09 September 2007

Risalah Fie Makna Thaghut...syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah

Ketahuilah semoga Allah ‘Azza wa Jalla merahmatimu: Sesungguhnya hal paling pertama yang Allah fardlukan atas anak Adam adalah kufur terhadap thaghut dan iman kepada Allah, dalilnya adalah firmanNya ‘Azza wa Jalla:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu,’” (TQS: An Nahl: 36)

Dan ada pun tata cara kufur terhadap thaghut itu adalah engkau meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah, engkau meninggalkannya, membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhi mereka.

Ada pun makna iman kepada Allah adalah bahwa engkau meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak untuk diibadahi, tidak yang lainNya, engkau memurnikan semua macam ibadah hanya kepadaNya, dan engkau menafikkan dari segala yang engkau sembah selainNya,, engkau mencintai ahli tauhid (ikhlash) dan loyal kepadanya, serta engkau membenci pelaku-pelaku syirik dan memusuhinya.

Inilah agama Ibrahim yang di mana orang yang benci akannya adalah orang yang telah memperbodohi dirinya sendiri, dan inilah suri tauladan yang telah Allah kabarkan di dalam firmanNya:

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dia, ketika mereka berkata pada kaum mereka, ‘sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mud an telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman pada Allah saja,’” (TQS: Al Mumtahanah: 4)

Thaghut adalah umum mencakup segala sesuatu yang disembah selain Allah, sedang dia itu rela dengan peribadatan tersebut, baik yang disembah, atau yang diikuti, atau yang ditaati daalm bukan ketaatan kepada Allah dan RasulNya, ini adalah thaghut.


Thaghut-thaghut itu banyak sekali, sedangkantokoh-tokohnya ada lima:

Pertama:
Syaitan yang mengajak untuk beribadah kepada selain Allah, ada pun dalilnya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla:

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu” (TQS: Yaasiin: 60)

Kedua:
Pemerintah yang zhalim yang mengubah hukum-hukum Allah, dan dalilnya adalah firmanNya ‘Azza wa Jalla:

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (TQS: An Nisaa’: 60)


Tambahan:

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

“Orang dikala menghalalkan sesuatu yang disepakati keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang disepakati kehalalannya atau mengubah syari’at yang telah disepakati, maka dia itu kafir murtad dengan kesepakatan para fuqaha” (Al Majmu’ 3/267)

Coba perhatikan: Sekarang perjudian dibolehkan di tempat-tempat tertentu yang sudah dilokasikan, pelacuran dibolehkan di tempat-tempat khusus bahkan ada pajak atas kedua hal itu, praktek riba diberikan perlindungan hokum. Bukankah ini di antara bentuk penghalalan?
Bahkan bukankah Allah menetapkan bahwa tidak ada pilihan dalam menerima ajaranNya itu? Tapi sekarang mereka menetapkan bahwa tidak pilihan hak bebas bagi rakyat untuk memilih apa yang mereka sukai tergantung suara mayoritas? Bukankah ini bentuk perubahan akan syari’at?


Ketiga:
Orang yang memutuskan hukum dengan sesuatu yang bukan diturunkan Allah, dan dalilnya adalah firmanNya ‘Azza wa Jalla:

“Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (TQS: Al Maaidah: 44)


Tambahan:

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

“Siapa yang meninggalkan syari’at yang muhkam yang diturunkan kepada Muhammad Ibnu Abdillah penutup para Nabi dan dia malah berhukum kepada syari’at-syari’at lain yang sudah dihapus, maka dia itu kafir, maka apa gerangan dengan orang yang berhukum kepada Yasiq (hokum buatan) dan mendahulukannya atas hokum syar’at itu, maka siapa yang melakukannya maka dia itu kafir dengan ijma’ kaum muslimin.” (Al Bidayah Wa Nihayah 13/119)

Bila ini status orang yang berhukum kepada undang-undang buatan, maka apa gerangan dengan orang yang menghukumi dengan undang-undang buatan itu, ini namanya thaghut. Mereka mendirikan lembaga untuk penggodokan hokum dan perundang-undangan, mengubah, menambah, mengganti dan seterusnya


Keempat:
Orang yang mengklaim mengetahui hal yang ghaib, padahal itu hak khusus Allah, dan dalilnya firmanNya ‘Azza wa Jalla:

“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridlaiNya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (Malaikat) di muka dan di belakanganya.” (TQS: Al Jinn: 26-27)

Dan firmanNya ‘Azza wa Jalla:

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan apa yang ada di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (TQS: Al An’am: 59)

