini sangat diperlukan. Allah Ta'ala berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Oleh sebab itu berilah peringatan, karena peringatan itu sangat bermanfaat</i>." (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-A'la: 9) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dan Allah Ta'ala berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan janganlah kamu memaki-maki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-An'am: 108) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">29. Masuk ke dalam kancah demokrasi dapat menyingkap data-data tentang harakah Islamiyah dan sejauh mana peran dan pengaruhnya terhadap rakyat yang pada gilirannya harakah tersebut akan dihabisi dan dimusnahkan sampai ke markasnya. Maka jelas hal ini sangat merugikan dan membahayakan sekali. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">30. Demokrasi akan membuat harakah Islamiyah dikendalikan oleh orang-orang yang tidak kufu' (yang tidak memiliki pengetahunan dan pemahaman tentang Dien yang cukup), karena yang menjadi pemimpin harus sesuai dengan hasil partai dalam sistem kerja maupun pelaksanaan programnya harus sesuai dengan asas pemilu. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">31. Dari hasil kajian dan pemantauan langsung di lapangan telah terbukti gagal dan tidak ada manfaatnya sistem ini, di mana banyak para aktivis dakwah di pelbagai negara seperti Mesir, Aljazair, Tunisia, Yordania, Yaman, dan lain-lain yang telah ikut berperan dalam pentas demokrasi ini, namun hasilnya sama-sama telah diketahui "hanya sekedar mimpi dan fatamorgana" sampai kapan kita masih akan tertipu? <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">32. Orang yang mau memperhatikan dan mencermati akan tahu bahwa sistem demokrasi akan menyimpangkan alur shahwah Islamiyah (kebangkitan Islam) dari garis perjalanannya, melalaikan akan tujuan dasarnya dan juga akan menjurus kepada perubahan total yang mendasar dan menyeluruh, yang hanya bertumpu pada prediksi dan khayalan belaka. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">33. (Diberlakukannya sistem demokrasi) berarti menafikan peran ulama dan menghilangkan kedudukan mereka di mata masyarakat padahal merekalah yang memiliki ilmu dan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, karena mereka sudah tidak lagi ditaati dan dijadikan sebagai pemimpin lantaran kebijaksanaan hukum berada di tangan mayoritas. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">34. Sistem demokrasi memupuskan minat dan semangat untuk mendalami ilmu syar'i dan tafaqquh fi'd-dien dan menyibukkan manusia dalam hal-hal yang tidak bermanfaat. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">35. Sistem demokrasi menyebabkan terhentinya ijtihad, karena tidak ada istilah mujtahid dan muqollid dalam barometer demokrasi, semuanya adalah mujtahid tanpa perlu memiliki perangkat ijtihad atau melihat kepada dalil-dalil syar'i. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">36. Sistem ini dapat menyebabkan hancur dan binasanya harakah Islamiyah, karena sering kali harakah-harakah ini bertikai dan berkonfrontasi dengan orang-orang yang menyelisihi mereka tanpa mempunyai kemampuan dan persiapan untuk menghadapi musuh. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">37. Menurut sebagian aktivis dakwah, tujuan mereka masuk ke dalam sistem ini adalah untuk menegakkan hukum Allah. Padahal mereka tidak akan mewujudkannya kecuali dengan mengakui bahwa rakyat adalah sebagai penentu dan pembuat hukum, ini berarti ia telah menghancurkan tujuan (yang ingin dicapainya) dengan sarana yang dipergunakannya. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">38. Demokrasi adalah sebuah sistem yang menipu rakyat pada hari ini, dengan propagandanya hukum berada di tangan rakyat dan rakyatlah sebagai pemegang keputusan, padahal pada hakekatnya tidaklah demikian. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">39. Demokrasi menyita dan menghabiskan waktu dan tenaga para ulama dan aktivis dakwah, dan membuat mereka lalai dari membina umat dan dari berkonsentrasi untuk mengajarkan dienul Islam kepada manusia. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">40. Dalam sistem demokrasi kekuasaan dibatasi sampai pada masa tertentu, jika masanya telah berakhir maka ia harus turun untuk digantikan dengan yang lainnya., kalau tidak maka akan terjadi pertikaian dan peperangan, padahal bisa jadi sebenarnya dialah yang paling berhak (karena memiliki kemampuan dan kecakapan yang memenuhi persyaratan sebagai seorang pemimpin) namun karena masa jabatannya telah habis ia diganti oleh orang lain yang tidak memiliki kemampuan seperti dirinya. Maka hal ini akan membuka pintu fitnah dan sikap membelot dari penguasa yang sah, padahal telah diketahui bahwa keluar (membelot) dari penguasa itu tidak boleh kecuali jika penguasa tersebut terlihat melakukan kekafiran yang nyata dan pembelotannya dapat mewujudkan kemaslahatan yang berarti serta memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">41. Dewan-dewan perwakilan adalah dewan-dewan thaghut yang tidak dapat dipercaya untuk mengakui bahwa pemilik dan penentu hukum secara mutlaq adalah Allah, maka tidak boleh duduk bersama mereka di bawah payung demokrasi, karena Allah Ta'ala telah berfirman: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al-Quran, bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan dicemoohkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> An-Nisaa': 140) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Dan juga dalam firman-Nya: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Dan apabila kamu melihat orang-orang menghina ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini) maka janganlah kamu duduk lagi bersama orang-orang yang dzalim itu sesuadah teringat (akan larangan itu)</i>." (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-An'am: 68) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">42. Demokrasi pada hakekatnya menikam (menghujat) Allah serta melecehkan hikmah dan syariat-Nya. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><b><span style="font-family:Arial;">Pertama</span></b><span style="font-family:Arial;">, kita katakan sesungguhnya Allah telah mengutus para Rasul dan mewajibkan manusia untuk menaati mereka, mengancam orang yang tidak taat dengan neraka dan kebinasaan, menurunkan kitab-kitab suci sebagai pemutus perkara di antara manusia. Dia menghalalkan dan mengharamkan, mewajibkan, memakruhkan dan mensunnahkan, memuji dan mencela, menghinakan dan memuliakan, mengangkat suatu kaum dan menjatuhkan kaum yang lain tanpa memandang dan melihat kondisi dan keadaan yang menyelisihi ajaran para Rasul. Bahkan ketika para Rasul tersebut datang, mayoritas manusia --kalau kita tidak mengatakan semuanya--- dalam kesesatan dan dalam kungkungan kejahiliyahan yang membabi buta. Maka sekiranya demokrasi dan hak membuat dan memutuskan hukum yang berada di tangan rakyat itu benar, berarti semua perbuatan yang telah dilakukan Allah ini sia-sia belaka. Maha Suci Allah atas semua hal ini. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><b><span style="font-family:Arial;">Kedua</span></b><span style="font-family:Arial;">, kita katakan sekiranya demokrasi itu haq (benar), niscaya diturunkannya kitab-kitab suci dan diutusnya para Rasul merupakan tindakan semena-mena dan dzalim serta berbenturan dengan pendapat dan hak manusia untuk menghukumi mereka dengan hukum mereka sendiri. Maha Suci Allah dari segala bentuk kedzaliman. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><b><span style="font-family:Arial;">Ketiga</span></b><span style="font-family:Arial;">, sekiranya demokrasi itu haq, niscaya hukum tentang jihad dan tumpahnya darah orang-orang kafir yang menentang Islam serta hukum membayar jizyah dan perbudakan adalah tindak kedzaliman bagi mereka dan bertentangan dengan pendapat-pendapat mereka yang destruktif. Sikap seperti ini berarti menghujat syari'at Allah Subhanahu wa Ta'ala. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Sisi lain, sekiranya demokrasi itu haq, niscaya pengusiran iblis dari surga, pembinasaan kaum Nabi Nuh, ditenggelamkannya Fir'aun dan pasukannya serta kebinasaan yang menimpa kaum Nabi Hud, Shalih, Syu'aib, dan Luth, ini semua merupakan tindak kedzaliman atas mereka karena Allah mengadzab mereka lantaran pemikiran-pemikiran dan aqidah mereka yang destruktif. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Sisi lain, sekiranya demokrasi itu haq, niscaya hukuman rajam terhadap orang yang berzina dan hukuman cambuk terhadap orang yang minum arak merupakan tindak kekerasan dan kekejaman, dan mengusik kebebasan individu seperti dikatakan oleh orang-orang dzalim. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">"<i>Alangkah busuknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.</i>" (<st1:city st="on"><st1:place st="on">Surat</st1:place></st1:city> Al-Kahfi: 5) <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Maha Tinggi Allah atas apa-apa yang diucapkan oleh orang-orang yang dzalim. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">43. Di bawah naungan sistem demokrasi berbagai bid'ah dan kesesatan dengan berbagai macam pola tumbuh subur dan orang-orang yang menyerukannya dari berbagai thoriqot dan firqoh seperti Syiah, Rafidlah, Sufiah, Mu'tazilah, Kebatinan, dan lain-lainnya pun bermunculan. Bahkan di bawah naungan sistem ini mereka mendapatkan dukungan dan dorongan dari orang-orang munafik yang berada di dalamnya dan juga dari kekuatan-kekuatan yang terselubung dari pihak luar. Dan Allah tetap memiliki urusan terhadap makhluk-makhluk ciptaan-Nya. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">44. Sebaliknya bertubi-tubi tuduhan dan dakwaan yang ditujukan kepada para aktivis dakwah dengan menjelekkan citra mereka di mata masyarakat umum sehingga mereka dijuluki sebagai pencari kedudukan, harta dan jabatan, dan mereka juga dijuluki sebagai penjilat dan masih banyak lagi julukan-julukan dusta lainnya sebagai akibat diberlakukannya asas bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat serta menghujat harga diri orang lain. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">45. Orang yang berada di dalam sistem ini dipaksa untuk bergabung dalam satu barisan bersama partai-partai murtad dan zindiq dalam mempertahankan prinsip-prinsip jahiliyah seperti deklarasi-deklarasi internasional, kebebasan pers, kebebasan berpikir, kebebasan etnis Arab, <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">46. Sistem ini akan mengakibatkan hancurnya perekonomian dan disia-siakannya harta rakyat, karena anggaran belanja negara akan dialokasikan oleh partai-partai berkuasa demi memenuhi ambisi mereka dengan membangun gedung-gedung dan menjalankan kampanye pemilihan umum sesuai dengan yang mereka rencanakan dan agar partai-partai tersebut dapat mewujudkan pembelian dukungan (penggalangan dan pengumpulan <st1:city st="on"><st1:place st="on">massa</st1:place></st1:city>) dengan iming-iming materi yang menggiurkan. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">47. Sistem ini memadukan antara haq dan bathil, jahiliyah dan Islam, serta antara ilmu dan kebodohan. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">48. Demokrasi mencabik-cabik jati diri umat Islam dan menjatuhkan kewibawaan mereka melalui penghujatan atas syari'at dan tuduhan bahwa syari'at tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zaman, juga melalui pengebirian sejarah dan hukum Islam dan mengilustrasikan bahwa Islam itu diktator tidak seperti demokrasi. Di samping itu demokrasi berarti meleburkan umat Islam secara membabi buta ke dalam satu wadah bersama orang-orang barat dari golongan Yahudi dan Nasrani yang memendam dendam kesumat kepada umat Islam. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">49. Sistem ini akan membuat labilnya keamanan suatu negeri dan terjadinya persaingan antar partai yang tidak berujung pangkal, maka manakala sistem ini diterapkan di suatu negara, niscaya akan tersebar rasa takut, cemas, persaingan antar penganut aqidah, aliran, fanatisme golongan dan keturunan, sikap oportunis dan bentuk-bentuk persaingan tidak sehat lainnya. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">50. Kalaupun ada kemaslahatan yang dapat dipetik dari berkiprah dalam demokrasi dan pemilihan umum, kemaslahatan ini masih bersifat parsial dan masih samar jika dibandingkan dengan sebagian kerusakan besar yang ditimbulkannya apalagi jika dibandingkan dengan keseluruhannya. Dan orang yang mengamati secara obyektif atas sebagian yang telah disebutkan akan menjadi jelas baginya ketimpangan sistem thoghut ini dan jauhnya dari dienullah bahkan sesungguhnya demokrasi adalah aliran dan sistem yang paling berbahaya yang dipraktekkan di dunia saat ini, ia merupakan induk kekafiran, dimana memungkinkan setiap aliran dan agama baik itu Yahudi, Nasrani, Majusi, Budha, Hindu dan Islam untuk hidup di bawah naungannya. Dalam barometer demokrasi semua pendapat mereka dihargai dan didengar, mereka berhak untuk mempraktekkan dan mengamalkan aqidah mereka dengan seluruh sarana dan fasilitas yang ada. Cukuplah hal ini sebagai tanda zindiq dan keluar dari dien Islam, maka bagaimana mungkin setelah ini dikatakan sesungguhnya demokrasi itu sesuai dengan Islam atau Islam itu adalah sistem demokrasi atau demokrasi itu adalah syura sebagaimana dikatakan oleh sejumlah orang yang menggembar-gemborkan sistem ini sebagai sistem Islam. <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">PENUTUP <o:p></o:p></span></p> <p style="text-align: justify;"><span style="font-family:Arial;">Akhirnya kami mengharap dari setiap saudara yang berambisi untuk memperjuangkan Dienullah untuk benar-benar mencermati serta mengkaji kembali kerusakan-kerusakan ini, dan melihat kepadanya secara obyektif jauh dari fanatik individu, badan, atau institusi tertentu karena kebenaran itu lebih berhak untuk diikuti dan hikmah merupakan barang orang mu'min yang hilang dimanapun ia mendapatkannya maka ia berhak atasnya. Kami memohon kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi dengan nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang agung agar menyatukan hati-hati kaum muslimin di atas ketaatan kepada-Nya dan menyatukan barisan mereka di atas Al-Haq dan ittiba' (mengikuti tuntunan dan garis perjuangan yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam). Karena Dialah Yang Maha Kuasa atas hal tersebut. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada penutup para Nabi dan Rasul Nabi kita Muhammad, segenap keluarganya, sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang meniti jejaknya dan mengikuti sunnahnya sampai hari kiamat. <o:p></o:p></span></p> <p><span style="font-family:Arial;">Sumber : <a href="javascript:if(confirm('http://www.muharridh.com/portal%20%20\n\nThis%20file%20was%20not%20retrieved%20by%20Teleport%20Pro,%20because%20it%20is%20addressed%20on%20a%20domain%20or%20path%20outside%20the%20boundaries%20set%20for%20its%20Starting%20Address.%20%20\n\nDo%20you%20want%20to%20open%20it%20from%20the%20s%20">http://www.muharridh.com</a> <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-family:Arial;"><o:p> </o:p></span></p>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-16728014938549573032008-05-11T01:56:00.000-07:002009-03-12T01:11:16.848-07:00Dilarang Mengangkat Orang Kafir Untuk Menempati Posisi Yang Penting...Oleh Syaikh Ayman Adz Dzawahiri hafidzahullahIbnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Imam Ahmaad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abu Musa Al Asy’ari radliyallahu ‘andu. Saya berkata kepada Umar radliyallahu ‘anhu, ‘Saya memiliki seorang penulis beragama Nashrani’, Umar berkata, ‘Celaka! Apakah kamu tidak mendengar firman Allah:<br />“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang Yahudi dan Nashrani penolong, sebab sebagian mereka adalah penolong bagi yang lain.” (Al Ma’idah (5):51)<br /> Kenapa kamu tidak mengambil orang yang lurus agamanya?’ Saya menjawab, ‘Wahai Amirul Mukminin, saya hanya membutuhkan tulisannya dan baginya agamanya’, Umar berkata lagi, ‘Saya tidak akan emnghormati mereka karena Allah telah merendahkan mereka, saya tidak akan emmuliakan mereka karena Allah telah menghinakan mereka, dan saya tidak akaan mendekati mereka karena Allah menjauhi mereka.” (Iqtidha’ Shirathal Mustaqi, Ibnu Taimiyah: 1/50)<br /> Al Qurthubi berkata, “Umar radliyallahu ‘anhu berkata, ‘Janganlah kalian menggunakan ahli kitb dalam urusan kalian, sebab mereka menghalalkan suap menyuap. Mintalah kalian bantuan untuk menyelesaikan urusan dan tanggung jawabmu kepada orang-orang yang takut kepada Allah’, Pernah pula ditanyakan kepada Umar, ‘Sesungguhnya, di sini ada seorang laki-laki Nashrani. Tidak ada seorang pun yang lebih pandai dari dia dalam urusan menulis. Bagaimana jika dia menajdi juru tulis bagi Anda?’, Umar berkata, ‘Saya tidak akan mengambil orang keprcayaan selain orang-orang yang beriman’. Maka, sesorang tidak boleh mempercayakan kepada ahlu adz Dzimmah dan selain mereka sebagai sekretaris dalam perkara jual beli, tidak boleh pula mewakilkan kepadanya.