Kelima:
Segala sesuatu yang disembah selain Allah, sedangkan dia rela dengan penyembahan tersebut, dan ada pun dalilnya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla:

“Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya aku adalah tuhan selain daripada Allah’, maka orang itu Kami beri balasan dengan jahannam, demikian Kami memberikan balasan orang-orang dzalim.” (TQS: Al Anbiyaa: 29)

Ketahuilah bahwa orang itu tidak bisa dikatakan sebagai orang yang beriman kepada Allah kecuali dengan kufur terhadap thaghut, dan ada pun dalilnya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla:

“Karena itu barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (TQS: Al Baqarah: 256)

Ar Rusydu adalah agama Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan Al Ghayy adalah agama Abu jahal, sedangkan Al ‘Urwah Al Wutsqaa adalah kesaksian Laa Ilaaha illallaah, di mana hal ini mengandung penafian dan penetapan. Menafikan semua macam ibadah dari selain Allah, dan menetapkan seluruh ibadah hanya kepada Allah yang tidak ada sekutu bagiNya.

Katakan Kepada Orang-orang Munafik...nasihat Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah


Orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit akan berkata, “Apakah kalian mengira bahwa keinginan kalian akan terwujud? Apakah kalian mengira bahwa khilafah Islamiyah (pemerintahan Islam) akan tegak kembali? Tidak mungkin, mustahil! Hal itu lebih mendekati khayalan daripada kenyataan! Apakah Amerika, Rusia, Eropa dan Israel akan membiarkannya? Sedangkan mereka adalah musuh yang paling getol menyerang Islam dan Negara Islam!”

Mereka akan menambahkan, “Hanyasanya kalian mengusahakan fatamorgana Kalian tertipu oleh dien kalian!”

Jika mereka telah mengatakan hal itu, ingatlah firman Allah ‘azza wa jalla:
“(ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang uang mempunyai penyakit di dalam hatinya berkata, ‘mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya’, (Allah berfirman), ‘Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana’” (Al Anfal: 49)

Katakan pada mereka, “Khilafah Islamiyah akan kembali meskipun seberat dan sebesar apa pun tantangannya.”

Katakan bahwa tegaknya khilafah Islamiyah adalah perkara yang tak dapat diragukan lagi, meski itu memakan waktu. Sesungguhnya pertolongan Allah pasti tiba.

Katakan pada mereka, “Allah benar-benar akan menaklukan Roma bagi kaum muslimin sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits yang shahih[1], seperti halnya Konstantinopel pernah ditaklukan.”

Katakan bahwa, “Harapan kami kepada pertolongan dari Allah lebih jauh lagi. Kami ingin Allah menaklukan Kremlin dan Gedung Putih. Sebab bersama kami ada janjiNya,
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (leadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku…” (An Nuur: 55)

Kapan itu akan terwujud? Itu bukan urusan kami.Pun Allah tidak membebani kami dengan hal itu. Allah hanya membebani kami dengan mengamalkan dien, membela syariat, menghabiskan seluruh waktu untuk itu, dan mengerahkan segenap kemampuan. Sedangkan perkara hasil, itu terserah kepada Allah ‘azza wa jalla.”

Tugasmu adalah emnabur benih bukan menuai hasil dan Allah adalah sebaik-baik Penolong bagi orang-orang yang berusaha.

Katakanlah kepada mereka kata-kata Ya’qub ‘alaihi sallam setelah ia kehilangan dua anaknya; Yusuf dan Bin-yamin, “Dan ketika rombongan telah sampai kepadanya (Ya’qub), berkatalah ia (Ya’qub) kepada mereka, sesungguhnya aku telah menemukan Yususf” Yusuf: 94
Katakan kepada mereka,”Meski beban dan ujian berat menerpa, namun sesungguhnya kami dapat merasakan hawa kemenangan, pertolongan, kejayaan, dan hawa kembalinya Khilafah Islamiyah (pemerintahan Islam), jika kalian tidak menyembunyikannya.”
Banyak orang akan berkata, “Kalian masih saja dalam kesesatan kalian yang dulu-dulu.”
Sungguh, kepada para shahabat sepulang mereka dari perang Uhud orang-orang munafik berkata, “Kembalilah kepada agama nenek moyang kalian!”
Kalimat-kalimat ini senantiasa akan diucapkan oleh orang-orang munafik kepada ahlul iman (orang mukmin) kapan pun dan di mana pun saat para aktifis ditimpa musibah atau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan atau saat mereka ditangkap untuk dipenjara, disiksa, dibunuh, atau dianiaya.