<br /> Saya katakana bahwa kondisi hari ini telah berbalik dengan adanya orang-orang yang menjadikan ahli kitab sebagai sekretaris dan orang kepercayaan. Dengan demikian, kalian mengangkat para pemimpin dan penguasa yang bodoh lagi dungu.” (Tafsir Al Qurthubi: 4/179)<br /> Ibnu Taimiyah rahimhaullah berkata, “Tidak boleh meminta bantuan kepada ahli adz dzimmah untuk sebuah pekerjaan dn tulis menulis karena pasti akan berakibat pada kerusakan atau paling tidak akan mengarah ke sna. Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya dalam sebuah riwayat Abu Thalib, ‘Bagaimana jika (ahli adz dzimmah) bekerja dalam urusan pajak?’ Beliau menjawab, ‘Jangan meminta bantuan kepada mereka dalm urusan apa pun. Siapa yang mengangkat salah seorang dari mereka untuk bekerja di sebuah departemen milik kaum Muslimin maka apakaah dia akan membatalkan perjanjiannya? Jika nmpak bahwa dirinya menganiaya kaum Muslimin atau berusaha mencelakainya maka tidak boleh mempergunakannya. Memilih selain mereka adalah lebih utama dalam setiap keadaan. Sesungguhnya, Abu Bakara Ash Shiddiq radliyallahu ‘anhu telah berjanji untuk tidak mlibatkan seorang pun dari orang-orang murtad ketika mereka telah kembali kepada Islam, karena khawatir akan kerusakan agama.” (Al Fatawa Al Kubra, Al Ikhtiyarat Al Ilmiyyah, Kitabul Jihad: 4/607)<br />Shape Yahoo! in your own image. <a href="http://us.rd.yahoo.com/evt=48517/*http://surveylink.yahoo.com/gmrs/yahoo_panel_invite.asp?a=7" target="_blank" rel="nofollow">Join our Network Research Panel today!</a>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-8557411923002138172008-05-11T01:40:00.000-07:002009-03-12T01:11:16.848-07:00Risalah Syarah Ashlu Dinil Islam...Oleh Al Imam Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah...<div align="justify"><br /> Ucapan (Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahihamullaah) : Ashlu Dinil Islam Wa Qa’idatuhu ada dua:<br /><br /><strong>Pertama:<br /></strong>*) Perintah untuk beribadah kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagiNya<br />*) Penekanan akan hal itu<br />*) Muwaalaah (melakukan loyalitas) di dalamnya<br />*) Dan mengkafirkan orang yang meninggalkan tauhid<br /><br />Saya berkata: Dan dalil-dalil ini di dalam Al Qur’an adalah lebih banyak untuk dihitung seperti firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” (TQS: Al Imran: 64)<br /><br /> Allah subhaanahu wa ta’aala memerintahkan NabiNya agar mengajak ahli kitab kepada makna Laa Ilaaha Illallaah yang di mana beliau mengajak orang-orang Arab dan umat yang lainnya kepada makna kalimat itu. Sedangkan kalimat itu<a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftn1" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftnref1">[1]</a> adalah Laa ilaaha illallaah yang ditafsirkan dengan firmanNya: “Bahwa tidak kita sembah kecuali Allah.”<br /><br /> FirmanNya; “Bahwa tidak kita sembah,” di dalamnya terkandung makna Laa illaaha yaitu penafian ibadah dari selain Allah. Sedangkan firmanNya: “Kecuali Allah,” adalah dikecualikan dalam kalimat ikhlash (tauhid), Allah subhaanahu wa ta’ala memerintahkan NabiNya agar menyeru mereka untuk mengkhususkan ibadah hanya kepada Allah dan menafikannya dari selainNya. Dan ayat-ayat semacam ini banyak sekali.<br /><br /> Dia menjelaskan bahwa ilaahiyyah itu adalah ibadah, sedangkan ibadah itu tidak layak sedikt pun ditujukan kepada selain Allah, sebagaimana firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia.” (TQS: Al Israa: 23)<br /><br />Makna Qodho adalah memerintahkan dan mewasiatkan, dua penafsiran yang maknanya satu.<br />FirmanNya: “Supaya kamu jangan menyembah,” terkandung di dalamnya makna Laa ilaaha, sedangkan firmanNya: “Selain Dia,” terkandung di dalamnya makna Illallaah, dan ini adalah tauhid ibadah yang merupakan dakwah/ajaran semua Rasul di kala mereka mengatakan kepada kaum-kaumnya, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia,” dan di dalam ibadah ini harus menafikkan syirik secara mutlak, berlepas diri darinya dan dari pelakunya, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla entang kekasihNya Ibrahim ‘alaihis salaam:<br /><br />“Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya; ‘sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhanku yang telah menjadikanku.” (TQS: Az Zukhruf: 26-27)<br /><br /> Mesti adanya bara’ah (berlepas diri) dari peribadatan terhadap sesuatu yang disembah selain Allah. Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman tentang Ibrahim ‘alaihis salaam:<br /><br />“Dan aku akan menjauhkan diri dari padamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah,” (TQS: Maryam: 48)<br /><br /> Wajib menjauhi/meninggalkan syirik dan pelakuknya serta berlepas diri (bara’ah) dari keduanya, sebagaimana yang ditegaskan lebih lanjut oleh firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mreka berkata kepada kaum mereka: ‘sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kakfiran)mud an telah nyata antara kamu dan kami permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (TQS: Al Mumtahanah: 4)<br /><br /> Sedangkan orang-orang yang bersama Ibrahim itu adalah para Rasul sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jarir.<br /><br /> Ayat ini menunjukkan atas semua yang telah disebutkan oleh syaikh kami (Muhammad bin abdul wahhab) rahimhullaah, yaitu penekanan akan tauhid, penafian syirik, berlaku loyal kepada ahli tauhid dan mengkafirkan orang yang meninggalkan tauhid ini dengan sebab dia melakukan syirik yang berlawanan dengannya, karena sesungguhnya orang yang melakukan syirik<a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftn2" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftnref2">[2]</a> maka dia itu telah meninggalkan tauhid, sebab keduanya adalah hal yang kontradiksi lagi tidak mungkin bersatu, kapan saja syirik didapatkan maka berarti tauhid hilang,<a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftn3" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftnref3">[3]</a> dan Allah ‘Azza wa Jalla telah befirman tentang status orang yang berbuat syirik:<br /><br />“Dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalanNya. Katakanlah: ‘bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu untuk sementara waktu, sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.’” (TQS: Az Zumar: 8)<br /><br />Allah ‘Azza wa Jalla mengkafirkannya dengan sebab dia mengangkat tandingan, yaitu para sekutu dalam ibadah, dan ayat-ayat semacam ini banyak sekali, sehingga:<br /><br />“Orang itu tidak dikatakan muwahhid kecuali dengan menafikkan syirik, berlepas diri darinya, dan mengkafirkan pelakunya.”<a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftn4" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftnref4">[4]</a><br /><br /> Kemudian beliau rahimahullaah berkata:<br /><br /><strong>Kedua:</strong><br />· Peringatan dari melakukan syirik dalam ibadah kepada Allah<br />· Kecaman yang keras dalam hal itu<br />· Melakukan permusuhan di dalamnya<br />· Dan mengkafirkan orang yang melakukannya<br /><br />Maka bangunan tauhid tidak bisa tegak kecuali dengan ini semua, ini adalah agama para Rasul, mereka memperhatikan kaumnya dari syirik, sebagaimana firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“Sesungguhnya Kami telah mengutus para Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu,” (TQS: An Nahl: 36)<br /><br />Dan firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasannya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan aku,’” (TQS: Al Anbiya: 25)<br /><br />Dan firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al Ahqaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab yang besar.” (TQS: Al Ahqaf: 21)<br /><br /> Perkataan syaikh: “Dalam ibadah kepada Allah” ibadah adalah nama yang mencakup segala ucapan dan perbuatan yang dicintai dan diridlai Allah, baik yang sifatnya bathin atau pun dhahir.<br /> Perkataan syaikh: “Kecaman yang keras dalam hal itu”, ini ada di dalam Al Kitab dan As Sunnah, sebagaimana firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br />“Maka segeralah kembali (mentaati) Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu.” (TQS: Adz Dzariyat: 50-51)<br /><br /> Seandainya tidak ada kecaman yang pedas (akan syirik ini) tentu tidak akan ada penyiksaan dan penindasan dahsyat yang dilakukan orang-orang Quraisy terhadap Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sebagaimana rincian dijelaskan dalam sirah (sejarah). Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memulai mengecam mereka dengan mencaci agama mereka dan menjelek-jelekkan nenek moyang mereka.<br /><br /> Perakataan syaikh: “Melakukan permusuhan di dalamnya”, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“Maka bunuhlah orang-orang musyrikin di mana pun mereka berada, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah mereka di tempat pengintaian,” (TQS: At Taubah: 5)<br /><br /> Dan ayat-ayat yang berkenaan dengan hal ini sangat banyak sekali, seperti firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah,” (TQS: Al Anfal: 39)<br /><br />Fitnah di sini adalah syirik, sedangkan:<br /><br />“Allah ‘Azza wa Jalla memberi cap kafir bagi orang-orang yang menyekutukannya dalam banyak ayat-ayat yang tidak terhitung, maka harus dikafirkan juga mereka itu (oleh kita), ini adalah konsekuensi Laa ilaaha illallaah kalimat ikhlash, sehingga maknanya tidak tegak kecuali dengan mengkafirkan orang yang menjadikan sekutu bagi Allah dalam ibadahnya”<br /><br />Sebagaimana dalam hadits yang shahih:<br /><br />“Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan kafir kepada segala yang dismebah selain Allah, maka dia itu haram darahnya dan hartanya, sedangkan perhitungannnya adalah atas Allah,”<br /><br />Sabdanya: “Dan kafir kepada segala yang disembah selain Allah,” merupakan penguat akan penafian. Maka orang itu tidak ma’shum (terjaga/haram) darah dan hartanya kecuali dengan hal itu, dan seandainya dia itu ragu atau bimbang amak hartanya dan darahnya tidak haram. Hal-hal ini merupakan pangkal tegaknya tauhid, karena Laa ilaaha illallaah diberi batasan/syarat di dalam hadits yang banyak dengan batasan-batasan yang sangat berat, yaitu:<br /><br />*) Ilmu (mengetahui maknanya)<br />*) Ikhlash<br />*) Shidqu (jujur)<br />*) Yakin<br />*) Dan tidak ragu-ragu<br /><br />Sehingga orang tidak dikatakan muwahhid kecuali dengan kumpulnya syarat-syarat ini semua dan disertai dengan:<br /><br />*) Meyakininya<br />*) Menerimanya<br />*) Mencintainya<br />*) Melakukan mu’aadah (permusuhan) di dalamnya dan muwaalaah (loyalitas di dalamnya)<br /><br />Maka dengan terkumpulnya semua yang telah disebutkan oleh syaikh kami (syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab) rahimahullaah, maka tauhid itu baru tercapai.<br /></div><div align="justify"><br />Kemudian beliau rahimahullaah berkata:<br /><br />Orang-orang yang menyalahi dalam hal ini bermacam-macam:<br /><br /><strong>Ø Orang yang paling besar penyimpangannya adalah orang yang menyalahi dalam semua itu<br /></strong><br />Dia menerima syirik dan meyakininya sebagai ajaran (keyakinan), dia mengingkari tauhid dan meyakininya sebagai kebathilan, sebagaimana halnya mayoritas manusia. Dan penyebabnya adalah kejahilan akan kandungan Al Kitab dan As Sunnah tentang ma’rifah tauhid dan apa yang menafikkannya berupa syirik, tandingan, mengikuti hawa nafsu, dan apa yang diwariskan nenek moyang, seperti keadaan orang-orang sebelum mereka dari kalangan musuh-musuh para Rasul, di mana mereka menuduh kaum muwahhidin dengan dusta, bohong, mengada-ada dan perbuatan tercela, dengan hujjah mereka adalah:<br /><br />“(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapatkan nenek moyang kami berbuat demikian” (TQS: Asy Sya’araa: 74)<br /><br />Macam orang ini dan macam orang sesudahnya<a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftn5" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftnref5">[5]</a>, mereka itu telah mengurai makna yang ditujukan oleh kalimah ikhlash, dan tujuan darinya, serta makna yang terkandung di dalamnya yaitu agama yang di mana Allah tidak menerima agama selain itu. Itu adalah Islam yang dengannya Allah mengutus para Nabi dan para Rasul semuanya, serta seluruh dakwah mereka bersatu di atasnya, sebagaimana yang tidak samara lagi dalam kisah-kisah yang Allah ceritakan tentang mereka di dalam KitabNya.<br /></div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />Kemudian beliau (syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab) rahimahullaah berkata:<br /><br /><strong>Ø Di antara manusia ada orang yang beribadah kepada Allah saja, namun dia tidak mengingkari syirik dan tidak memusuhi pelakunya<br /></strong><br />Saya berkata: Sesungguhnya sudah termasuk hal yang maklum bahwa orang yang tidak mengingkari syirik berarti dia itu tidak mengetahui tauhid dan tidak bertauhid. Sedangkan engkau sudah mengetahui bahwa tauhid itu tidak terlaksana/terealisasi kecuali dngan menafikan syirik dan kafir terhadap thaghut yang telah dituturkan dalam ayat yang lalu.<br /></div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />Kemudian syaikh rahimahullaah berkata:<br /><br /><strong>Ø Dan di antara mereka ada yang memusuhi orang-orang musyrik, namun tidak mengkafirkannya</strong><br /><br />Macam orang ini juga tidak merealisasikan makna Laa ilaaha illallaah berupa penafian syirik dan konsekuensinya yaitu mengkafirkan orang yang melakukannya setelah ada penjelasan<a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftn6" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftnref6">[6]</a> secara ijama’, dan ini adalah kandungan surat Al Ikhlash, Al Kafirun, dan firmanNya dalam surat Al Mumtahanah:<br /><br />“Kami ingkari (kekafiran)mu”<br /><br />Sedangkan orang yang tidak mengkafirkan orang yang telah dikafirkan oleh Al Qur’an, maka dia itu telah menyalahi apa yang dibawa oleh para Rasul berupa tauhid dan konsekuensinya.<br /></div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />Kemudian beliau rahimahullaah berkata:<br /><br /><strong>Ø Dan ada di antara mereka ada orang yang tidak mencintai tauhid dan tidak pula membencinya<br /></strong><br />Penjelasannya: Bahwa orang yang tidak mencintai tauhid berrati dia itu tidak bertauhid, karena tauhid adalah agama yang diridlai bagi hamba-hambaNya, sebagaimana firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“dan telah Kuridlai Islam sebagai agama kalian” (TQS: Al Maidah: 3)<br /><br />Seandainya dia itu ridla dengan apa yang diridlai Allah dan mengamalkannya, tentulah dia mencintainya. Dan kecintaan ini harus ada kerena Islam itu tidak (bisa tegak) tanpanya, sehingga tidak ada Islam kecuali dengan mencintai tauhid.<br /><br />Syaikh Ibnu Taimiyyah rahimahullaah berkata: Ikhlash adalah mencitai Allah dan menginginkan wajahNya, maka siapa yang mencintai Allah, pasti dia itu mencintai agamaNya, dan bila tidak mencintainya maka dia tidak cinta kepada Allah. Dengan adanya ,ahabbah (kecintaan) itu kalimat ikhlash ada terbukti, sedangkan hal itu merupakan bagian dari syarat-syarat tauhid. </div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br /><br />Kemudian syaikh rahimahullaah berkata:<br /><br /><strong>Ø Di antara mereka ada orang yang tidak membenci syirik dan tidak mencintainya<br /></strong><br />Saya berkata: Orang yang seperti ini tidak menafikkan apa yang dinafikkan oleh Laa ilaaha illallaah, berupa syirik dan kufur kepada apa yang disembah selain Allah, serta berlepas diri (bara’ah) darinya, maka orang seperti ini sama sekali bukan orang Islam, darah dan hartanya tidak ma’shum (haram) sebagaimana yang ditujukan oleh hadits yang lalu.<br /></div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />Dan perkataan beliau rahimahullaah:<br /><br /><strong>Ø Di antara mereka ada orangnya yang tidak mengetahui syirik dan tidak mengingkarinya, serta tidak menafikkannya<br /></strong><br />Sedangkan orang itu tidak dikatakan muwahhid kecuali:<br /><br />· Menafikkan syirik<br />· Berlepas diri darinya<br />· Berlepas diri dari pelaku syirik<br />· Serta mengkafirkan mereka itu<br /><br />Dan dengan ketidaktahuan akan syirik ini berarti dia tidak merealisasikan sedikit pun dari makna Laa ilaaha illallaah, sedangkan orang yang tidak menegakkan makna dan kandungan kalimat ini maka dia itu sama sekali bukan orang Islam, karena dia tidak mendatangkan (makna) kalimat ini dan kandungannya dari dasar ilmu, yakin, jujur, ikhlash, cinta, qabul, dan inqiyad.<br /><br />Dan orang macam ini sama sekali tidak membawa sedikit pun dari syarat-syarat itu semuanya, dan bila dia itu mengucapkan Laa ilaaha illallaah maka dia itu tidak mengetahui makna dan apa yang dikandung oleh kalimat itu.<br /></div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />Kemudian beliau rahimahullaah berkata:<br /><br /><strong>Ø Di antara mereka ada orang yang tidak mengetahui tauhid dan tidak mengingakarinya<br /></strong><br />Saya katakana: Orang ini sama seperti sebelumnya, mereka sama sekali tidak merealisasikan tauhid yang untuknya mereka diciptakan, yaitu agama yang dengannya Allah mengutus para Rasul.