Saat itu mereka akan berkaata, “Sudahlah, tinggalkan idealisme kalian! Kembalilah! Sesungguhnya agama inilah yang menyebabkan kalian merasakan musibah ini. Agama ini pulalah yang memupus masa depan kalian, melemparkan kalian dalam gelapnya rumah tahanan, dan mengasingkan kalian di negeri ini, Tinggalkanlah semua yang telah mendatangkan musibah ini! Raihlah keselamatan dan kebahagiaan”

Jika mereka mengatakan itu, katakanlah kepada mereka;
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah berimana…” (Al Hajj: 38)
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang-orang yang menolong (agama)-Nya…” (Al Hajj: 40)
“Mengapa kami tidak bertawakkal kepada Allah, padahal Dia menunjukkan jalan kepada kami” (Ibrahim: 12)

“Sesungguhnya kami mengada-adakan kebohongan besar kepada Alla, jika kami kembali kepada agamamu sesudah Allah melepas kami daripadanya. Dan tidaklah patut kami kembali padanya, kecuali jika Allah, Tuhan kami, menghendaki(nya). Pengetahuan Tuhan kami meliputi segala sesuatu. Kepada Allah sajalah kami bertawakal. Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik-baiknya.” (Al A’raf: 89)

Orang-orang munafik dan orang-orang yang hatinya berpenyakit akan mengulang kata-kata orang-orang munafik tentang ashhaburraji’ (orang-orang yang kembali pulang, tidak berperang) yang dikhianati oleh orang-orang musyrik yang membunuh mereka semuanya.
Hari itu orang-orang munafik berkata, “Celakalah mereka, orang-orang yang sesat, orang-orang yang binasa dengan cara seperti itu! Mereka tiada berkumpul bersama keluarga mereka, tidak juga menunaikan risalah sahabatnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam).”[2]
Kalimat seperti ini akan dilontarkan kepada kalian manakala ada sebagian ikhwah yang terbunuh, dipenjara, atau diusir. Saat itu orang-orang yang hatinya berpenyakit akan berkata, “Mereka itu tiada duduk dan selamat, tiada pula mempu menghilangkan kemungkaran dan kenistaan.”
Mereka akan berkata lagi, “Mereka itu tiada duduk dan selamat, memperhatikan masa depan dan kelayakan hidup mereka, tiada pula menegakkan khilafah Islam (pemerintahan Islam).”

Jika kalian mendengar ungkapan ini, ingatlah bahwa Al Qur’an telah mengungkapkan tentang orang yang mengatakannya;
“Dan sebagian manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.” (al Baqarah: 204)

Deskripsi al Qur’an ini tidak hanya berlaku untuk orang yang telah mengatakannya pada zaman Nabi saja, tetapi juga berlaku bagi semua pengikutnya dan orang-orang yang mengucapkan kata-katanya sepanjang zaman, di mana pun mereka berada.

Jika kalian mendengar ucapan itu, dikatakan kepada mereka, “Tujuan kami adalah menegakkan dien. Menegakkan daulah adalah waislah (perantara) dari sekian wasilah untuk menegakkan dien dan mewujudkan tegaknya dien, Tidak mungkin kami mengorbankan tujuan utama demi mendapatkan wasilahnya.”

Khadijah binti Khuwailid radliyallahu ‘anha pernah menghibur Rasulullah shalallahu ‘alihi wa sallam, “Bergembiralah, demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya.”

Kami sampaikan kepada seluruh aktifis Islam yang mengikhlaskan amalnya hanya kepada Allah, “Selama kalian berada di atas kebenaran, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakan kalian selama-lamanya! Yang kalian lakukan adalah menjalin silaturrahim, membela syariat, memeprjuangkan kemuliaan, memerangi kejahatan, berdakwah ilallah (ke jalan Allah) dengan bashirah (mata hati), beramar makruf nahi munkar, melaksanakan qiyamullail, mengerjakan shiyam sunnah, dst.”

Jika kalian mendengar ucapan-capan di atas, ingatlah nenek moyang orang-orang munafik itu. Allah berfirman;
“Orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang, ‘Sekiranya mereke mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh’, katakanlah, ‘Tolaklah kematian itu dari dirimu jika kamu orang-orang yang benar. Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi TuhanNya dengan mendapatkan rezeki.”(Ali ‘Imran: 168-169)

Dan dikatakaan kepada mereka, “Sesungguhnya Waraqah bin Naufal, seorang yang telah lanjut usia, pernah melewati Bilal bin Rabah saat mereka menyiksanya. Saat Bilal terus mengulang-ngulang kaalimaat, “Ahad…Ahad…”, dengan keteguhan gunung-gemunung, Waraqah berkata, “Ahad…Ahad, Demi Allah, bertahanlah wahai Bilal! Sungguh, jika kalian membunuhnya sementara ia mengucapkan kalimat itu, aku bersumpah akan menjadikannya sebagai orang yang paling aku rindukan.”[3]

Perhatikanlah pemahaman yang mendalam ini. Pemahaman terhadap Islam dari seorang yang telah tua renta dan hanya mendapati sedikit saja ayat-ayat al Qur’an dan habits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sebelum akhirnya ia menemui ajal. Adalah bening hati, ikhlas dan kemurniannya dari hawa nafsu dan kemunafikan yang ada pada dirinya.