<br /><br />Dan keadaan mereka ini sama dengan keadaan orang-orang yang Allah firmankan:<br /><br />“Bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak)” (TQS: Al Furqan: 44)<br /></div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />Dan perkataan beliau rahimahullaah:<br /><br /><strong>Ø Dan di antara mereka—dan ini yang paling berbahaya—ada orang yang mengamalkan tauhid, namun dia tidak mengetahui kedudukannya, tidak membenci orang yang meninggalkannya dan tidak mengkafirkan mereka itu<br /></strong><br />Ungkapan beliau: “dan ini paling berbahaya” karena dia itu tidak mengetahui kedudukan apa yang dia amalkan, dan dia tidak mendatangkan hal-hal yang membenarkan/meluruskan tauhidnya, berupa syarat-syarat yang berat yang harus terpenuhi, karena engkau telah mengetahui bahwa tauhid itu menuntut penafian syirik, berlepas diri darinya, memusuhi pelakunya, dan mengkafirkan mereka itu dengan tegaknya hujjah atas mereka.<a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftn7" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftnref7">[7]</a><br /><br />Orang macam ini terkadang terpedaya dengan keadaannya, padahal dia itu tidak merealisasikan syarat-syarat dan konsekuensi kalimah ikhlash tersebut nafyan wa itsabaatan.<br /></div><div align="justify"> </div><div align="justify"><br />Dan begitu juga perkataan beliau rahimahullaah:<br /><br /><strong>Ø Di antara mereka ada yang meninggalkan syirik dan membencinya, namun dia tidak mengetahui kedudukannya<br /></strong><br />Ini lebih dekat daripada sebelumnya, namun dia tidak mengetahui kedudukan syirik, karena sesungguhnya dia seandainya mengetahui kedudukannya tentu dia melakukan apa yang ditujukan oleh ayat-ayat yang muhkamat, seperti ungkapan Al Khalil (Ibrahim):<br /><br />“Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhanku yang telah menjadikanku,” (TQS: Az Zukhruf: 26-27)<br /><br />Dan perkataanya:<br /><br />“Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingakri (kekafiran)mu, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya,” (TQS: Al Mumtahanah: 4)<br /><br /> Maka orang yang telah mengetahui syirik dan meninggalkannya, dia itu harus mengambil sikap komitmen dalam walaa’ dan baraa’ dari yang menyembah dan dari yang disembah, membenci syirik, membenci pelakunya, dan memusuhinya.<br /><br /> Dan dua macam orang ini adalah mayoritas pada keadaan orang yang mengaku Islam, sehingga karena kejahilan mereka akan hakikat syirik ini maka muncullah dari mereka hal-hal yang menghalangi terealisasinya makna kalimah ikhlash (tauhid) dan tuntutannya sesuai dengan kadar wajibnya yang dengannya seseorang bisa dikatakan muwahhid.<br /><br /> Sungguh banyak sekali orang-orang yang terpedaya lagi jahil akan hakikat agama ini. Dan bila engkau telah mengetahui bahwa Allah ‘Azza wa Jalla telah mengkafirkan pelaku-pelaku syirik dan memvonis mereka dengan kekafiran di dalam banyak ayat yang muhkamat, seperti firmanNya ‘Azza wa Jalla:<br /><br />“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir,” (TQS: At Taubah: 17)<br /><br /> Dan begitu juga di dalam As Sunnah, maka syaikhul Islam rahimahullaah berkata:<br /><br />Ahlu Tauhid dan sunnah mereka itu membenarkan para Rasul dalam apa yang mereka kabarkan, mentaatinya dalam apa yang dengannya mereka diperintahkan, menjaga apa yang mereka katakana dan memahaminya serta mengamalkannya, mereka menafikkan darinya tahrif yang dilakukan oleh orangorang yang ghuluw, intihal yang dilakukan oleh mubthiluun, dan ta’wil yang dilakukan oleh orang-orang jahil, serta mereka memerangi orang-orang yang menentang mereka dalam rangka taqarrub kepada Allah dan untuk mendapatkan pahala dariNya bukan dari mereka.<br /><br />Sedangkan orang-orang jahil dan yang berlebih-lebihan, mereka itu tidak membedakan antara apa yang diperintahkan dengan apa yang dilarang darinya, tidak membedakan antara apa yang benar bersumber dari mereka dari apa yang dusta atas nama mereka, mereka tidak memahami hakikat maksud mereka itu, dan mereka tidak berusaha untuk mentaatinya, bahkan mereka itu jahil akan apa yang dibawa oleh para Rasul dan justru mengagung-agungkan tujuan-tujuan mereka.<br /><br /> Saya berkata: Apa yang dituturkan oleh syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah itu sama seperti keadaan dua macam orang tadi.<br /><br /> Masih ada masalah ungkapan yang pernah dilontarkan oleh syaikul Islam Ibnu Taimiyyah, yaitu beliau pernah tidak melakukan takfir mu’ayyan secara langsung, karena suatu sebab yang beliau rahimahullaah sebutkan mengharuskan beliau untuk tawaqquf dari mengkafirkannya sebelum penegakkan hujjah atasnya.<br /><br />Beliau (Syaikh Ibnu Taimiyyah) rahimahullaah berkata:<br /><br />Kita mengetahui dengan pasti bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mensyari’atkan bagi seorang pun untuk menyeru orang yang sudah meninggal dunia, baik itu para Nabi, orang-orang shalih atau yang lainnya, sebagimana beliau tidak pernah mensyari’atkan kepada umatnya untuk sujud terhadap orang yang sudah mati atau sujud menghadapnya dan yang lainnya. Bahkan kita secara pasti mengetahui bahwa beliau telah melarang syirik yang telah diharamkan oleh Allah dan rasulNya, namun karena meratanya kajahilan<a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftn8" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftnref8">[8]</a> dan jarangnya pengetahuan akan peinggalan risalah pada banyak orang-orang muta’akhkhirin, maka tidak mungkin mengkafirkannya dengan hal itu sehingga dijelaskan apa yang dibawa oleh Rasulullah dari apa yang menyalahinya.<br /><br /> Saya berkata: Beliau rahimahullaah menyebutkan sebab alasan yang memaksa beliau untuk tidak mengkafirkan secara ta’yin secara khusus kecuali setelah ada penjelasan dan terus ngotot, (penyebab beliau tawaqquf itu) adalah karena beliau itu telah menjad ummatan wahidatan (satu umat dalam satu sosok orang), dan karena di antara para ulama’ ada orang yang mengkafirkannya karena beliau melarang mereka dari berbuat syirik, sehingga beliau tidak mungkin memperlakukan mereka kecuali dengan apa yang telah beliau lontarkan itu, sebagaimana yang telah pernah dialami oleh syaikh kami syaikh Muhammad ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullaah di awal-awal dakwahnya, sesungguhnya beliau bila mendengar orang-orang menyeru Zaid ibnu Al Khaththab, beliau (syaikh) berkata: “Allah itu lebih baik dari Zaid”, ini untuk membiasakan mereka dalam menafikan syirik dengan kata-kata yang lembut, untuk tujuan dakwah dan supaya tidak membuat orang lari. Allah ‘Azza wa Jalla lebih Mengetahui.</div><div align="justify"> </div><div align="justify">---------------------------------------------------------------------------------------------------------------<br /><a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftnref1" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftn1">[1]</a> Maksudnya kalimat yang ada di dalam ayat tadi. Pent.<br /><a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftnref2" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftn2">[2]</a> Apa pun alasannya tanpa kecuali orang jahil, muqallid, muta’awwil, atau mujtahid. Pent.<br /><a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftnref3" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftn3">[3]</a> Tidak ada perbedaan antara dia itu jahil atau tahu, Syaikh Abdul Aziz ibnu Baz berkata setelah mejelaskan status orang yang menyeru dan istighatsah dengan orang yang sudah mati padahal mereka itu jahil, beliau rahimahullaah menjelaskan bahwa dia itu musyrik kafir dan setelah itu beliau berkata: ‘Dan tidak usah dihiraukan akan status mereka itu orang-orang jahil, bahkan wajib diperlakukan layaknya orang-orang kafir hingga taubat kepada Allah dari hal itu”. (Tuhfatul Ikhwan no:6). Pent.<br /><a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftnref4" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftn4">[4]</a> Al Imam Al Barbahariy berkata dalam Syarhus Sunnahnya:<br />”Doa tidak dikeluarkan seorang pun dari Ahlul Kiblah dari Islam sehingga ia menolak satu ayat dari Kitabullah, atau menolak sebagaian dari atsar-atsar Rasulullah, atau shalat kepada selain Allah, atau menyembelih untuk selain Allah, dan bila mereka melakukan satu dari hal itu maka telah wajib atas kamu untuk mengeluarkannya dari lingkungan Islam”<br />Lihatlah seorang arab badui yang selama ini bersama kaumnya mengucapkan dua kalimah syahadah, namun perbuatan mereka itu bertentangan dengan tauhid, terus ada muthawai (ustadz kalau di kita) yang tetap menamakan mereka sebagai orang Islam. Dia (orang badui) itu setelah mengetahui dakwah syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab dan konsekuensinya dia langsung mempraktekannya, Syaikh Muhammad menuturkan tentang dia dalam Syarah Sittati Mawadli Minas Sirah di akhir sekali:<br />”Sungguh indah sekali apa yang diucapkan oleh orang arab badui tatkala dia telah tiba kepada kami dan mendengar sedikit tentang Islam (maksudnya yang diajarkan oleh Syaikh yang berbeda dengan yang mereka pegang selama ini, pent), dia langsung berkata: ’saya bersaksi bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang kafir—yaitu dia dan seluruh orang-orang badui—dan saya bersaksi bahwa muthawwi’ yang menamakan kami umat Islam, sesungguhnya dia kafir juga!’”. Pent.<br /><a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftnref5" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftn5">[5]</a> Maksudnya macam-macam orang yang akan disebutkan. Pent.<br /><a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftnref6" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftn6">[6]</a> Ini untuk takfir, Karena takfir terjadi setelah ada risalah dan dakwah, dan orang yang berada di suatu masa dan negeri yang di mana dakwah tauhid tidak ada dan kebodohan merajalela terus mereka itu melakukan kemusyrikan, maka mereka itu tidak dikafirkan terlebih dahulu sebelum diingatkan, ada pun nama musyrik maka itu sudah menempel pada mereka, karena status musyrik itu tidak ada hubungannya dengan risalah atau bulughul hujjah, berbeda dengan status kafir. Ada kalau orang melakukan syirik pada saat dakwah tauhid tegak, dunia terbuka, informasi mudah, dan kemungkinan mencari ada, maka orang yang menyekutukan Allah ’azza wa jalla itu divonis musyrik kafir murtad sekalipun dia jahil, karena dia berpaling dan tidak mau belajar. Silahkan lihat Al Mutammimah Li Kalaami Dakwah fi Mas’alatil Jahli Fisy Syirkil Akbar, Ali Al Khudlar dan Hukmi Takfiril Mu’ayyan wal Frqu Baina Qiyamil Hujjah wa Fahmil Hujjah, Imam Ishaq Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab. Pent.<br /><a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftnref7" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftn7">[7]</a> Syaikh Ishaq Ibnu Abdirrahman Ibni Hasan Ibni Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullaah berkata: “Dan hujjah itu sudah tegak atas manusia dengan Rasul dan Al Qur’an.” (Hukmu Takfiril Mu’ayyan dan Aqidatul Muwahhidin: 150). Dan beliau berkata lagi: ”Dan perhatikanlah ungkapan syaikh (Muhammad ibnu Abdil Wahhab) rahimahullah bahwa setiap orang yang telah sampai Al Qur’an kepadanya maka hujjah itu sudah tegak atasnya meskipun dia tidak paham akan hal itu.” (156). Pent.<br /><a title="" href="http://us.f329.mail.yahoo.com/ym/Compose?YY=54420&y5beta=yes&y5beta=yes&DelDraft=1#_ftnref8" target="_blank" rel="nofollow" name="_ftn8">[8]</a> Yang beliau tawaqquf itu adalah vonis kafir, karena zaman itu beliau hukumi dengan zaman fathrah, beliau berkata dalam Al fatawaa: “Bila ilmu melemah, dan kemampuan (untuk mencarinya) juga melemah, maka masa itu menjadi masa fatrah”. Dan para Imam dakwah Najdiyyah telah ijma’ bahwa masa munculnya Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab adalah zaman fatrah, dan bahwa zaman munculnya syaikh Ibnu Taimiyyah adalah zaman fatrah dan meratanya kejahilan. Lihat Al Haqaa-iq Ali Al Khudlar: 15, sehingga tidak dikafirkan terlebih dahulu sehingga diberi penjelasan, namun ini berbeda dengan musyrik, nama ini menempel dengan langsugn saat orang menyekutukan Allah tanpa ada hubungannya dengan hujjah risaliyyah, Syaikhul Islam berkata: ”Nama musyrik adalah telah tetap sebelum ada risalah, karena orang ini menyekutukan Tuhannya dan menetapkan tandingan bagiNya.” Al Fatawa: 20/38. Pent.</div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-3391087300325957102007-11-10T00:17:00.000-08:002009-03-12T01:11:16.849-07:00Status Pegawai Negeri Pemerintahan Thaghut...oleh Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdurrahman<div align="justify">Pada masalah ini, ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya merupakan kekufuran, dan ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya dosa besar, dan ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya tidak masuk ke dalam dua kategori ini. Kita akan merincinya dan menyebutkan contoh-contohnya</div><div align="justify"><br /><strong>I. Pekerjaan yang bersifat kekafiran</strong> </div><div align="justify"><br />Di antara pekerjaan atau dinas yang merupakan kekufuran adalah dinas yang mengandung salah salah satu di antara hal-hal berikut ini:</div><div align="justify"><br /><strong>1. Dinas yang mengandung pembuatan hukum</strong></div><strong></strong><div align="justify"><strong><br /></strong>Orang yang membuat hukum atau dia bagian dari lembaga yang membuat hukum, maka pekerjaannya dan orang-orang yang tergabung di dalamnya adalah orang-orang kafir. Seperti orang-orang yang ada di lembaga legislatif dari kalangan anggota-anggota parlemen, karena di antara tugas parlemen itu adalah membuat hukum, maka pekerjaan ini adalah merupakan pekerjaan kekufuran dan orangnya adalah orang kafir. Adapun dalilnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:<br />“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu.” (An Nisa: 60)<br />Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyebutkan bahwa orang yang membuat hukum yang dirujuk selain Allah disebut thaghut, orang yang merujuk kepada selain hukum Allah disebutkan dalam ayat itu bahwa imannya bohong dan hanya klaim, dan yang dirujuk tersebut, yaitu si pembuat hukum ini yang Allah katakan sebagai thaghut, sedangkan kita tahu bahwa thaghut itu lebih kafir daripada orang kafir.<br />Dan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat yang lain:<br />“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali mereka hanya menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (At Taubah: 31)<br />Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashrani dengan lima vonis:<br />1. Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib<br />2. Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib<br />3. Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah<br />4. Mereka telah musyrik<br />5. Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi arbab.<br />Imam At Tirmidzi meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam di hadapan ‘Adiy ibnu Hatim (seorang hahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adiy ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adiy mengatakan: “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”, Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka atau apa bentuk penyekutuan atau penuhanan yang telah kami lakukan sehingga kami disebut telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka?. Maka Rasul mengatakan: “Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”. Lalu ‘Adiy menjawab: “Ya”, Rasul berkata lagi: Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib).<br />Jadi bentuk peribadatan di sini adalah ketika alim ulama itu membuat hukum di samping hukum Allah, kemudian hukum tersebut diikuti dan ditaati oleh para pengikutnya, maka si alim ulama atau pendeta tersebut Allah Subhanahu Wa Ta'ala cap mereka sebagai Arbab atau sebagai orang yang memposisikan dirinya sebagai tuhan selain Allah, sedangkan orang yang memposisikan dirinya sebagi pembuat hukum atau sebagai tuhan selain Allah, maka dia itu adalah orang kafir. Maka berarti pekerjaan ini adalah pekerjaan kekafiran.<br />Dan dalil yang lain adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:<br />“Apakan mereka memiliki sekutu-sekutu yang menetapkan bagi mereka dari dien (hukum/ajaran) ini apa yang tidak Allah izinkan”. (Asy Syura: 21)<br />Dalam ayat ini Allah mencap para pembuat hukum selain Allah sebagai syuraka (sekutu-sekutu) yang diangkat oleh para pendukungnya sebagai sekutu Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sedangkan orang yang memposisikan dirinya sebagai sekutu bagi Allah adalah orang kafir.<br />Ini adalah pekerjaan pertama yang merupakan kekafiran; yaitu orang yang pekerjaannya adalah membuat hukum atau menggulirkan atau menggodok undang-undang, seperti para anggota dewan perwakilan dan yang serupa dengannya atau apapun namanya.</div><div align="justify"><br /><strong>2. Pekerjaan yang tugasnya bersifat pemutusan dengan selain hukum Allah</strong></div><strong></strong><div align="justify"><strong><br /></strong>Orang yang bekerja dimana pekerjaannya adalah memvonis dan menuntut dengan selain hukum Allah, seperti para jaksa dan hakim. Mereka menuntut dan memutuskan di persidangan, si jaksa yang memuntut dan si hakim yang memutuskan, sedangkan kedua-duanya adalah memutuskan dengan selain hukum Allah.<br />Pekerjaan semacam ini, pemutusan dengan selain hukum Allah ini merupakan pekerjaan kekafiran dan orangnya telah Allah cap secara tegas dan jelas sebagai orang kafir, dzalim, dan fasiq dalam satu surat:<br />“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (Al Maidah: 44)<br />“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”. (Al Maidah: 45)<br />“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik”. (Al Maidah: 47)<br />Sedangkan kita mengetahui bahwa para hakim dan para jaksa ketika memutuskan atau ketika menuntut mereka memutuskan dan menuntutnya dengan selain hukum Allah, yaitu dengan hukum jahiliyyah (hukum thaghut), maka pekerjaannya adalah pekerjaan kekafiran.</div><div align="justify"><br /><strong>3. Pekerjaan yang bersifat nushrah (pembelaan/perlindungan) bagi sistem thaghut ini</strong></div><strong></strong><div align="justify"><strong><br /></strong>Ini adalah sebagaimana yang sudah dijabarkan dalan materi Anshar Thaghut, seperti; tentara, polisi, atau badan-badan intelejen. Maka dzat dari pekerjaan ini adalah kekafiran karena mereka nushrah terhadap thaghutnya dan terhadap sistemnya itu sendiri, maka berarti ini pekerjaan kekafiran dan orangnya adalah sebagai orang kafir, sebagaimana yang Allah katakan dalam firman-Nya:<br />“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan (wali-wali) syaitan itu” (An Nisa: 76)<br />Allah Subhanahu Wa Ta'ala mencap mereka sebagai orang kafir karena mereka berperang di jalan thaghut. Dan dalam surat yang lain Allah mengatakan:<br />“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab: “Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu; dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu”. dan Allah bersaksi bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta”. (Al Hasyr: 11)<br />Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala menetapkan ukhuwah kufriyyah antara orang munafiq dengan orang-orang Yahudi, padahal kita tahu bahwa orang munafiq dihukumi secara dunia sebagai orang muslim, akan tetapi ketika dia menampakkan kekafiran dengan cara membantu orang-orang Yahudi, maka dia vonis kafir.<br />Orang munafiq dalam ayat ini dihukumi kafir karena berjanji akan membantu orang Yahudi dalam memerangi Rasulullah, padahal janji mereka di hadapan orang Yahudi itu bohong, akan tetapi Allah memvonis mereka sebagai orang kafir karena menjanjikan akan melakukan kekafiran, yaitu membela orang Yahudi dalam memerangi Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Begitu juga orang yang berjanji untuk melakukan kekafiran tapi janjinya bohong, maka tetap dia itu sebagai orang kafir.<br />Ini adalah dalil, bahwa membantu orang kafir di atas kekafiran adalah merupakan kekafiran dan orangnya adalah orang kafir. Oleh karena itu dinas yang bersifat pembelaan dan perlindungan bagi sistem thaghut merupakan dinas kekafiran dan pekerjannya itu adalah pekerjaan yang membuat kafir pelakunya. </div><div align="justify"><br /><strong>4. Setiap pekerjaan yang bersifat tawalliy kepada hukum thaghut</strong></div><strong></strong><div align="justify"><strong><br /></strong>Orang yang dzat pekerjaannya tawalliy (loyalitas) kepada sistem thaghut, dia melaksanakan hukum-hukum thaghut secara langsung, seperti aparat thaghut yang bekerja di departemen kehakiman, dinas mereka langsung tawalliy kepada hukum thaghut. Dinas seperti ini adalah dinas kekafiran.<br />Dan dinas yang seperti ini juga adalah kejaksaan. Atau orang bekerja di sekretariat gedung DPR/MPR, dimana dia yang mengatur program-program atau berbagai acara rapat atau sidang mejelis thaghut ini. Dia tawalliy penuh kepada sistem ini karena kegiatan-kegiatan angota DPR/MPR tidak akan terlaksana tanpa ada pengaturan dari mereka. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:<br />“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah: “Kami akan mematuhi kamu dalam sebagian urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka”. (Muhammad: 25-26).<br />Orang yang mengatakan kepada orang kafir atau thaghut “kami akan mentaati kalian dalam sebagian urusan kekafiran” telah Allah vonis kafir, sedangkan orang-orang yang tawalliy tadi, mereka mengikuti sepenuhnya kekafiran ini, mengikuti thaghut sepenuhnya dalam melaksanakan hukum-hukum kekafiran (hukum thaghut).</div><div align="justify"><br /><strong>5. Orang yang bersumpah untuk loyal kepada thaghut (sistem/hukum/undang-undang)</strong></div><strong></strong><div align="justify"><br />Setiap orang yang bersumpah untuk loyal kepada undang-undang, apapun dinasnya, walaupun dia kerja di dinas pendidikan umpamnya, atau dinas pertanian, atau dinas perhutanan, akan tetapi jika dia bersumpah untuk loyal kepada undang-undang atau kepada sistem thaghut, maka apapun bentuk pekerjaannya jika dia melakukan sumpah, maka dia kafir dengan sebab sumpahnya, bukan dengan sebab pekerjaannya.<br />Ini berbeda dengan dengan jenis pekerjaan yang sebelumnya, dimana yang menyebabkan kekafiran adalah dzat pekerjaannya, seperti anggota MPR/DPR, baik dia disumpah ataupun tidak maka dia tetap kafir, juga hakim, jaksa, tentara, polisi, baik mereka ada sumpah ataupun tidak, mereka tetap orang kafir.<br />Sedangkan di sini, orang menjadi kafir bukan dengan sebab dari sisi pekerjaannya, tapi dari sisi sumpahnya, apapun bentuk dinasnya jika selama ada sumpah untuk loyal kepada hukum thaghut maka dia kafir. Jika saja Allah memvonis murtad orang yang menyatakan akan taat, setia dan akan mengikuti hanya dalam sebagian kekafiran, maka apa gerangan dengan orang yang menyatakan dalam sumpahnya; kami akan setia dan taat sepenuhnya kepada Undang Undang Dasar atau Pancasila atau kepada Negara Kafir Republik Indonesia...??? ini lebih kafir daripada orang yang Allah vonis murtad dalam surat Muhammad tadi. Jika saja mengikuti sebagiannya saja Allah vonis murtad, maka apa gerangan dengan orang yang mengatakan akan setia dan mengikuti sepenuhnya…?!!<br />Ini adalah di antara pekerjaan-pekerjaan atau dinas-dinas yang Allah vonis kafir pelakunya, dan pekerjaan ini merupakan pekerjaan kekafiran di dinas thaghut tadi.</div><div align="justify"><br /><strong>II. Pekerjaan yang bersifat keharaman</strong></div><strong></strong><div align="justify"><strong><br /></strong>Jika pekerjaan selainnya yang tidak ada kelima unsur tadi; tidak ada pembuatan hukum, tidak ada pemutusan dengan selain hukum Allah, tidak ada pembelaan atau tidak ada tawalliy, tidak ada janji setia kepada hukum thaghut, maka dinas-dinas yang tidak ada kelima unsur tadi harus dilihat apakah dinas tersebut dinas kedzaliman yang merupakan keharaman ataukah bukan (dinas yang mubah).<br />Apabila dinas tersebut adalah dinas keharaman lalu tidak ada lima hal tadi, seperti di perpajakan atau bea cukai atau keimigrasian yang merupakan kedzaliman, atau di bank-bank riba, maka ini adalah pekerjaan-pekerjaan yang haram. Ini bukan pekerjaan kekafiran kecuali kalau ada sumpah.<br />Orang yang bekerja sebagai PNS di bea cukai, dzat pekerjaannya adalah haram karena kedzaliman, dan jika ada sumpah maka dia kafir dari sisi sumpahnya, jika tidak ada sumpah, maka pekerjaannya itu adalah pekerjaannya saja yang haram.</div><div align="justify"><br /><strong>III. Pekerjaan yang mubah</strong></div><div align="justify"><strong><br /></strong>Seandainya tidak ada kelima hal tadi, terus pekerjaannya juga bukan pekerjaan yang haram, maka itu adalah pekerjaan yang mubah (yang boleh-boleh saja) seperti di kesehatan, di pertanian, di kelautan, atau dimas-dinas yang bukan merupakan kekufuran dan bukan merupakan keharaman,<br />Para ulama mengatakan bahwa jika dinas tersebut milik thaghut maka minimal hukumnya makruh, tidak dikatakan mubah karena minimal dia dekat dengan thaghut. Hukumnya makruh tapi dengan syarat dia tetap menampakkan keyakinannya. Dalil dalam hal itu adalah hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dalam Shahih-nya pada Kibal Ijarah bab “Apakah seorang boleh mengupahkan dirinya bekerja pada orang musyrik di negeri harbiy”: Dari Khabab radliyallahu 'anhu, berkata: “Saya adalah pandai besi, kemudian saya bekerja untuk Al ‘Ash Ibnu Wail, sehingga terkumpul hak upah saya di sisinya, kemudian saya mendatanginya untuk meminta upah itu darinya”, maka ia (Al ‘Ash ibnu Wail) berkata: “Tidak, demi Allah. Saya tidak akan membayar upahmu sampai kamu kafir kepada Muhammad !”, maka saya berkata: “Demi Allah, tidak akan saya lakukan sampai kamu mati kemudian dibangkitkan sekalipun”, ia berkata: “Apa saya akan mati kemudian dibangkitkan ?”, saya berkata: “Ya !”, dan ia berkata: “Ya, berarti di sana saya akan memiliki harta dan anak, kamudian saya akan membayar upahmu”.<br />Di sini Khabab menampakkan keyakinannya. Jadi dalam dinas-dinas seperti kesehatan dan yang lainnya yang sifatnya mubah-mubah saja dengan syarat tetap menampakkan keyakinan di tengah mereka, karena jika tidak menampakkan maka ia berdosa karena dia meninggalkan hal yang wajib yaitu idzharuddin karena mencari pekerjaan yang bersifat dunia ini. Akan tetapi jika seandainya dinas-dinas yang mubah ini di dalamnya ada sumpahnya, maka dia kafir karena sebab sumpahnya bukan karena dzat pekerjaannya.<br />Dan yang harus dikertahui juga adalah jika dia bekerja di dinas-dinas yang mubah tadi lalu dia sebelumnya bersumpah, maka dia kafir karena sumpahnya, karena secara hukum thaghut ketika diangkat menjadi PNS maka dia diambil sumpahnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku di dinas kepegawaian yaitu bahwa semua PNS di Indonesia ini harus bersumpah ikrar setia(lihat endnootes)</div><div align="justify">Secara hukum, PNS ini disumpah, akan tetapi antara disumpah atau tidak itu urusan dia dengan dengan Allah, jika kita tidak tahu apakah dia itu mengikrarkan sumpah atau tidak, maka dia tidak bisa dikafirkan karena dzat pekerjaannya bukan pekerjaan kekufuran, kecuali bila kita mendengar saksi dari dua orang laki-laki muslim yang adil atau pengakuan dari dia langsung, maka kita nasihati agar dia berlepas diri dari sumpahnya. Ini berbeda dengan tentara atau polisi atau aparat lainnya dimana kita bisa langsung mengkafirkan mereka, juga seperti anggota MPR/DPR karena dzat pekerjaannya merupakan kekafiran, kita tidak bisa menghukuminya sebagai orang muslim sampai dia keluar dari pekerjannya dan melepaskan segala atribut pekerjaannya.<br />Jika orang bekerja di dinas-dinas keharaman atau yang mubah tadi, lalu dia pernah bersumpah dan setelah kita nasihati, lalu dia menyatakan keberlepasan diri daripada sumpahnya, dia bertaubat daripada sumpah kekufurannya, dia ikrarkan dua kalimah syahadat, maka dia dihukumi sebagai orang muslim walaupun dia tidak keluar daripada kedinasannya, karena kekafirannya disebabkan oleh sumpahnya, bukan karena dinasnya.<br />Jadi, di sini dibedakan antara kekafiran yang disebabkan oleh dzat pekerjaannya dengan kekafiran yang diakibatkan oleh oleh sumpah untuk setia dan loyal kepada thaghut.<br />Dalam realita masyarakat banyak terdapat PNS, tapi kita tidak mengetahui secara individu dari mereka apakah si fulan ini sumpah ataukah tidak, maka kita tidak bisa mengkafirkannya meskipun pada hakikat sebenarnya dia itu telah bersumpah, karena yang mengetahui dia mengaikrarkan sumpah atau tidak hanya Allah sedangkan kita tidak tahu. Kita melihat dzat pekerjaannya bukan kekufuran, maka dia tidak boleh dikafirkan, karena kita menghukumi secara dhahir sedangkan urusan bathin maka itu urusan Allah.<br />Kemudian, bagi orang yang telah bekerja di dinas kekafiran akan tetapi dia sudah pensiun atau sudah berhenti dari pekerjaannya, baik berhentinya karena dipecat atau karena mengundurkan diri atau karena selesai masa jabatannya, maka bagi orang-orang semacam ini; jika selama dia menampakkan keislaman, lalu tidak muncul dari sikap atau dari ucapan dia hal-hal yang menunjukan bahwa dia itu masih menginginkan perbuatannya itu atau masih membanggakannya atau membolehkannya atau menganjurkan agar orang masuk ke dalamnya, maka orang seperti itu kita hukumi secara dunia dia itu muslim, sedangkan masalah bathinnya itu urusan dia dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.<br />Ini adalah ketika menyikapi orang-orang semacam itu, karena ketika kita mengkafirkan orang-orang yang bekerja di dinas-dinas kekafiran adalah karena pekerjaannya, jika dia sudah berhenti dan meninggalkan pekerjaannya apapun faktor yang membuat dia berhenti, maka apabila tidak muncul dari ucapannya atau perbuatannya hal-hal yang menunjukan bahwa dia masih menginginkannya atau membanggakannya dan dia menampakkan keislaman maka dia dihukumi muslim kembali secara hokum dunia, adapaun masalah bathinnya maka perhitungannya itu di sisi Allah. Ini sebagaimana dalam hadits dari Imam Muslim yang diriwayatkan dari Abu Malik Al Asyja’iy: “Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan dia kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya atas Allah ta’ala”, karena kadar minimal adalah meninggalkannya.<br />Ini adalah materi tentang status pekerjaan-pekerjaan yang ada di dinas-dinas pemerintahan thaghut ini. Yang mana di antaranya ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya merupakan kekufuran, dan ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya dosa besar, dan ada pekerjaan yang sifatnya tidak masuk ke dalam dua kategori ini atau pekerjaan ini bersifat mubah.<br />Dan terakhir, ketika para shahabat memperlakukan keluarga atau anak isteri anshar tahghut, seperti kelompok Musailamah Al Kadzdzab adalah sebagai orang kafir. Mungkin ada pertanyaan kenapa kita sekarang tidak memperlakukan anak isteri anshar thaghut ini sebagai orang kafir...? Ini karena bahwa anak isteri anshar thaghut bisa dikatakan kafir bila dalam kontek muwajahah (konfrontasi) antara kelompok Islam dengan kelompok kafir, itu juga dengan dua syarat: pertama, kaum muslimin memiliki kekuatan dan mendominasi penuh terhadap orang kafir tersebut. Kedua: ada kemungkinan untuk bergabung kepada kelompok Islam tersebut.<br />Dikarenakan pada waktu itu kekuatan kaum muslimin sangat mendominasi, maka jika seandainya mereka (keluarga anshar thaghut) mau membelot lalu bergabung dengan kaum muslimin mereka bisa, dan ketika mereka tidak melakukannya dimana waktu itu dalam kontek sedang muwajahah, maka mereka dihukumi kafir murtad. Sebagaimana Rasulullah sebelumnya saat Futuh Mekkah, maka orang yang ada di kota Mekkah semuanya diperlakukan sebagai orang kafir. Saat itu kekuatan kaum muslimin berada di atas kekuatan orang kafir, dan orang yang mengaku muslim yang ada ditengah mereka bisa bergabung dengan kaum muslimin jika mau. Dan ketika tidak bergabung maka dihukumi kafir oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.<br />Berbeda halnya jika dua syarat ini atau salah satu dari syarat ini tidak terpenuhi seperti saat sekarang ini dimana kaum muslimin tidak memiliki kekuatan dan tidak memiliki dominasi, maka dari itu kita tidak mengkafirkan anak isteri anshar tahghut, dan ini seperti isteri Fir’aun, dimana Allah mengatakan tentangnya dalam surat At Tahrim bahwa isteri Fir'aun adalah seorang mukmin. Kenapa mukmin dan tidak dihukumi seperti isteri Musailamah umpamnya, karena kaum muslimin pada saat itu Nabi Musa tidak memiliki dar (wilayah) dan tidak mendominasi kekuatannya dan juga tidak bisa membelot atau bergabung dengan kaum Nabi Musa.<br />Jadi jika dua syarat ini tidak terpenuhi, maka kita memperlakukan orang yang menampakkan keislaman di tengah orang-orang kafir sebagai orang muslim. Orang muslim dimana saja adalah orang muslim, baik itu di darul harbiy ataupun di darul Islam.Alhmadilillahirabbil’alamin… </div><div align="justify"><br /><strong>Endnootes:</strong></div><div align="justify">Seperti yang ada pada Sumpah Pegawai Negeri Sipil RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1975 pasal 6 yang berbunyi:<br />“Demi Allah, Saya Bersumpah:<br />Bahwa saya untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah;<br />Bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;<br />Bahwa saya akan senantiasa menjungjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;<br />Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu menurut sifatnya atau menurut perintah saya haruus merahasiakan;<br />Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara.”</div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-44967987393338032262007-10-19T22:15:00.001-07:002009-03-12T01:11:16.849-07:00Takfir Mu'ayyan Dalam Syirik Akbar Dan Masalah Dhahirah....Oleh Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdurrahman<div align="justify">Dalil-dalil atas takfir mu’ayyan adalah sangat banyak lagi tak terhitung, kita menyebutkan darinya apa yang sesuai dengan kesempatan:</div><div align="justify"><br /><strong>I. Al Kitab</strong> </div><div align="justify"><br /><strong>Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:<br /></strong>“Dan dia menjadikan bagi Allah tandingan-tandingan supaya dia menyesatkan dari jalan-Nya. Katakanlah: Nikmatilah kekafiranmu sebentar sesungguhnya kamu tergolong penghuni neraka.” (Q.S. Az Zumar [39]: 8)</div><div align="justify"><br /><strong>Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:<br /></strong>“Dan mereka menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah supaya mereka menyesatkan dari jalan-Nya. Katakanlah: Nikmatilah (kekafiran kalian) karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah neraka.” (Q.S. Ibrahim [14]: 30)</div><div align="justify"><br /><strong>Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br /></strong>“Katakanlah: wahai orang-orang kafir.” (Q.S. Al Kafirun [109]: 1)<br />Dalam ayat-ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan kita agar mengkafirkan pelaku syirik.