[1] Maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad 2/176 yang dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakr dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash radliyallahu ‘anhu katanya, “Ketika kami berada di sekeliling Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan asyik menulis, tiba-tiba beliau ditanya, ‘kota manakah yang akan ditaklukan terlebih dahulu? Konstantinopel ataukah Roma?’ Beliau menjawab, ‘Kotanya Heraclius akan ditaklukan lebih dulu.’” Yaitu konstantinopel.
[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam dalam as Siratun Nabawiyyah vol. II/174 dari Ishaq dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhu
[3] Diriwayatkan dari Ibnu Ishaq secara mursal dari Hisyam bin ‘Urwah dari ayahnya sebagaimana dalam sirah Ibnu Hisyam vol 1/138. Diriwayatkan juga oleh Zubeir bin Bakar seperti disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam al Ishabah 3/634, juga ‘Utsman bin Dlahhak bin ‘Utsman dari ‘Abdurrahman bin ‘Abduz Zinad dan ‘Urwah bin Zubeir. ‘Utsman seorang yang dlaif.

Yang Kita Harapkan: 'Azzam Yang Menyeluruh...nasihat syaikh Abdullah Azzam rahimahullah


Sesungguhnya, ‘azzam yang kami harapkan muncul dari kalian adalah ‘azzam yang menyeluruh; ‘azzam alam ilmu dan amal, ‘azzam dalam dakwah dan jihad, ‘azzam dalam iman dan yakin, ‘azzam dalam sabar dan ridla, ‘azzam dalam hisbag (menyerukan) kebenaran, serta ‘azzam dalam memperbaiki diri dan member petunjuk kepada semua makhluk.

Kami tidak mengharapkan ‘azzam yang Cuma sepotong, sebatas satu bidang tertentu saja. Kami menginginkan orang-orang yang memiliki himmah yang tinggi dalam pelbagai medan amal Islami, bukans atu bidang saja. Kami hanya mnginginkan ‘azzam yang utuh dan menyeluruh.

Tentang ini, saya tidak mendapati kalimat yang lebih baik daripada Ibnul Qayyim dalam Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain, “Di antara mereka ada orang yang melewati semua celah, berjalan menuju llah dari berbagai lembah, dan sampai ke sana dari beragai jalan. Orang ini menjadikan tanggungjawab ubudiyyahnya sampai kiblat gerakan hatinya dan sasaran pandangan matanya.

Ia menjadi makmum dan berjalan di belakang ubudiyyahnya, ke mana pun ia pergi. Ia memiliki saham di semua bagian; di mana ada ubudiyyah di sana ia ada. Dalam ilmu, anda akan mendapatinya bersama ahlinya. Dalam jihad, anda akan menemuinya di shaf para mujahid. Dalam shalat anda akan menjumpainya bersama orang-orang yang khusyu’. Dalam dzikir anda akan menyaksikannya bersama ahli dzikir. Dalam kebajikan dan manfaat, anda akan melihatnya bersama orang-orang yang penuh dengan kebajikan. Ia benar-benar memegang erat ubudiyyah bagaimana pun pilar-pilar ubudiyyah itu adanya. Ia menghadap kepadanya di mana pun bagian-bagian ubudiyyah itu berada.

Jika ada yang bertanya, ‘Amal jenis apakah yang kamu inginkan?’, ia akan menajwab, ‘Aku ingin menunaikan perintah Rabbku, bagaimana pun dan di mana pun. Aku ingin pa pun tuntutannya. Aku ignin entah aku akan dikumpulkan atau diceraiberaikan. Aku hanya ingin menunaikannya,melaksanakannya dan mawas diri di dalamnya. Aku ingin menghadap ruh, kalbu dan badanku. Aku ingin menyerahkan perniagaanku kepadaNya demi menunggu harga yang akan dibayarkan,
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan surga…” (at Taubah: 111)[1]

[1] Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain, Ibnul Qayyim hal. 179. Mathba’ah Salafiyyah 1375 H.