</div><div align="justify"><br /><strong>Sebagian para imam dakwah Tauhid</strong> berkata: “Sesungguhnya Al Qur’an telah mengkafirkan para pelaku syirik dan memerintahkan untuk mengkafirkan mereka, memusuhi mereka dan memeranginya.” [Ad Durar As Saniyyah: 9/291]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah</strong> berkata: “Dan orang yang tidak mengkafirkan orang yang telah dikafirkan oleh Al Qur’an maka sesungguhnya dia itu telah menyelisihi apa yang dibawa oleh para rasul, berupa tauhid dan konsekuensinya.” [Syarh Ashli Dienul Islam, Majmu’ah At Tauhid: 30]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullah Ibnu Abdirrahman Aba Buthain rahimahullah</strong> berkata: “Kami katakan dalam masalah takfir mu’ayyan, dhahir ayat-ayat dan hadist-hadist serta perkataan jumhur ulama menunjukan atas kafirnya orang yang menyekutukan Allah, dia beribadah kepada yang lain disamping ibadahnya kepada Allah, dan dalil-dalil itu tidak membedakan antara mu’ayyan dengan yang lainnya.</div><div align="justify"> </div><div align="justify"><strong>Dia Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:<br /></strong>“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa Syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dihendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa yang besar.” (Q.S. An Nisa [4]: 48)</div><div align="justify"><br /><strong>Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala :<br /></strong>“...maka bunuhlah orang-orang musyrk itu dimana saja kamu jumpai mereka” (QS. At Taubah [9]: 5) Sedangkan ini mencakup setiap individu dari kaum musyrikin [Ad Durar As Saniyyah: 10/402]</div><div align="justify"><br /><strong>II. As Sunnah </strong></div><div align="justify"><br /><strong>Bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam</strong> telah bermaksud memerangi Banu Mushthaliq tatkala dikatakan bahwa mereka menolak membayar zakat, hingga akhirnya Allah mendustakan si pembawa berita. [Ad Durar As Saniyyah: 10/67] </div><div align="justify"><br /><strong>Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam</strong> bersabda: “Siapa yang merubah diennya maka bunuhlah.” </div><div align="justify">Syaikh Aba Buthain rahimahullah berkata seraya menjelaskan hadist ini: “Dan ini mencakup mu’ayyan dan yang lainnya.” [Ad Durar As Saniyyah: 10/403]</div><div align="justify"><br />Di dalam hadist shahih bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam mengutus seseorang sambil membawa panji kepada laki-laki yang menikahi ibu tirinya, agar ia membunuhnya dan mengambil hartanya. [Ad Durar As Saniyyah: 10/67]</div><div align="justify"><br /><strong>III. IJMA</strong></div><div align="justify"><br />Para sahabat ijma atas kafirnya Musailamah dan para pengikutnya. </div><div align="justify"><strong>Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> berkata: “Di antara ada orang-orang yang mendustakan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan mereka kembali kepada peribadatan terhadap berhala, serta mereka mengatakan “Seandainya dia (Rasulullah) adalah nabi tentu tidak mati”. Dan di antara mereka ada yang tetap di atas dua kalimah syahadat namun dia mengakui kenabian Musailamah dengan dugaan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menyertakannya dalam kenabian, karena Musailamah mengangkat saksi-saksi palsu yang bersaksi akan kenabian dia (Musailamah) terus dibenarkan oleh banyak orang, namun demikian para ulama ijma bahwa mereka itu murtaddin meskipun mereka jahil akan hal itu, dan siapa yang meragukan kemurtaddan mereka maka dia kafir. [Syarh Sittati Mawadli Minas Sirah: 23 dalam Majmu’ah At Tauhid]</div><div align="justify"><br /><strong>Para shahabat ijma </strong>untuk membunuh jama’ah masjid Kuffah, juga atas kekafiran dan kemurtaddan mereka tatkala mereka menyatakan ungkapan akan pengakuan kenabian Musailamah, namun para sahabat berselisih pendapat apakah diterima taubat mereka tatkala mereka taubat atau tidak. Dan masalah ini ada dalam shahih Al Bukhari dan Syarh-nya dalam Al Kifalah. [Ad Durar As Saniyyah: 10/68]</div><div align="justify"><br /><strong>Para sahabat ijma</strong> atas kafirnya orang yang mengkultuskan Ali, mereka adalah Ghulatur Rafidlah. [Ad Durar As Saniyyah: 10/68]</div><div align="justify"><br /><strong>Ijma para ulama akan kafirnya para penguasa dan kroni-kroni Bani Ubaid</strong>. </div><div align="justify"><strong>Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> berkata: “Seandainya kita menuturkan orang-orang yang mengaku Islam yang telah dikafirkan oleh para ulama dan mereka fatwakan kemurtaddan dan keharusan membunuhnya tentulah pembahasannya panjang, namun di antara kisah yang paling akhir adalah kisah Bani Ubaid para penguasa Mesir dan jajarannya sedangkan mereka itu mengaku tergolong Ahlul Bait, mereka shalat Jum’at dan jama’ah, serta telah mengangkat para qadli dan mufti. Dan para ulama ijma atas kekafiran mereka, meskipun mereka (rakyatnya) dipaksa dan benci kepada mereka (para penguasa).” [Tarikh Nejd: 346]</div><div align="justify"><br /><strong>Imam Ishaq Ibnu Rahwiyah rahimahullah</strong> berkata: “Para ulama ijma bahwa orang yang menolak sesuatu yang telah Allah turunkan mereka itu kafir meskipun mengakui semua apa yang Allah turunkan.” [At Tamhid: 4/226]<br />Ungkapan beliau ini ditafsirkan oleh Syaikh Abdullah Ibnu Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab di dalam kitabnya Al Mukaffirat Al Waqi’ah: 19, beliau berkata: “Dan makna ucapan Ishaq adalah seseorang menolak sesuatu yang telah Allah turunkan dalam Kitab-Nya atau lewat lisan para Rasul-Nya berupa faraidl (hal-hal yang fardlu), yang wajib, yang sunnah atau yang mustahab setelah mengetahui bahwa Allah menurunkannya dalam Kitab-Nya atau melarangnya, kemudian dia menolaknya setelah itu, maka dia kafir murtad meskipun dia mengakui seluruh apa yang telah Allah turunkan berupa syariat kecuali apa yang ditolak dan dia ingkari karena bertentangan dengan keinginannya dan adatnya atau adat daerahnya. Dan ini adalah makna perkataan para ulama: “siapa yang mengingkari hukum furu’ yang sudah di ijmakan maka dia kafir meskipun tergolong orang yang paling ahli ibadah dan paling zuhud.”</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah Ibnu Muhammad</strong> ditanya tentang orang yang tidak mengkafirkan para pelaku Syirik, beliau berkata: “Bila dia masih ragu akan kekafiran mereka atau tidak tahu akan kekafiran mereka, maka dijelaskan kepadanya dalil-dalil dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shalallahu alaihi wasallam yang menunjukan kekafiran mereka. Kemudian bila ragu setelah itu atau bimbang, maka sesungguhnya dia adalah kafir dengan ijma kaum muslimin bahwa orang yang ragu akan kekafiran orang kafir adalah kafir.” [Kitab Autsaqu’ural Iman dalam Majmu’ah At Tauhid: 96] </div><div align="justify"><br />Sudah dijelaskan kepada kalian dalil-dalil dari Al Qur’an, As Sunnah serta ijma akan kekafiran negara ini dan para penguasanya, namun kalian masih mengatakan ini adalah Negara Islam dan mereka penguasa muslim, maka kalian adalah orang–orang kafir. (tamb)</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullah Ibnu Abdirrahman Aba Buthain rahimahullah</strong> berkata: “Masalah yang ditunjukan oleh Al Kitab, As Sunnah dan ijma ulama adalah bahwa dosa seperti syirik dengan cara beribadah kepada yang lain bersama Allah adalah kekafiran. Siapa orangnya melakukan sesuatu dari macam ini dan jenisnya, maka orang ini tidak diragukan lagi kakafirannya dan tidak apa-apa bila engkau mengetahui benar bahwa perbuatan ini muncul dari seseorang, engkau mengatakan si fulan telah kafir dengan perbuatan ini. Dan ini dibuktikan bahwa para fuqaha dalam bab hukum orang murtad menyebutkan banyak hal yang bisa membuat seorang muslim menjadi murtad lagi kafir, dan mereka memulai bab ini dengan ucapan mereka: Siapa yang menyekutukan Allah maka dia telah kafir dan hukumnya dia itu disuruh bertaubat, bila dia taubat, dan bila tidak maka dibunuh, sedang istitabah (menyuruh taubat) itu hanyalah terjadi pada orang mu’ayyan.” [Ad Durar As Saniyyah: 10/416-417]</div><div align="justify"><br />Dan berkata juga: “Dan perkataan ulama tentang takfir mu’ayyan adalah banyak sekali, sedangkan macam Syirik yang terbesar ini adalah ibadah kepada selain Allah, dan itu adalah kekafiran dengan ijma kaum muslimin, dan tidak ada larangan dari mengkafirkan orang yang memiliki sifat itu, karena orang yang berzina dikatakan si fulan berzina, dan orang yang memakan riba dikatakan si fulan pemakan riba, wallahu A’lam.” [Ad Durar As Saniyyah: 10/417]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> berkata setelah menukil perkataan Ibnu Taimiyyah: “Perhatikanlah ucapan orang yang menisbatkan kepadanya bahwa beliau tidak mengkafirkan orang mu’ayyan bila orang itu terang-terangan menghina dien para nabi dan bergabung dengan para pelaku syirik dan dia mengklaim bahwa mereka itu ada di atas kebenaran, memerintahkan agar bergabung dengan mereka dan dia mengingkari orang yang tidak mencela Tauhid dan tidak masuk bergabung bersama kaum musyrikin karena dia masih mengaku Islam.<br />Lihat bagaimana beliau (Ibnu Taimiyyah) mengkafirkan orang mu’ayyan meskipun dia ahli ibadah dengan sebab menghalalkan ganja, meskipun dia mengklaim kehalalan bagi orang-orang khusus yang bisa membantu mereka mengalahkan orang-orang kafir, dan beliau berdalil dengan ijma para sahabat atas pengkafiran Qudamah dan sahabatnya bila mereka tidak taubat, sedangkan ucapan beliau ini tentang orang mu’ayyan dan perkataan para sahabat juga tentang orang mu’ayyan, maka apa gerangan dengan masalah kita ini yang mana penghalalan ganja ini tidak sebanding dengan satu bagian darinya. [Mufid Al Mustafid: 81, Aqidatul Muwahhidin]</div><div align="justify"><br /><strong>Abu ‘Abdillah Abdurrahan Ibnu ‘Abdil Hamid rahimahullah</strong> berkata: “Sesungguh-nya tawwaqquf dari takfir mu’ayyan secara muthlaq dan hanya mengatakan bahwa jenis (nau’) orang yang melakukan hal ini adalah kafir, tapi orang mu’ayyan bila melakukannya maka kita tidak bisa mengkafirkannya, pernyataan ini tidak lain adalah sia-sia yang tidak ada maknanya, dan pengguguran akan hukum-hukum syariat, serta ibadah yang menyelisihi petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan ijma para sahabat, tabi’in dan ulama umat ini.” [Al Jawa Al Mufid: 384]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah</strong> Berkata dalam Syarh Ashli Dienul Islam tentang salah satu orang yang menyalahi Tauhid: “Macam orang ini tidak mendatangkan makna yang ditunjukan oleh Laa ilaaha illallaah berupa penafian syirik dan apa yang dituntutnya berupa orang yang melakukannya setelah ada bayan secara ijma.” Kemudian beliau berkata: “Dan orang yang tidak mengkafirkan orang yang telah dikafirkan oleh Al Qur’an maka dia telah menyelisihi apa yang dibawa oleh para rasul, berupa Tauhid dan apa yang dituntutnya.” [Syarh Ashli Dienul Islam, Majmu’ah At Tauhid]</div><div align="justify"><br /><strong>IV. Pernyataan-Pernyataan Para Imam </strong></div><div align="justify"><br /><strong>Al Imam Al Barbahari rahimahullah</strong> berkata: “Dan seorang dari ahli kiblat tidak boleh dikeluarkan dari Islam sampai dia menolak satu ayat dari Kitabullah, atau sesuatu dari atsar-atsar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam atau menyembelih untuk selain Allah atau shalat untuk selain Allah. Dan bila dia melakukan sesuatu dari hal itu maka telah wajib atas dirimu untuk mengeluarkan dia dari Islam. Dan bila tidak melakukan sesuatu dari hal itu maka dia muslim mukmin secara nama bukan secara hakikat”. [Syarhus Sunnah: poin 49]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullah Aba Buthain rahimahullah</strong> berkata tentang orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya kalian mengkafirkan kaum muslimin’ (padahal orang itu beribadah kepada selain Allah): “Sesungguhnya orang yang berbicara ini tidak mengetahui Islam dan Tauhid, dan yang nampak adalah tidak sahnya keIslaman orang yang berbicara ini, karena dia tidak mengingkari hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang musyrik pada masa sekarang dan tidak menganggapnya sesuatu (yang mesti diingkari). Sungguh dia itu bukan muslim.” [Majmu’ah Ar Rasail Juz I bagian 3 hal 655 dan Ad Durar As Saniyyah: 10/416]</div><div align="justify"><br />Oleh sebab itu apa faidahnya mempelajari bab murtad, pembatal-pembatal keIslaman serta konsekuensi-konsekuensi yang mesti diberlakukan terhadap orang yang jatuh ke dalam pembatalan-pembatalan ini bila mereka tidak menerapkannya kepada seorangpun dalam kekafiran yang nampak…? Sungguh ini adalah kesesatan yang buta dan kejahilan yang amat besar. </div><div align="justify">Kami tidaklah mengada-ada, tetapi pernyataan <strong>Al Imam Asy Syaikh Muhammad Ibnu Ibrahim Alu Asy Syaikh</strong> tentang orang yang tidak mau mengkafirkan mu’ayyan: “Dan saya kira mereka itu tidak mengkafirkan kecuali orang yang langsung dengan nash Al Qur’an dinyatakan kekafirannya, seperti Fir’aun , sedangkan nash-nash (yang ada) tidak menta’yin setiap orang. Dia itu belajar bab hukum orang murtad namun tidak dia terapkan kepada seorangpun. Ini adalah kesesatan yang buta dan kejahilan yang paling besar”. [Aqidatul Muwahhidin, nukilan dari Majmu Al Fatawa: 1/84]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullah Ibnu Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> berkata dalam Al Mukaffirat Al Waqi’ah: 47: “Dan amatilah perkataan Ibnu Taimiyyah tentang orang-orang yang mana inti perkataan mereka adalah syirik akbar dan kekafiran yang tidak mungkin Allah ampuni kecuali dengan taubat darinya, dan bahwa itu memestikan terjadinya kemurtadaan dari dien ini dan kekafiran terhadap Rabbul ‘Alamin. Bagaimana beliau tegas-tegasan mengkafirkan dan memvonis murtad dari dien orang yang melakukan hal ini bila telah tegak hujjah dari Al Kitab dan As Sunnah kemudian dia tetap bersikeras di atas perlakuan itu. Ini adalah hal yang tidak mungkin ditentang oleh orang yang mengetahui dienul Islam.”</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah</strong> berkata: “Dan Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah mencap kafir para pelaku syirik dalam ayat-ayat yang sangat banyak, maka (kalau begitu) haruslah (kita) mengkafirkan mereka juga. Ini adalah tuntutan Laa ilaaha illallaah yang merupakan kalimat ikhlas, sehingga maknanya tidak tegak kecuali dengan mengkafirkan orang yang menjadikan sekutu bagi Allah dalam ibadah kepada-Nya, sebagaimana dalam hadist: “Siapa yang mengucapka Laa ilaaha illallaah dan dia kufur kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedangkan perhitungannya atas Allah Ta’ala.”<br />Sabdanya: “…dan dia kufur kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah…” Adalah penguat bagi penafian (Laa ilaaha), sehingga orang tidak terjaga darah dan hartanya kecuali dengan hal itu, kemudian bila dia ragu atau bimbang maka darah dan hartanya tidak terjaga. Hal-hal ini adalah termasuk kesempurnaan Tauhid. [Syarh Ashli Dienul Islam, Majmu’ah At Tauhid: 29]<br />Mengkafirkan pelaku syirik adalah termasuk tuntutan Laa ilaaha illallaah, apakah ini khusus bagi ulama saja…? Atau atas setiap insan yang ingin selamat…?<br />Dan beliau berkata juga: “Ini berdasarkan apa yang telah engkau ketahui bahwa Tauhid itu menuntut penafian syirik, berlepas diri darinya, memusuhi para pelakunya, dan mengkafirkan mereka saat hujjah telah tegak atas mereka.” [Majmu’ah At Tauhid: 31 risalah yang sama]</div><div align="justify"><br /><strong>Dua putra Syaikh Muhammad yaitu Syaikh Husen dan Syaikh Abdullah</strong> berkata: “Orang yang mengatakan saya tidak memusuhi para pelaku syirik atau dia memusuhi mereka namun tidak mengkafirkannya, atau orang yang mengatakan saya tidak mengomentari negatif orang yang sudah mengucapkan Laa ilaaha illallaah meskipun mereka melakukan kemusyrikan dan kekafiran dan memusuhi dien Allah, atau orang yang mengatakan saya tidak akan mengganggu kubah-kubah (kuburan yang dikeramatkan), maka orang ini adalah bukan orang muslim, justeru dia tergolong orang-orang yang Allah firmankan tentang mereka:<br />“Dan mereka mengatakan: ‘kami beriman kepada sebagian dan kami kafir kepada sebagain’, dan mereka menginginkan menjadikan jalan (tengah) di antara itu. Merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya.” (Q.S. An Nisa [4]: 150-151)</div><div align="justify"><br /><strong>Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br /></strong>“Engkau tidak akan mendapatkan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir saling berkasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya…”(Q.S. Al Mujadilah [58]: 22)</div><div align="justify"><br /><strong>Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br /></strong>“Hai orang-orang yang beriman jangan kalian jadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai auliya yang mana kalian menjalin kasih sayang terhadap mereka…” (Q.S. Al Mumtahanah [60]: 1) [Ad Durar As Saniyyah: 10/139-140]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah Ibnu Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> berkata tentang orang yang mengatakan: ‘Bahwa peribadatan kepada kubah (kuburan) dan memohon kepada mayit bersama Allah adalah bukan Syirik dan bahwa para pelakunya bukan kaum musyrikin’: “Maka nampaklah status dia dan kekafiran dan pembangkangannya.” [Ad Durar As Saniyyah: 8/127-128 dan lihat Hukmu Muwalati Ahlil Isyrak dalam Majmu’ah At Tauhid: 128]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah</strong> berkata: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas ahli Tauhid untuk menjauhi mereka (para pelaku syirik), mengkafirkan mereka dan berlepas diri dari mereka… Kemudian beliau berdalil dengan ayat:<br />“Dan saya tinggalkan kalian dan apa yang kalian seru selain Allah…” (Q.S. Maryam [19]: 48)<br />Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br />“Maka tatkala dia meninggalkan mereka dan apa yang mereka ibadati selain Allah…” (Q.S. Maryam [19]: 49)<br />Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br />“Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian ibadati selain Allah…” (Q.S. Al Mumtahanah [60]: 4)<br />Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br />“Dan (ingatlah) tatkala kalian tinggalkan mereka dan apa yang mereka ibadati selain Allah…” (Q.S. Al Kahfi [18]: 16)<br />Kemudian beliau berkata: “Tidak tegak bagi ahli Tauhid, Tauhid mereka kecuali dengan meninggalkan para pelaku syirik, memusuhi mereka dan mengkafirkan mereka.” [Ad Durar As Saniyyah: 11/434]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdurrahman</strong> juga berkata: “Seandainya (si hamba) mengetahui makna Laa ilaaha illallaah tentu dia mengetahui bahwa orang ragu atau bimbang tentang kekafiran orang yang menyekutukan yang lain bersama Allah sesungguhnya dia itu tidak kafir kepada thaghut”.<br />Apakah kufur kepada thaghut hak ulama saja…? Atau wajib atas setiap orang termasuk kalian, bahkan bukan sekedar wajib tapi Tauhid…?</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhammad Ibnu Abdullathif rahimahullah</strong> berkata setelah mengkafirkan orang yang beribadah kepada selain Allah: “Dan siapa yang meragukan kekafirannya setelah tegak hujjah atasnya maka dia kafir.” [Ad Durar As Saniyyah: 10/439-440]</div><div align="justify"><br /><strong>Al Imam Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> berkata: “Dan makna kufur kepada thaghut adalah engkau berlepas diri dari setiap yang dikultuskan selain Allah, baik berupa jin, manusia, atau yang lainnya dan bersaksi atas kekafiran dan kesesatannya serta engkau membencinya meskipun itu adalah ayahmu atau saudaramu. Dan adapun orang yang mengatakan: ‘Saya tidak beribadah kecuali kepada Allah namun saya tidak akan mengomentari para Syaikh (yang dikultuskan) dan kubah-kubah yang ada di atas kuburan dan yang serupa dengan hal itu’, maka orang ini dusta dalam pengucapan Laa ilaaha illallaah, dia tidak beriman kepada Allah dan tidak kufur kepada thaghut.” [Ad Durar As Saniyyah: 2/121]<br />Dan beliau berkata juga: “Dan engkau wahai orang yang telah Allah beri karunia dengan Islam dan mengetahui bahwa tidak ada ilah (yang haq) kecuali Allah, jangan kamu kira bahwa engkau bila telah mengucapkan (“Ini memang adalah Al Haq dan saya meninggalkan selainnya, namun saya tidak akan mengomentari para pelaku Syirik dan tidak akan mengatakan sesuatupun tentang mereka…”) Jangan kamu kira bahwa hal itu membuat kamu mendapat predikat Islam dengannya, justeru wajib membenci mereka, membenci orang yang mencintai mereka, mencela mereka dan memusuhinya sebagaimana yang dikatakan oleh Ibrahim dan rasul-rasul yang lain:<br />“Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian ibadati selain Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian, serta tampak antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja…” (Q.S. Al Mumtahanah [60]: 4)</div><div align="justify"><br /><strong>Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br /></strong>“Siapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang pada Al urwah Al wutsqa.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 256)<br />Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br />“Dan sungguh kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul (mereka menyerukan): ‘Beribadahlah kepada Allah dan jauhi thaghut’…” (Q.S. An Nahl [16]: 36)<br />Seandainya seseorang mengatakan: “Saya mengikuti Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan beliau itu di atas Al Haq, tapi saya tidak akan komentari negatif latta dan ‘uzza serta saya tidak akan komentari Abu Jahl dan yang serupa dengannya tidak ada urusan saya dengan mereka.” Tentu tidak sah keIslamannya. [Ad Durar As Saniyyah: 2/109]</div><div align="justify"><br /><strong>Al ‘Allamah Sulaiman Ibnu ‘Abdillah Alu Syaikh rahimahullah</strong> berkata: “Bila dia mengatakan (“Saya katakan selain mereka adalah kafir dan saya tidak mengatakan mereka itu orang-orang kafir…”), Maka ini adalah vonis dari dia akan keIslaman mereka (para pelaku syirik), karena tidak ada perantara antara kufur dan Islam, bila mereka bukan kafir berarti mereka muslimun, dan saatnya siapa yang menamakan kufur sebagai Islam atau menamakan orang-orang kafir sebagai orang-orang muslim, maka dia kafir, jadi dia adalah orang kafir. [Autsaqu ‘ural Iman, Majmu At Tauhid: … ]</div><div align="justify"><br /><strong>Dua putra Syaikh Muhammad, yaitu Syaikh Husen dan Syaikh Abdullah</strong> ditanya: “Apa pendapat anda orang yang masuk dien ini (Tauhid) dan ia mencintainya, namun dia tidak memusuhi para pelaku Syirik atau dia memusuhi mereka namun tidak mengkafirkannya atau dia mengatakan: Saya muslim namun (tidak bisa) mengkafirkan orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah meskipun mereka tidak mengetahui maknanya…? Dan orang yang masuk dien ini namun dia mengatakan: Saya tidak akan mengganggu kubah-kubah itu dan saya tahu bahwa itu tidak bisa mendatangkan manfaat dan mudlarat tapi saya tidak akan mengganggunya…?<br />Mereka menjawab: “Sesungguhnya orang itu tidak menjadi muslim kecuali bila dia mengetahui Tauhid, menyakininya, mengamalkan tuntutannya, membenarkan Rasulullah dalam apa yang beliau kabarkan, dan mentaatinya dalam apa yang beliau larang, beriman kepadanya dan kepada apa yang beliau bawa. Siapa orangnya yang mengatakan saya tidak memusuhi para pelaku Syirik atau dia memusuhinya namun tidak mengkafirkannya, atau mengatakan saya tidak akan mengomentari negatif orang-orang yang sudah mengucapkan Laa ilaaha illallaah meskipun mereka itu melakukan kekafiran dan kemusyrikan serta memusuhi dien Allah, atau orang yang mengatakan saya tidak akan mengomentari kubah-kubah itu, maka orang seperti ini bukan muslim, namun dia tergolong orang-orang yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala firmankan:<br />“Dan mereka mengatakan: ‘kami beriman kepada sebagian dan kami kafir kepada sebagian.’ dan mereka menginginkan menjadikan jalan (tengah) di antara itu. Mereka itulah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya, dan Kami siapkan adzab yang menghinakan bagi orang-orang kafir.” (Q.S. An Nisa [4]: 150-151)<br />Dan Allah SWT telah mewajibkan memusuhi orang-orang pelaku syirik, meninggalkan mereka dan mengkafirkannya….” [Ad Durar As Saniyyah: 10/139]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> berkata dalam menukil perkataan Ibnu Taimiyyah: (Ibadah kepada selain Allah adalah lebih kafir daripada meminta tolong kepada selain Allah. Bila orang menyembelih untuk selain Allah dalam rangka taqarrub kepadanya, tentulah haram meskipun membaca bismillah di dalamnya sebagaimana yang dilakukan oleh segolongan dari kaum munafiqin umat ini, dan meskipun mereka itu murtaddin yang sembelihannya sama sekali tidak halal, namun pada sembelihannya terkumpul dua larangan. Dan inilah yang biasa dilakukan di kota Mekkah dan yang lainnya, berupa sembelihan buat jin (tumbal) –selesai perkataan Syaikh–)</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhammad</strong> berkata: “Dan dialah yang mana musuh-musuh dien ini menisbatkan kepada beliau bahwa beliau tidak mengkafirkan mu’ayyan. Coba lihatlah semoga Allah memberimu petunjuk pengkafiran beliau terhadap orang yang menyembelih untuk selain Allah dari kalangan umat ini, serta penegasan beliau bahwa orang munafiq menjadi murtad. Ini adalah pada orang mu’ayyan karena tidak terbayang sembelihan menjadi haram kecuali sembelihan mu’ayyan.” [Al Mufid Al Mustafid: 52]<br />Kemudian berkata seraya mengomentari perkataan Ibnu Taimiyyah: “Maka lihatlah –semoga Allah merahmatimu– kepada sang imam ini yang mana orang yang Allah sesatkan hatinya menisbatkan kepada beliau tidak mengkafirkan mu’ayyan. Bagaimana beliau menyebutkan tentang orang seperti Al Fakhru Ar Razi yang mana dia adalah tergolong tokoh besar kalangan Syafi’iyyah, dan seperti Abu Mi’syar yang mana dia adalah tergolong penulis besar yang masyhur dan yang lainnya, bahwa mereka itu murtad dari Islam. Al Fakhru ini adalah yang Syaikh sebutkan dalam Ar Raddu ‘Alal Mutakallimin tatkala beliau menyebutkan kitab tulisannya yang beliau sebutkan disini, beliau berkata: (‘Dan ini adalah riddah sharihah (kemurtaddan yang jelas) dengan kesepakatan kaum muslimin’)” [Mufid Al Mustafid: 54]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhammad</strong> berkata juga setelah menuturkan perkataan Ibnu Taimiyyah tentang orang-orang yang divonis oleh Abu Bakar Ash Shiddiq radliyallahu ‘anhu dengan riddah (murtad): perhatikanlah ungkapan beliau rahimahullah dalam takfir mu’ayyan dan kesaksian atasnya masuk neraka bila telah dibunuh, serta istri dan anak-anaknya dijadikan tawanan (budak) karena (mereka) menolak membayar zakat. Padahal beliau inilah yang mana musuh-musuh dien menisbatkan kepadanya bahwa beliau tidak takfir mu’ayyan. [Mufid Al Mustafid: 64]<br />Beliau berkata juga: Ibnu Qayyim berkata dalam kitab Iqhatsatul Luhafan tentang pengingkaran akan pengangungan kuburan: (“Masalahnya telah menghantarkan kaum musyrikin sampai-sampai sebagian orang-orang yang ekstrim di antara mereka mengarang dalam hal itu satu kitab yang dinamakan (Manasik Al Masyahid) dan tidak diragukan bahwa ini adalah keluar dari dien Islam dan masuk dalam dien para penyembah berhala”): “Orang yang disebutkan Ibnu Qayyim ini adalah tergolong laki-laki yang tergolong banyak mengarang yang terkenal dengan julukan Ibnul Mufid. Sungguh saya telah melihat isi kitab itu dengan mata kepala saya sendiri, maka bagaimana orang mengingkari takfir mu’ayyan.” [Mufid Al Mustafid: 66] </div><div align="justify"><br />Beliau berkata juga: “Abul Abbas rahimahullah berkata: (Ibnul Khudlairiy memberitahu saya dari ayahnya dari Syaikh Al Khudlairiy imam madzhab Hanafi di zamannya, beliau berkata: Para fuqaha Bukhara pernah mengatakan tentang Ibnu Sina: “dia adalah orang kafir yang cerdik”). Ini imam madzhab Hanafi pada zamannya menghikayatkan dari semua fuqaha Bukhara bahwa Ibnu Sina adalah kafir, sedangkan ia adalah orang mu’ayyan yang banyak menulis yang pura-pura menampakan Islam.” [Al Mufid: 66]</div><div align="justify"><br />Beliau berkata: Ibnu Hajar berkata saat menjelaskan hadist Ibnu Abbas “Bila engkau meminta, mintalah kepada Allah” dalam Syarh Arba’in, yang maknanya: Sesungguhnya orang yang menyeru selain Allah maka dia kafir, dan dalam hal ini beliau menulis satu kitab khusus yang diberi nama Al I’lam Bi Qawathi’il Islam, di dalamnya beliau menyebutkan banyak ucapan dan perbuatan yang masing-masing darinya bisa mengeluarkan dari Islam dan dengannya orang mu’ayyan dikafirkan yang pada umumnya tidak menyamai seper seratus apa yang menjadi tema bahasan kita. [Al Mufid: 67]</div><div align="justify"><br />Syaikh Muhammad berkata dalam rangka membantah orang yang enggan mengkafirkan secara mu’ayyan orang yang menyekutukan Allah: “Apakah pernah ada seorang saja dari semenjak zaman sahabat hingga zaman Manshur –Al Bahuty– bahwa mereka (pelaku syirik) itu dikafirkan nau’nya saja tidak mu’ayyan ?.” [lihat risalah beliau kepada Ahmad Ibnu ‘Abdil Karim Al Ahsaaiy dalam Tarikh Nejd: 346, juga Ad Durar As Saniyyah: 10/69]</div><div align="justify"><br />Membedakan nau’ dengan mu’ayyan dalam syirik akbar tak lain adalah bid’ah, oleh karena itu Syaikh Ishaq Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah tatkala menuturkan orang-orang yang mengklaim sebagai pengikut Syaikh Muhammad padahal mereka itu jauh dari manhajnya: “Dan setelah diteliti mereka itu tidak mengkafirkan pelaku syirik kecuali secara umum saja dan untuk menerapkannya di antara mereka, mereka sangat enggan, kemudian merebaklah bid’ah dan syubhat mereka itu sampai akhirnya laris dikalangan ikhwan-ikhwan khusus. Itu wallahu a’lam disebabkan (mereka) meninggalkan kitab-kitab induk dan tidak memperhatikannya serta tidak takut dari kesesatan”. [Hukmu Takfir Al Mu’ayyan: 149, dalam Aqidatul Muwahhidin] </div><div align="justify"><br />Beliau berkata: “Sesungguhnya sebagian orang yang kami isyaratkan tadi telah saya tanya tentang masalah ini, maka dia berkata: Kami mengatakan kepada para pengagung kubah (kuburan) yang mereka ibadati dan orang yang di dalamnya: “Perbuatan kamu adalah syirik tapi dia bukan musyrik.” Coba lihatlah dan pujilah Rabbmu dan mintalah ‘afiyah, sesungguhnya jawaban ini adalah termasuk jawaban (Dawud Ibnu Jirjis) Al Iraqiy yang telah dibantah oleh Syaikh Abdullathif. Dan orang yang mengatakan hal itu kepadaku menuturkan bahwa ia pernah ditanya oleh sebagain penuntut ilmu tentang hal itu dan landasannya, maka ia mengatakan: (Kafirkan nau’ dan tidak menta’yin seseorang kecuali setelah diberi penjelasan)” [Hukmu Takfri Al Mu’ayyan: 160]</div><div align="justify"><br />Beliau berkata juga: “Dan masalah kita ini –yaitu, ibadah kepada Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya serta bara’ dari peribadatan selain-Nya dan bahwa orang yang beribadah kepada yang lain disamping ibadah kepada Allah maka sungguh dia telah menyekutukan-Nya dengan syirik akbar yang mengeluarkan dari Islam–, adalah pokok dari segala pokok dan dengannya para rasul diutus, kitab-kitab diturunkan, dan hujjah telah tegak atas manusia dengan Rasul dan Al Qur’an. Dan begitulah engkau dapatkan jawaban dari para imam dien ini dalam pokok ajaran itu saat mengkafirkan orang yang menyekutukan Allah, sesungguhya dia itu disuruh taubat, bila dia taubat, bila tidak maka dia dibunuh, mereka tidak menyebutkan ta’rif (pemberian penjelasan terlebih dahulu) dalam masalah-maslah pokok, mereka hanya menyebutkan ta’rif dalam masalah-masalah khafiyyah (yang samar) yang terkadang samar atas sebagian kaum muslimin dalilnya, seperti masalah-masalah yang diyakini oleh sebagian ahlul bid’ah seperti Qodariyah dan Murji’ah atau dalam masalah-masalah yang samar seperti Sharf dan ‘Athf (pelet). Dan bagaimana ‘Ubaddul Qubur itu diberi penjelasan sedangkan mereka itu bukan kaum muslimin dan mereka tidak masuk dalam nama Islam, apakah ada amalan tersisa bersama syirik…!!?” [Hukmu Takfir Al Mu’ayyan: 150-151]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullah Aba Buthain rahimahullah</strong> berkata: “Kami katakan dalam takfir mu’ayyan: dhahir ayat-ayat, hadits-hadits serta perkataan jumhur ulama menunjukkan kafirnya orang yang menyekutukan Allah, dimana ia ibadah kepada yang lain disamping kepada Allah, dan dalil-dalil itu tidak membedakan antara mu’ayyan dan yang lainnya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni penyekutuan terhadap-Nya” dan firman-Nya: “Maka bunuhlah orang-orang musyrik dimana saja kalian dapatkan mereka”, sedangkan dalil ini umum bagi setiap individu dari kalangan para pelaku syirik. Dan semua para ulama dalam kitab-kitab fiqh menyebutkan hukum orang murtad, sedangkan kemurtadan dan kekafiran yang paling mereka sebutkan pertama adalah syirik, mereka mengatakan: “Sesungguhnya siapa yang berbuat syirik maka dia kafir”, dan mereka tidak mengecualikan orang jahil, dan “Siapa yang mengklaim Allah itu punya istri atau anak maka dia kafir”, dan mereka tidak kecualikan orang jahil, “Siapa yang menuduh ‘Aisyah berzina maka dia telah kafir”, Dan siapa yang memperolok-olok Allah atau para rasul-Nya, atau kitab-kitab-Nya, maka telah kafir dengan ijma berdasarkan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala: “Jangan kalian cari-cari alasan sungguh kalian telah kafir setelah iman kalian”. Dan mereka menyebutkan banyak hal yang diijmakan kekafiran pelakunya dan mereka tidak membedakan antara mu’ayyan dan yang lainnya, kemudian mereka mengatakan: “Siapa yang murtad dari Islam maka dia dibunuh setelah disuruh taubat (istitabah)”, mereka telah menghukumi kemurtaddannya sebelum hukuman akan istitabah. Jadi istitabah adalah setelah vonis kemurtadan, sedangkan istitabah hanyalah pada orang mu’ayyan. Dan dalam bab ini mereka menyebutkan hukum orang yang mengingkari wajibnya salah satu dari ibadah yang lima, atau menghalalkan susuatu dari hal-hal yang diharamkan, seperti khamr, babi dan yang lainnya, atau meragukannya, maka dia kafir bila orang seperti dia tidak jahil akannya, dan mereka tidak mengatakan hal itu dalam syirik akbar dan yang lainnya yang mana sebagiannya telah kami sebutkan, bahkan mereka memutlakan kekafirannya dan tidak mengecualikannya dengan sebab kejahilan, dan mereka juga tidak membedakan antara mu’ayyan dan yang lainnya, serta sebagaimana yang telah kami sebutkan istitabah hanya terjadi pada orang mu’ayyan. Apakah boleh bagi orang muslim meragukan kekafiran orang yang mangatakan bahwa Allah memiliki istri atau anak atau berkata Jibril salah dalam menyampaikan risalah atau orang yang mengingkari hari kebangkitan setelah kematian atau mengingkari salah seorang Nabi…? Dan apakah orang muslim membedakan antara mu’ayyan dan yang lainnya dalam hal itu dan yang lainnya, sedangkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengatakan: “Siapa yang mengganti diennya, maka bunuhlah dia”.<br />Dan ini mencakup mu’ayyan dan yang lainnya, sedangkan penggantian dien yang paling dahsyat adalah menyekutukan Allah dan ibadah kepada yang lainnya. [Ad Durar As Saniyyah: 10/401]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah berkata: Inti dien Islam dan kaidahnya ada dua</strong>:<br /><strong>Pertama:</strong><br />Perintah ibadah hanya kepada Allah tidak ada sekutu baginya<br />Dorongan yang kuat akan hal itu<br />Melakukan loyalitas di dalamnya<br />Mengkafirkan orang yang meninggalkannya<br /><strong>Kedua:</strong><br />Penghati-hatian dalam syirik dalam ibadah kepada Allah<br />Kecaman yang keras akan hal itu<br />Melakukan permusuhan di dalamnya<br />Dan mengakfirkan pelakunya. [Majmu’ah At Tauhid: 28]</div><div align="justify"><br />Kemudian beliau berkata tentang orang yang menyalahi inti dienul Islam itu: “Dan di antara mereka –yaitu yang paling bahaya– adalah orang yang mengamalkan tauhid namun tidak mengetahui kedudukannya, dia tidak membenci orang yang meninggalkannya dan tidak mengkafirkan mareka. [Majmu’ah At Tauhid: 29]</div><div align="justify"><br /><strong>Pensyarah, Abdurrahman Ibnu Hasan</strong> berkata: Ucapan beliau rahimahullah “yaitu yang paling berbahaya” karena dia tidak mengetahui kedudukan apa yang diamalkan dan tidak mendatangkan apa yang meluruskan tauhidnya berupa syarat-syarat yang berat yang mesti dipenuhi, ini berdasarkan apa yang telah kamu ketahui bahwa Tauhid itu menuntut penafian syirik, bara darinya, memusuhi para pelakunya serta mengkafirkan mereka saat hujjah tegak atas mereka. [Majmu’ah At Tauhid: 31]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah</strong> berkata: “Seseorang tidak menjadi muwahhid kecuali dengan menafikan syirik, bara darinya dan mengkafirkan pelakunya.” [Majmu’ah At Tauhid: 29]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> berkata seraya mengakui dan menganggap bagus apa yang dilakukan oleh orang Arab Badui yang awam: “Dan sungguh indah sekali apa yang dikatakan seorang Arab badui tatkala ia datang kepada kami dan telah mendengar sesuatu dari Islam (Tauhid) ini, ia berkata: “saya bersaksi bahwa kami adalah orang-orang kafir –yaitu dia dan seluruh orang-orang badui– dan saya bersaksi bahwa Muthawwi (ustadz) yang mengatakan bahwa kami adalah orang-orang Islam, dia adalah kafir.” [Syarh Sittati Mawadli Minas Sirah: 23 dalam Majmu’ah At Tauhid]<br />Ketahuilah bahwa pernyataan yang mengharuskan penegakan hujjah sebelum mengkafirkan pelaku syirik adalah hanyalah syubhat yang tak berdalil sama sekali.<br />Para ulama yang tergabung dalam Al Lajnah Ad Daimah dengan pimpinan Syaikh Ibnu Baz berkata: Dan dengan ini diketahuilah bahwa tidak boleh bagi thaifah muwahhidin yang menyakini kekafiran ‘Ubbadul Qubur mengkafirkan saudara-saudara mereka yang muwahhid yang tawaqquf dalam kekafiran mereka sampai tegak atas mereka (yang tawaqquf) hujjah, karena sikap tawaqquf mereka dari mengkafirkannya memiliki syubhat, yaitu keyakinan keharusan mestinya penegakan hujjah atas orang-orang quburiyyun ini sebelum mengkafirkan mereka, berbeda halnya dengan yang tidak ada syubhat akan kekafirannya seperti orang-orang Yahudi, Nashrani, komunis, dan yang serupa dengannya. Mereka itu tidak ada syubhat akan kekafirannya dan juga kekafiran orang yang tidak mengkafirkannya. [2/100 juga Fatawa Al Aimmah An Najdiyyah: 3/74] </div><div align="justify"><br />Coba lihat Al Lajnah mengganggap hal itu hanya syubhat dan bukan dalil…!! Kalau sekedar tawaqquf, ya bisa saja kita maklumi, tapi mereka bukan tawaqquf namun membela-belanya seraya memusuhi para muwahhidin.<br />Sebelum akhir, saya memberikan hadiah bagi orang-orang yang kalah dihadapan para thaghut dan para pelaku syirik, yang mana mereka itu membedakan antara nau’ dan mu’ayyan dalam syirik akbar dan yang menuduh para muwahhidin yang mengkafirkan para thaghut dan para pelaku syirik dengan tuduhan-tuduhan yang keji dan nama-nama yang menjijikan. </div><div align="justify">Saya hadiahkan:<br /><strong>Perkataan Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> dalam risalahnya kepada Ahmad Ibnu ‘Abdil Karim Al Ahsaaiy, si musuh Tauhid yang membedakan nau’ dan mu’ayyan dalam syirik akbar dengan berlandaskan pada pemahaman yang salah akan perkataan Ibnu Taimiyyah: Dan kamu –wal ‘iyadzu billah– jatuh terpuruk setingkat demi setingkat, pertama kalinya (kamu jatuh) dalam keraguan, negeri syirik, loyalitas, shalat dibelakang mereka, serta bara kamu dari kaum muslimin karena mudahanah (basa-basi) terhadap mereka. [Ad Durar As Saniyyah: 10/64]</div><div align="justify"><br />Dan beliau mengatakan kepadanya: “Apakah ada seseorang semenjak zaman sahabat hingga zaman Manshur yang mengatakan bahwa mereka itu dikafirkan nau’nya saja tidak mu’ayyannya…?” [Ad Durar As Saniyyah: 10/69]</div><div align="justify"><br />Dan beliau berkata seraya mengingkari orang yang mengingkari pengkafiran orang yang sudah mengucapkan Laa ilaaha illallaah bila melakukan syirik akbar atau kekafiran: “Dan tidak pernah mendengar seorangpun dari kalangan terdahulu dan orang-orang kemudian bahwa ada seorang yang mengingkari sesuatu dari hal itu atau mempermasalahkannya karena alasan mereka masih mengaku Islam, atau karena alasan pengucapan Laa ilaaha illallaah, atau karena penampakan sesuatu dari rukun-rukun Islam, kecuali apa yang kami dengar dari orang-orang terlaknat itu pada masa sekarang padahal mereka mengakui bahwa ini syirik, namun orang yang melakukannya atau memperindahnya atau ia bersama para pelakunya (bergabung) atau mencela Tauhid atau memerangi para muwahhid karena alasan Tauhidnya atau membenci mereka karenanya, bahwa dia itu tidak kafir karena mengucapkan Laa ilaaha illallaah atau karena dia melaksanakan rukun-rukun Islam yang lima…!! Pernyataan ini sama sekali tidak pernah didengar kecuali dari orang-orang kafir yang jahil lagi dzalim itu.” [Tarikh Nejd: 381, Mufid Al Mustafid]</div><div align="justify"><br />Sebagian orang-orang jahil masa sekarang mengatakan: “Buat apa mengkafirkan pelaku syirik, tidak ada urusan saya dengan mereka, bukan kewajiban kita, ini hak ulama…!” Kemudian mereka setelah itu mengingkari orang yang mengkafirkan pelaku syirik itu seraya mengatakan: “Awas jauhi orang sesat ini, dia mengkafir-kafirkan kaum muslimin…!!!” Subhanallah, apakah ‘Ubbadul Qubur itu muslim…???</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman rahimahullah</strong> berkata: “Siapa yang kamu maksud dengan kaum muslimin yang kamu bela-bela agar tidak dikafirkan, bila mereka itu adalah Jahmiyyah dan ‘Ubbadul Qubur, maka sungguh mereka itu bukan orang-orang Islam yang wajib kamu bela-bela, justeru mereka itu adalah musuh-musuh Allah, Rasul-rasul-Nya, syariat-Nya, dan dien-Nya. [Kasyfu Asy Syubhatain: 64 ]</div><div align="justify"><br />Beliau berkata juga: “Dan ‘Ubbadul Qubur, mereka itu menurut Ahlus Sunnah dinamakan Al Ghaliyah (yang ekstrim) karena keserupaannya dengan orang-orang Nashrani dalam hal ghuluw pada para Nabi, para wali dan shalihin. Barangsiapa yang mengkafirkan mereka, menampakan permusuhan terhadap mereka dan kebencian terhadapnya, menghati-hatikan orang agar tidak duduk-duduk dengan mereka serta berupaya keras untuk menjauhkan (orang-orang) darinya, maka sungguh dia telah mengikuti jalan kaum mukminin, menapaki tuntunan para imam mujtahidin dan menyelisihi apa yang dijadikan pegangan oleh Khawarij dan Rafidlah, berupa mengkafirkan kaum muslimin. Maka siapa yang menjadikan pengkafiran mereka itu seperti mengkafirkan kaum muslimin, maka sungguh dia tergolong orang-orang yang membuat pengkaburan, dan orang yang menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah, serta mencari jalan orang-orang yang bengkok. Kita berlindung kepada Allah dari dosa-dosa yang menutupi dan hati-hati yang terpuruk.” [Kasyfu Asy Syubhatain: 103]</div><div align="justify"><br />Dan berkata juga: “Dan begitu juga ‘Ubbadul Qubur, sesungguhnya mereka itu bukanlah tergolong ahlul ahwa wal bida’, tapi mereka dinamakan oleh salaf sebagai Al Ghulah karena penyerupaan mereka terhadap orang-orang Nashrani dalam sikap ghuluw terhadap para Nabi dan orang-orang saleh.” [Kasyfu Asy Syubhatain: 40]<br />Syaikh Abdullathif Ibnu Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata: “Dan adapun ‘Ubbadul Qubur, mereka itu menurut salaf dan ahli ilmu dinamakan Al Ghaliyah karena perbuatan mereka menyerupai ghuluwnya orang-orang Nashrani terhadap para nabi, orang-orang saleh, dan para ahli ibadah.” [Minhaj At Ta’sis: 101]</div><div align="justify"><br />Dan beliau berkata juga: “Bila orang-orang jahil ‘Ubbadul Qubur berkata: Mana orang yang beribadah kepada selain Allah…?, maka dikatakan kepada mereka: “Kalianlah orangnya dan yang sebangsa dengan kalian…!” [Minhaj At Ta’sis: 71]</div><div align="justify"><br />Dan berkata juga setelah menafsirkan ayat 112 surat Al Baqarah: “Ia adalah bantahan atas ‘Ubbadul Qubur dan Ash Shalihin yang istighosah kepada selain Allah lagi menyeru selain-Nya, karena penyerahan wajah kepada Allah dan ihsan dalam beramal itu tidak ada pada mereka serta mereka tidak mendapatkannya.” [Minhaj At Ta’sis: 70]</div><div align="justify"><br />Namun demikian sungguh telah sesat Syaikh maz’um Khalid Al Masyaiqih pengumpul kitab Al Qaul Al Mufid tatkala saya menanyakan kepadanya tentang ‘Ubbadul Qubur yang jahil, maka dia rela dengan ucapan orang yang mengatakan bahwa ‘Ubbadul Qubur yang jahil adalah muwahhidin. Hadaahullaah…<br />Ketahuilah bahwa orang yang mengingkari orang yang mengkafirkan pelaku syirik atau membela-belanya, haruslah dihajr.</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah</strong> berkata: “Bila kalian telah tahu akan hal itu, maka thaghut-thaghut yang dikultuskan orang-orang dari kalangan para penduduk Al Kharaj dan yang lainnya, mereka itu terkenal dikalangan khusus dan umum dengan sikap tersebut dan bahwa mereka itu memposisikan diri untuk itu dan memerintahkan orang-orang untuk (mengkultuskannya), semuanya adalah kuffar murtaddin dari Islam, siapa yang membela-bela mereka atau mengingkari orang yang mengkafirkan mereka dan dia mengklaim bahwa perbuatan mereka ini meskipun bathil namun tidak mengeluarkan mereka kepada kekafiran, maka status menimal orang yang membela-bela ini adalah fasiq yang tulisan dan kesaksiaannya tidak boleh diterima serta tidak boleh shalat bermakmum padanya, bahkan dienul Islam tidak sah kecuali dengan bara’ dari mereka dan mengkafirkannya”. [Ad Durar As Saniyyah: 10/52-53]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman dan Syaikh Abdullah Ibnu Syaikh Abdullathif</strong> tatkala ditanya tentang orang yang tawaqquf dari mengkafirkan quburiyyun, mereka menjawab: “Tidak sah status keimanan orang yang tidak mengkafirkan Jahmiyyah dan Quburiyyun atau ragu dalam mengkafirkan mereka. Dan masalah ini adalah tergolong masalah-masalah yang paling jelas dilkalangan para penuntut ilmu dan ahlul atsar”. [Ad Durar As Saniyyah: 10/437]</div><div align="justify"><br />Siapa orangnya yang menuduh kaum muwahhidin yang mengkafirkan para thaghut, kaum Quburiyyun, para pengusung undang-undang buatan serta para pembuat hukum dinegeri ini sebagai Khawarij, sungguh dia itu telah mencela semua para rasul dan tidak paham akan dien ini.</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah</strong> berkata: Siapa yang menjadikan pengkafiran dengan syirik akbar tergolong bab ini (aqidah khawarij), maka sungguh dia telah mencela para Rasul dan ulama umat ini, dia tidak bisa membedakan antara dien para Rasul dengan madzhab Khawarij dan sungguh dia telah mencampakkan nash-nash Al Qur’an dan mengikuti selain jalan kaum mukmin. [Mishbah Adh Dhalam: 72]</div><div align="justify"><br />Dan biasanya para pemegang fikrah Inhizahmiyyah yang loyal kepada pemerintah-pemerintah murtad yang mengklaim bahwa mereka itu adalah orang-orang yang paling salafiy, mereka itu menjadikan para muwahhid sebagai musuh sedangkan para thaghut dan kaum musyrikin sebagai sahabat, mereka persilahkan orang-orang kafir itu untuk hadir dalam acara-acara mereka.</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhammad rahimahullah</strong> berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang keberatan dengan masalah takfir, bila engkau amati mereka ternyata para muwahhid adalah musuh-musuh mereka yang mereka benci dan dongkol dengannya, sedangkan orang-orang musyrik dan munafiq adalah sahabat mereka yang mana mereka merasa dekat dengannya. Tapi ini telah terjadi pada orang-orang yang ada didekat kami di Dar’iyyah dan Uyainah yang (akhirnya) murtad dan benci akan dien (ini). [Ad Durar As Saniyyah: 10/91]</div><div align="justify"><br />Bila mereka jahil atau ragu akan kafirnya ‘Ubbadul Qubur dan ‘Ubbadul Dustur, maka dijelaskan kepada mereka dalil-dalil akan kekafirannya, bila masih ragu atau bimbang setelah itu maka mereka kafir.</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah rahimahullah</strong> pernah ditanya tentang orang yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik itu, beliau menjawab: “Bila dia ragu akan kekafiran mereka atau tidak tahu akan kekafirannya maka dijelaskan dalil-dalil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya yang menunjukan kekafiran mereka, kemudian bila dia ragu setelah itu atau bimbang maka sesungguhnya dia adalah kafir dengan ijma para ulama bahwa orang yang ragu akan kekafiran orang kafir adalah kafir. [Autsaqu ‘Ural Iman: 96 dalam Majmu’ah At Tauhid]<br />Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membela-bela kaum Quburiyyun dan Dusturiyyun, keadaannya tidak lepas dari tiga keadaan, silahkan kalian pilih salah satunya bagi diri kalian. </div><div align="justify"> </div><div align="justify"><strong>Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman</strong> berkata dalam rincian tiga keadaaan tentang orang-orang yang membela Jahmiyyah, Ibadliyyah dan kaum murtaddin dari kalangan ‘Ubbadul Qubur:</div><div align="justify"><br />1) Bisa jadi mereka telah kalian dakwahi dengan hikmah dan mauidhah hasanah (pengajaran yang baik) serta kalian mendebat mereka dengan dalil-dalil yang bisa diakui dan diterima oleh setiap orang, terus mereka itu menerima apa yang kalian ajak kepadanya berupa petunjuk dan dien yang haq, dan mereka rujuk dari kesesatannya serta taubat, kembali dan komitmen dengan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Bila keadaannya seperti ini maka berarti orang yang memusuhi mereka dan yang protes kepada kalian dan kepada mereka adalah salah, dzalim lagi aniaya.</div><div align="justify"><br />2)Dan bisa jadi mereka tidak menerima ajakan kalian berupa petunjuk, dienul haq dan jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan justeru mereka ngotot, membangkang, keras kepala, dan melawan Allah layaknya unta yang melawan pemiliknya, maka berarti hujjah telah tegak atas mereka. Bila demikian maka tak ada larangan dari mengkafirkan mereka, menampakan permusuhan kepada mereka, bara’ darinya, memusuhinya, mentahdzirnya, menjauhinya dan memutus hubungan dengan mereka karena hujjah telah sampai dan tegak atas mereka.<br /></div><div align="justify">3)Dan bisa jadi mereka tidak mendakwahinya dan tidak menasehatinya, maka berarti kalian tergolong pendukung dan kroni-kroni mereka serta para pembela-bela mereka sebelum mendakwahi mereka kepada dienullah dengan hikmah, mau’idhah hasanah dan penegakan hujjah atas mereka.<br />Inilah kalian yang membela-bela mereka di dunia ini, maka siapa yang bisa membela-bela mereka dari (adzab) Allah di hari kiamat, atau siapa orangnya yang bisa melindungi mereka…?</div><div align="justify"><br />Kalian jadikan diri kalian sebagai tameng mereka dimana kalian menulis tulisan untuk membantah orang yang memusuhi mereka, berusaha mengalahkan mereka, membenci mereka dan menyebarkan keburukan, kebusukan serta kesesatan mereka.</div><div align="justify"><br />Apakah kalian tidak takut suatu hari yang mana kalian di hari itu dikembalikan kepada Allah…??! [Kasyfu Asy Syubhatain: 55-56]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullah Ibnu ‘Abdillathif rahimahullah</strong> berkata tatkala ditanya tentang Turki Utsmaniy: “Orang yang tidak tahu kafirnya negara ini dan tidak bisa membedakan antara mereka dengan para pemberontak dari kalangan kaum muslimin, maka dia tidak mengetahui makna Laa ilaaha illallaah. Kemudian bila disamping itu dia menyakini bahwa (pemerintah) negara itu adalah muslimun, maka ia lebih dahsyat dan lebih bahaya, dan ini adalah keraguan akan kekafiran orang yang kafir kepada Allah dan menyekutukan-Nya, sedangkan orang yang mendatangkan mereka dan membantunya untuk menyerang kaum muslimin dengan macam bantuan apa saja maka ini adalah kemurtaddan yang jelas. [Ad Durar As Saniyyah: 10/429]</div><div align="justify"><br />Sebagian imam-imam dakwah ini berkata: “Di antara sikap yang mengharuskan pelakunya dikafirkan adalah tidak mengkafirkan para pelaku syirik atau ragu akan kekafiran mereka. Sesungguhnya hal itu termasuk penggugur dan pembatal keIslaman. Maka siapa yang memiliki sifat ini berarti dia telah kafir, halal darah dan hartanya, serta wajib diperangi sampai mau mengkafirkan para pelaku syirik. Dan dalil atas hal itu adalah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah dan ia kafir kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya.” Beliau menggantungkan keterjagaan harta dan darah atas dua hal. Hal pertama, pengucapan Laa ilaaha illallaah. Dan kedua, kufur kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah.</div><div align="justify"><br />Tidak terjaga darah dan harta seorang hamba sehingga dia mendatangkan dua hal ini. Pertama: Ucapannya Laa Ilaaha Illallaah, dan yang dimaksud adalah maknanya bukan sekedar lafadhnya, sedangkan maknanya adalah mentauhidkan Allah dengan semua macam ibadah. Hal Kedua: Kufur kepada segala yang diibadati selain Allah, sedangkan yang dimaksud adalah mengkafirkan para pelaku Syirik dan bara’ dari mereka dan dari apa yang mereka ibadati bersama Allah</div><div align="justify"><br />Maka siapa yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik dari kalangan negara Turki dan ‘Ubbadul Qubur seperti penduduk Makkah dan yang lainnya yang beribadah kepada orang-orang shaleh, dia berpaling dari Tauhidullah kepada syirik dan dia merubah Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan bid’ah, maka dia kafir seperti mereka meskipun membenci ajaran mereka, tidak menyukai mereka dan mencintai Islam dan kaum muslimin, karena orang yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik adalah tidak membenarkan Al Qur’an, sebab Al Qur’an telah mengkafirkan para pelaku syirik dan memerintahkan untuk mengkafirkan mereka, memusuhinya dan memeranginya. [Ad Durar As Saniyyah: 9/291]</div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6901742208666473766.post-15035462094173905532007-10-19T22:04:00.000-07:002009-03-12T01:11:16.849-07:00Hakikat Tegak Dan Sampainya Hujjah Dalam Masail Dhahirah....oleh Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdurrahman<div align="justify">Orang yang telah sampai kepadanya Al-Qur’an Al Adhim maka hujjah dan peringatan telah tegak atasnya, terutama dalam bab dien yang paling jelas yang karenanya semua rasul diutus.<br />Adapun bila yang dimaksud dengan hujjah dan tegaknya itu adalah bahwa setiap orang didatangi ketempatnya terus hujjah ditegakan atasnya, maka ini adalah apa yang Allah SWT ingkari dalam firman-Nya tentang para pelaku Syirik:“Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?, Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari daripada singa. Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka. (Q.S. Al Muddatstsir [74]: 49-52)<br />Dan sudah maklum dari sirah (perjalanan) Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bahwa sikap beliau dalam mendakwahi kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan, beliau mengirim surat kepada tokoh-tokohnya saja tanpa rakyatnya. Dan beliau tidak mensyaratkan atau menyuruh para utusannya serta para gubenurnya untuk mendatangi individu-individu orang dalam rangka menegakkan hujjah atas mereka, terutama bagi orang-orang kafir harbiy. Dan sedangkan keadaan setelah tersebarnya Islam dan tersiarnya dibelahan bumi ini menurut para ulama tidaklah seperti diawal dakwah dan permulaan Islam atau bersama orang yang baru masuk Islam.</div><div align="justify"><br /><strong>I. Dalil-Dalil dari Al-Qur’an<br /></strong>Masalah tegaknya hujjah dalam masalah masail dhahirah (masalah-masalah yang nampak) adalah al-ilmu (mengetahui) atau al balagh (sampai) atau adanya dakwah yang berjalan atau tinggal ditempat ilmu, atau adanya peluang (tamakkun). [lihat Al Haqaiq karya Syaikh Ali Al Khudlair]<br />Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:<br />“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah…” (Q.S. At Taubah [9]: 6)<br />Dan firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br />“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata, (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Qur’an)” (QS. Al Bayyinah [98]: 1-2)<br />Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Dan Allah mengkhitabi semua jin dan manusia dengan Al Qur’an sebagaimana firman-Nya: “Supaya dengannya aku memberikan peringatan kepada kalian dan (kepada) orang-orang yang sampai Al Qur’an kepadanya.” Maka setiap yang telah sampai kepadanya (Al Qur’an) baik manusia atau jin berarti telah diberi peringatan oleh Rasul dengannya.” [Majmu Al Fatawa: 16/148-149]<br />Dan beliau rahimahullah berkata dalam penjelasan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:<br />“Jangan kalian dengar akan Al Qur’an ini dan buat gaduh di dalam (majelis)nya.” (Q.S. Fushshilat [41]: 26)<br />Beliau berkata: “Hujjah itu sudah tegak dengan adanya rasul yang menyampaikan dan adanya kesempatan (tamakkun) mereka untuk mendengar dan mentadabburi, bukan dengan mendengarnya itu, karena di antara orang-orang kafir ada orang yang menghindar dari mendengar Al Qur’an dan memilih yang lainnya.” [Majmu Al Fatawa: 16/166]</div><div align="justify"><br /><strong>II. IJMA</strong><br /><strong>Syaikh Abdullah Ibnu Muhammad Ibnu ‘Abdil Wahhab</strong> berkata: “Telah terjalin ijma, bahwa orang yang telah sampai kepadanya dakwah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, terus tidak beriman, maka dia itu kafir dan tidak diterima darinya alasan ijtihad karena nampaknya dalil-dalil risalah dan bukti-bukti kenabian.” (Ad Durar A Saniyyah: 10/237)</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Hamd Ibnu Nashir Alu Ma’mar rahimahullah</strong> berkata: “Para ulama telah ijma, bahwa orang yang telah sampai kepada-Nya dakwah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam maka sesungguhnya hujjah telah ditegakkan atasnya.” [Ar Raddu ‘Alal Qubuuriyyiin: 115]</div><div align="justify"><br /><strong>III. Pernyataan-Pernyataan Para Imam<br />Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah</strong> berkata: “Hujjah Allah dengan rasul-rasul-Nya telah tegak dengan adanya kesempatan (tamakkun) untuk mengetahui, sehingga bukan termasuk syarat (tegaknya) hujjah Allah tahunya orang-orang yang didakwahi akan hujjah tersebut, dan oleh sebab ini keberpalingan orang-orang kafir dari mendengarkan dan mentadabburi Al-Qur’an bukanlah penghalang dari tegaknya hujjah Allah ta’ala atas mereka, serta begitu juga keberpalingan mereka dari mendengarkan apa yang dinukil dari para nabi dan dari membaca atsar-atsar yang diriwayatkan dari mereka tidaklah menghalangi hujjah, karena kesempatan sudah ada.” [Kitab Ar Radd ‘Alal Manthiqiyyin: 99]<br />Beliau juga berkata: “Bukan termasuk syarat penyampaian risalah ini adalah sampainya hal itu kepada setiap mukallaf di dunia ini, namun yang menjadi syarat adalah orang-orang mukallaf itu memiliki kesempatan untuk menyampaikan hal itu kepada diri mereka, kemudian bila mereka teledor dan tidak berupaya untuk sampainya hal itu kepada mereka padahal sarana-sarana yang mesti ditempuh itu ada, maka keteledoran (tafrith) itu dari mereka, bukan darinya (yang menyampaikannya).” [Ikhtishar Ali Al Khudlair dari Al Fatawa: 28/125, silakan lihat Al Haqaiq]</div><div align="justify"><br /><strong>Ibnul Qayyim rahimahullah</strong> berkata tentang orang-orang yang taqlid kepada guru-gurunya dalam Masaa-il Mukaffirah: “Orang yang memiliki kesempatan dan yang berpaling itu mufarrith (teledor) lagi meninggalkan kewajibannya yang sama sekali tidak ada udzur dihadapan Allah.” [Thariq Al Hijratain: 544]<br />Beliau berkata juga: “Sesungguhnya adzab didapatkan karena dua hal: Pertama, Keberpalingan dari hujjah dan tidak menginginkannya serta terhadap sebab-sebab yang menghantarkan kepadanya. Dan kedua, membangkang akan hujjah setelah tegaknya dan meninggalkan keinginan akan tuntutannya. Yang pertama kufur i’radl (karena berpaling) dan yang kedua kufur inad (pembangkangan).” [Tahriq Al Hijratain: 546]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Muhhamad Ibnu ‘Abdil Wahhab rahimahullah </strong>berkata dalam risalahnya kepada Isa Ibnu Qasim dan Ahmad Ibnu Suwailim: “Dan sesungguhnya kalian masih ragu tentang thaghut-thaghut itu dan para pengikutnya apakah hujjah itu sudah tegak atau belum atas mereka ? Ini adalah tergolong keanehan yang paling mengherankan, bagaimana kalian ragu akan hal ini sedangkan sudah saya jelaskan berkali-kali kepada kalian… Sesungguhnya orang yang belum tegak hujjah atasnya adalah orang yang baru masuk Islam dan orang yang hidup dipedalaman yang sangat jauh atau hal itu dalam masalah khafiyyah (yang masih samar) seperti sharf dan ‘athaf (pelet) maka (dalam hal seperti ini) pelakunya tidak dikafirkan sehingga diberitahu (terlebih dahulu). Dan adapun ushuluddien yang telah Allah jelaskan dan Dia pastikan dalam kitab-Nya maka sesungguhnya hujjah Allah adalah Al-Qur’an. Siapa yang sampai kepadanya Al-Qur’an berarti hujjah itu sudah tegak, akan tetapi inti kekeliruan adalah kalian tidak membedakan tegak hujjah dengan paham hujjah, karena sesungguhnya mayoritas orang kafir dan munafik, mereka itu tidak paham hujjah Allah padahal hujjah itu sudah tegak atas mereka, sebagaimana firman-Nya Subhanahu Wa Ta'ala:<br />“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (Q.S. Al Furqan [25]: 44) Tegak dan sampainya hujjah adalah lain, dan paham hujjah adalah hal lain pula. Dan Allah telah mengkafirkan mereka dengan sebab sampainya hujjah kepada mereka meskipun mereka tidak memahaminya.” [Tarikh Nejd: 410]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Hamd Ibnu Nashir Alu Ma’mar rahimahullah</strong> berkata: “Setiap orang yang telah sampai Al-Qur’an kepadanya maka dia itu tidak diudzur, karena inti yang besar yang mana ia adalah pokok dien Islam telah Allah jelaskan dalam kitab-Nya, Dia menerangkannya dan menegakan hujjah dengannya atas hamba-hamba-Nya, dan yang dimaksud tegak hujjah itu bukanlah si orang itu memahami dengan pemahaman yang jelas seperti dipahaminya oleh orang yang telah Allah beri hidayah dan taufiq serta yang tunduk kepada perintah-Nya, karena sesungguhnya orang-orang kafir itu telah tegak hujjah atas mereka padahal Allah mengabarkan bahwa Dia telah menjadikan pada hati mereka penghalang (yang menghalangi) dari memahami firman-Nya.” [Ar Raddu ‘Alal Quburiyyin: 116-117]<br />Dan beliau rahimahullah berkata juga: “Sesungguhnya sampainya hujjah adalah lain dan paham akan hujjah adalah lain pula.” [Ar Raddu Alal Quburiyyin: 117]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Ishaq Ibnu Abdirrahman rahimahullah</strong> berkata: “Sesungguhnya hujjah telah tegak dengan Al Qur’an atas setiap orang yang Al Qur’an telah sampai kepadanya dan dia mendengarnya meskipun dia tidak memahaminya.” [Hukmu Takfir Al Mu’ayyan: 154]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullah Aba Buthain rahimahullah</strong> berkata setelah menyebutkan ayat-ayat yang mencela taqlid: “Para ulama dengan ayat ini dan lainnya berdalil bahwa tidak boleh taqlid dalam mengenal Allah dan risalah. Dan hujjah Allah tegak atas manusia dengan diutusnya para rasul kepada mereka meskipun mereka tidak memahami hujjah Allah dan penjelasan-penjelasan-Nya.” [Al Intishar: 17]<br />Dan beliau berkata lagi: “Orang yang telah sampai kepadanya risalah Muhammad shalallallahu ’alaihi wasallam dan telah sampai Al Qur’an kepadanya maka hujjah telah tegak atasnya, sehingga tidak ada udzur dalam hal tidak beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, maka tidak udzur baginya setelah itu dengan sebab kejahilan.” [Al Kufru Al Ladzu Yu’dzaru Shahibuhu Bil Jahil: 11]<br />Beliau rahimahullah berkata lagi: “Tidak ada udzur (alasan) bagi seorangpun dalam kejahilan akan hal-hal ini dan yang serupa dengannya setelah diutusnya Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan sampainya hujjah-hujjah Allah dan penjelasan-penjelasan-Nya meskipun orang yang telah sampai hujjah kepadanya itu tidak memahaminya, karena hujjah Allah itu tegak atas hamba-hamba-Nya dengan sampainya hujjah itu bukan dengan paham akannya. Sampainya hujjah adalah satu hal sedangkan paham akannya adalah hal lain pula, oleh sebab ini Allah tidak mengudzur orang-orang kafir dengan ketidakpahaman mereka setelah hujjah dan penjelasan-penjelasan–Nya itu sampai kepadanya.” [Ad Durar As Saniyyah: 10/359-360]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman</strong> berkata seraya mengingkari Al Mulhid musuh tauhid Usman Ibnu Manshur yang mengklaim bahwa hujjah itu tidak tegak atas orang jahil sehingga nampak jelas baginya dan dia mengetahui bahwa apa yang dikatakan kepadanya itu adalah benar, Syaikh berkata: “Ulama mana dan ahli Fiqh mana yang mensyaratkan dalam tegaknya hujjah dan penjelasan itu tahunya orang yang diajak bicara akan kebenaran ini…??! (kemudian beliau menuturkan ayat-ayat ….) terus berkata: dari ayat-ayat semacam ini yang menunjukan kebutaan mereka (orang-orang kafir) dan ketidaktahuan mereka akan kebenaran adalah banyak sekali. Dan tidak ada seorangpun yang mengatakan pendapat seperti ini sebelum orang bodoh ini (Usman, maksudnya), dan justeru yang disyaratkan itu adalah paham akan syarat apa yang diinginkan oleh si pembicara dan (paham) akan maksud dari ucapan itu, bukan (tahu) bahwa itu kebenaran, ini adalah bagian kedua. Dan hal inilah yang diambil kesimpulannya dari nash Al Kitab, As Sunnah dan perkataan para ulama, bukan apa yang dikatakan oleh orang yang ngawur lagi membuat pengkaburan ini.” [Mishbah Adh Dhalam: 122-123]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman rahimahullah</strong> berkata: “Dan bila telah sampai kepada orang Nashrani apa yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, dan dia tidak tunduk kepadanya karena dugaan dia bahwa beliau adalah Rasul buat orang Arab saja, maka dia kafir meskipun kebenaran dalam hal itu belum jelas baginya. Dan begitu juga setiap orang yang telah sampai kepadanya dakwah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yang dengannya dia bisa mengetahui apa yang diinginkan dan yang dimaksud, terus dia menolak akan hal itu karena syubhat atau yang lainnya, maka dia itu kafir meskipun masalahnya masih samar bagi dia. Dan hal ini tidak ada perselisihan di dalamnya.” [Mishbah Adh Dhalam: 326]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Sulaiman Ibnu Sahman rahimahullah</strong> berkata tentang orang yang baligh lagi berakal yang paham akan ucapan: “Orang yang telah sampai risalah Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam dan juga Al Qur’an telah sampai kepadanya, maka sungguh hujjah telah tegak atasnya.” [Kasyfu Asy Syubhatain: 368]</div><div align="justify"><br /><strong>Syaikh Shalih Al Fauzan </strong>berkata tatkala ditanya tentang orang muslim yang melakukan perbuatan syirik akbar: “Siapa yang telah sampai kepadanya Al Qur’an yang seandainya dia ada keinginan untuk memahaminya tentu dia bisa, namun dia berpaling dari memahaminya kemudian tidak mengamalkannya dan tidak menerimanya, maka sesungguhnya hujjah itu telah tegak atasnya dan dia tidak diudzur karena kejahilannya, karena hujjah telah sampai kepadanya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:<br />“Katakan: “Apa yang paling besar kesaksiannnya ?”, Katakan: “Allah adalah saksi antara aku dengan kalian, dan telah diwahyukan kepadaku Al Qur’an ini supaya dengannya aku memberi peringatan kepada kalian dan orang yang sampai Al Qur’an kepadanya.” (Q.S. Al An’am [6]: 19).<br />Sama saja baik dia hidup bersama kaum muslimin atau hidup bersama non muslim. Setiap orang yang telah sampai kepadanya Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih yang seandainya dia mau memahami dia bisa paham, kemudian dia tidak mengamalkan apa yang sampai kepadanya, maka sesungguhnya dia itu bukan muslim dan tidak diudzur karena kejahilan. [Masaa-il Al Iman yang dikumpulkan oleh Abdurrahman Al Harfiy: 30-31]</div><div align="justify"> </div><div align="justify"><strong>Syaikh </strong><strong>Muhammad Ibnu Shalih Al Utsaimin</strong> mengatakan setelah menuturkan udzur karena kejahilan: “Namun wajib diketahui bahwa di antara orang-orang jahil ada orang yang memiliki semacam sikap ‘inad (pembangkangan), yaitu dituturkan kebenaran kepadanya, namun dia tidak mencarinya dan tidak mengikutinya, dan justeru betah di atas ajaran yang diajarkan oleh guru-gurunya dan orang-orang yang diagungkan serta yang diikutinya. Orang seperti ini pada hakikatnya tidaklah diudzur karena telah sampai kepadanya dari hujjah ini yang minimal dia memiliki syubhat yang perlu dicari agar kebenaran jelas atasnya.” [Al Majmu Ats Tsamin: 3/5]. Dan berkata juga setelah itu: “Namun perlu diketahui sesungguhnya kita sekarang ini berada dizaman yang hampir tidak ada tempat dibumi ini melainkan sudah sampai dakwah Nabi shalallahu 'alaihi wasallam kesana dengan jalan sarana-sarana pemberitaan yang beraneka ragam dan berbaurnya manusia satu sama lain. Dan umumnya kekafiran yang adalah karena ‘inad (pembangkang).” [Al Majmu Ats Tsamin: 3/6]</div>Ummu Fathinhttp://www.blogger.com/profile/08020288483226966440noreply@blogger.com